Aruna membuka matanya perlahan. Kamar itu sebenarnya cenderung gelap karena hanya lampu tidur di atas meja nakas yang menyala redup. Tidak ada sinar matahari yang menyelinap lewat jendela juga karena memang selalu ditutup rapat. Meski begitu, sistem penglihatan Aruna tetap saja membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dengan kehadiran cahaya. Dia sudah terlalu lama membiarkan matanya terpejam.
Hari apa ini? tanya Aruna pada dirinya sendiri dalam hati. Tubuhnya sangat lemas. Dia juga merasa agak pusing dan mual. Butuh waktu hampir sejam hanya untuk mengumpulkan tenaga sampai akhirnya dia berhasil duduk dan bersandar pada kepala tempat tidur.
Aruna menoleh ke arah kiri, mengabsen sejumlah benda yang ada di nakas. Ada sebotol air mineral, sekotak susu rasa stroberi, dan sebuah toples berisi coklat truffle. Dia pun memilih meminum sedikit air mineral dan segera meraih handphone miliknya yang juga ada di nakas. Dia tidak tertarik dengan banyaknya jumlah panggilan tidak terjawab atau pesan masuk yang biasanya pasti menumpuk. Dia cuma ingin mengecek hari dan tanggal lalu segera menelepon seseorang.
Beberapa saat kemudian, suara seorang pria terdengar menjawab panggilan teleponnya. "Kamu udah bangun, Ar? Aku kira kamu bakal kambuh kayak dulu. Kalau sampai hari ini kamu belum bangun, aku rencananya langsung bawa kamu ke rumah sakit," kata pria itu.
"Itu tadi aku nyiapin minum sama coklat. Kamu pasti lemes dan laper. Makan itu dulu aja. Alat mandi dan baju ganti juga lengkap. Sebentar lagi aku ke situ."
Aruna cuma diam. Dia menutup matanya lagi.
"Padahal baru sejam yang lalu aku di situ tapi tadi kamu masih tidur. Ini aku lagi di bandara jemput sepupuku. Begitu ketemu dia, aku langsung ke situ lagi."
Aruna menguap. Dia masih mengantuk.
"Ar? Aruna? Halo? Ar, kamu...."
"Aku baik-baik aja, Ga. Cerewet. Kamu enggak usah ke sini juga gak apa-apa. Nanti aku bisa naik apalah buat balik sendiri," ucap Aruna akhirnya ke sahabat dekatnya yang bernama Dirga itu.
Aruna sudah mengenal Dirga selama hampir 10 tahun. Dia adalah satu dari tiga sahabat Aruna sejak masa SMA sekaligus satu-satunya lelaki dalam lingkaran itu. Dibanding lainnya, Dirga memang paling cerewet. Meski begitu, dia adalah lelaki paling perhatian dan memahami Aruna selain ayah dan adiknya sendiri.
Aruna tersenyum tipis saat kembali melihat semua yang disiapkan Dirga di kamar itu. Dirga bukan hanya menyiapkan minuman dan makanan yang tidak butuh waktu lama untuk dikunyah saat Aruna bangun sejenak di tengah masa hibernasinya. Dirga juga mengantisipasi bagaimana lemahnya kondisi Aruna karena terlalu lama tidur. Tidak ada satupun makanan dan minuman itu yang diletakkan di dalam barang pecah belah. Dirga pasti ingat sebelumnya Aruna pernah terluka karena menginjak pecahan gelas yang jatuh dari nakas.
Soal baju ganti, Aruna yakin Dirga juga menjalankan tugasnya dengan baik. Lelaki itu bahkan pernah bertanya ukuran pakaian dalam Aruna. Antisipasi kalau tidak ada orang rumah yang bisa dimintai tolong, katanya. Informasi berharga itu pasti sudah dimanfaatkan begitu Aruna ingat ayah maupun adiknya seharusnya masih ada di luar negeri sekarang.
Satu lagi yang terpenting. Dirga adalah anak dari pengusaha properti paling bergengsi ala Jogja : kos-kosan. Orang tuanya punya ratusan kamar kos yang terletak di berbagai lokasi strategis, mulai dari level biasa buat kantong pas-pasan mahasiswa dan pekerja yang kudu berhemat sampai versi eksklusif yang biaya sewanya berkali lipat lebih mahal dibanding UMK Jogja. Jadi setiap Aruna butuh tempat bersembunyi atau melarikan diri, Dirga ibarat sosok oppa idaman di drama korea yang dengan entengnya bisa memberikan kamar khusus untuk Aruna----seperti sekarang.
"Kamu tidur lebih dari empat hari, Ar. Lagi ada masalah apa emang?" suara Dirga kembali terdengar.
"Mungkin....karena kemarin....tanggal 20 Maret....," jawab Aruna lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up!
ChickLit- Aku suka tidur. Rasanya sangat nyaman karena seakan bisa melupakan beban, masalah, dan terbebas dari stres untuk beberapa saat. + If she sleeps a lot, it means she is sad.