Chapter 8 Desiran itu

51 11 4
                                    


Seakan menjalankan sebuah peran, aku mengagumimu dalam diam, menjadi seorang yang bersikap santai di muka umum. Tertawa lepas seakan tiada beban dan memainkan banyak sandiwara. Ya..Aku ahli dalam hal ini.

Tetapi layaknya pertunjukan, akan tiba saatnya akhir dari cerita, dimana semua penonton akan kembali pada dunianya masing-masing. Begitupun denganku, aku kembali pada duniaku yang sangat mengagumimu meski aku tidak pernah tahu dimana sebenarnya perasaanmu bermukim.




****

"Hhhh..Lima puluh tiga! yah... aku hanya perlu bersabar sampai lima puluh tiga hari kedepan hingga Alvin mengakhiri kontraknya denganku."

Aku menghela nafas panjang sambil memandangi isi kalenderku. Aku sangat kesal ketika melihat tanda silang merah yang kubuat masih sangat jauh dari tanda besar yang ku namai "FREEDOM".

Sudah seminggu lamanya aku menjalani kontrakku dengannya, dan setiap hari rasanya seperti sebulan. Aku bahkan dengan bodohnya berpikir untuk mulai mempercayai bedebah konyol itu.

Setiap hari kelakuannya semakin menjadi-jadi. Dia menyuruhku melakukan ini dan itu yang sama sekali tidak ada manfaatnya bagiku. Aku benar-benar menyerah, hari ini dia bahkan  menyuruhku membawa sebuah kaos putih dan aku tidak tahu apa tujuannya.

***

Aku keluar dari rumah sakit dan berjalan sangat pelan. Sepertinya aku tidak berniat ke sekolah, jika aku kesana aku akan bertemu dengan Alvin. Memikirkannya saja sudah membuatku frustasi. Lagi-lagi aku kesal dan seperti biasa kakiku sangat gatal ingin menendang sesuatu. Tapi mengingat beberapa hari yang lalu aku melukai seseorang, aku terpaksa mengurungkan niatku.

Setelah sampai di depan rumah sakit, aku melihat seorang wanita tua yang duduk di kursi roda. Aku jelas-jelas mengenalnya. Dia adalah orang yang sama yang mengubah haluan hidupku dengan kata-katanya yang susah ku mengerti.

Perlahan aku mendekatinya supaya tidak membuatnya terkejut.

"Oda?"

Aku memanggilnya beberapa kali, tapi yang dia lakukan hanya duduk sambil memejamkan mata dan tentu saja bernafas.

"Seorang gadis yang sedang dalam masalah rupanya."

Perlahan dia membuka kedua matanya sambil tersenyum simpul ke arahku. Kurasa yang dia maksud barusan adalah aku.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah cuacanya lumayan dingin?"

Aku bertanya pelan-pelan padanya sambil membungkuk di dekat kursinya.

"Aku hanya duduk dan mangamati"

"Apa yang kau amati?"

"Orang-orang. Kebanyakan dari mereka memiliki masalah, sama sepertimu."

Dia menoleh dan kembali tersenyum membuatku lagi-lagi kembali kebingungan.

"Bagaimana kau tahu?"

"Caramu bernafas, sangat berat."

"Yah..baiklah. Memang sepertinya aku punya beberapa masalah di sekolah. Tapi itu hanya masalah kecil." Masalah kecil? Ini jelas-jelas tidak kecil.

"Tapi, menurutku itu masalah besar."

Wow...mungkin sebenarnya dia ini seorang peramal, atau mungkin paranormal? Dia bisa mengetahui semuanya hanya dengan melihat situasi.

"Baiklah..begini, sebenarnya aku memiliki seorang teman, temanku ini tidak sengaja berurusan dengan seseorang yang mengerikan. Dan akibatnya sekarang dia terjebak bersamanya untuk waktu yang lama."

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang