3. Di sekolah

88 7 0
                                    

3 tahun berjalan sudah Nucca belajar di gedung ini, gedung yang menjulang tinggi. Suhu yang sejuk setiap harinya karena terdapati banyak pepohonan disana membuat oksigen semakin terasa.

Tepat di depan kelas, Nucca merasa ada yang mengajak bicara dengannya, tak asing lagi nama panggilan yang biasa disebut oleh wanita itu.

"Hei anak kampung, loe sudah ngerjain tugas?", Jemari wanita itu menyentuh pundak Nucca hingga sedikit terdorong.

"Sudah, kenapa?"

"Pakek tanya lagi, ya gue mau lihat lah! kenapa? Nggak boleh?", Wanita itu semakin mendekati Nucca dan menyentuh dagu Nucca hingga sedikit terangkat

"Iya", Masih satu langkah maju kedepan, namun terhentikan oleh wanita itu

"Kau mau kemana, dasar anak miskin. Loe nggak tau malu ya, masih untung loe bisa jalan diatas paving ini"

"Apa maksudmu?"

"Loe nggak paham atau gimana sih, udah miskin, bau, nggak tau malu! Loe nggak punya parfume ya dirumah"

Nucca hanya terdiam, sejujurnya ia tak kaget. Karena setiap hari ia selalu mendapat makanan seperti ini

"Kenapa diem? Ya iyalah loe itu miskin, nggak punya apa-apa"

"Kenapa kalau aku miskin? Ha?", Nucca memberanikan menjawab, karena ia sudah lelah di perlakukan seperti ini.

"Kau masih berani jawab? Loe itu nggak pantes bisa sekolah disini. Hanya karena loe pinter aja loe bisa masuk kesini, mendingan loe keluar aja deh dari sini.

Nucca segera pergi tanpa menoleh ke arah Nanda. Iya, Nanda namanya. Ia memang cantik dan dari golongan kaya.
Nggak tau kenapa Nanda begitu membenci Nucca. Nucca merasa sangat sedih bila ia dicaci maki seperti ini, bertahun-tahun sudah Nucca terlindas kata-kata tajamnya.

Satu hal lagi yang paling Nucca benci adalah saat Nanda menyangkut pautkan Orang tuanya. Dia enek dan selalu ingin menampar wajah Nanda, namun Nucca selalu ingat Perkataan Alm. Ayahnya bahwa Nucca harus baik kepada orang, dan jangan pernah membenci orang apalagi main tangan.

Nucca tak akan pernah terima untuk siapa saja yang menghina orang tuanya. Sekalipun Nucca harus terinjak-injak. Bagi Nucca orang tua Nucca adalah Makhluk suci, tak boleh ada kotoran yang Menyentuhnya.

***

Dalam kelas, sebenernya bukan hanya Nanda saja yang selalu mencaci maki Nucca. Namun, ada lelaki yang juga membenci Nucca bahkan ia sempat menampar Nucca dan Menjaili Nucca hingga mereka pernah masuk ke ruang BK

"Eh anak najis datang", begitu jijiknya ia menyebut panggilan itu untuk Nucca, namun Nucca selalu sabar dan mencoba untuk tidak menghiraukannya.

Sekalipun Nucca pernah diam-diam menangis di kamar mandi, karena dia yang benar-benar tersiksa karena teman-temannya di dalam kelas

"Kenapa sih kau selalu saja memanggilku najis, apa kau tidak sadar? Kau lebih najis dariku", tegas Nucca, karena dia pun tak ingin bila diseperti ini kan.

"Apa kau bilang? Dasar anak kampung nggak tau malu! Miskin! Loe yang harusnya ngaca! Bukan gue!", Tukasnya dan mendekat ke arah Nucca

"Emang kenapa kalau aku miskin? mending aku miskin tapi aku tak sombong dan sejahat kau!"

"Apa kau bilang? Gue nggak salah denger?", Suaranya semakin meninggi, dan membuat seisi kelas menjadi terpacu pada mereka berdua.

Kemudian datanglah Nanda dan Dizo mendekati mereka.

"Apa-apaan ini. Loe Jefry kenapa loe teriak-teriak, suara kalian itu terdengar sampai depan tau nggak", Dizo mulai menenangkan mereka, seperti halnya setiap ada konflik pada siapa saja Dizo selau sebagai penengah.

WHY ME?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang