Ada banyak hal baik yang bisa didapatkan Aruna jika dia bersama Fandi. Pertama, lelaki itu punya wajah yang tampan sekaligus bisa terlihat manis di waktu bersamaan. Tubuhnya tinggi dan tegap. Sejauh ini Aruna juga menilai selera berpakaian Fandi lumayan. Berbekal itu semua, Fandi adalah sosok calon pasangan idaman yang sudah jelas layak dipamerkan dalam beberapa situasi genting. Saat kondangan atau reunian, misalnya. Siapa sih yang tidak senang punya lelaki menawan?
Kedua, soal kemampuan finansial. Meski mengaku pengangguran, Fandi adalah pemilik kedai jus yang setahu Aruna cukup laris selama ini. Aruna juga cukup yakin Fandi punya sumber penghasilan lain sehingga dia tidak perlu was-was bakal menghadapi masa paceklik nantinya. Selain itu walau belum punya rumah sendiri---atau mungkin Aruna saja yang belum tahu---, Fandi sudah memiliki mobil pribadi. Jadi minimal acara kencan mereka akan terhindar dari ribetnya kehujanan di jalan.
Ini bukan berarti Aruna matre. Dia hanya sedang mencoba lebih realistis dalam menjalin hubungan. Bukankah semua orang mengharapkan hal serupa?
Ketiga, Fandi adalah lelaki pilihan ayahnya. Jadi sebenarnya dia beruntung karena tidak perlu pusing lagi dengan urusan mendapat restu orang tua, andaikan hubungan mereka benar-benar berakhir hingga pernikahan. Jika ibunya masih hidup, sepertinya Fandi juga bakal dengan mudah diterima. Aruna ingat ibunya sering bilang kalau lelaki terbaik adalah yang bisa mengambil hati calon mertuanya. Iya, sesederhana itu. Lalu karena Fandi adalah lelaki pilihan ayahnya, hampir bisa dipastikan dia sudah berhasil merebut hati sang ayah.
Sejak dulu Aruna juga suka dengan lelaki cerdas. Bukan sekedar pintar secara akademis, tapi juga pandai membaca situasi dan tahu kapan harus mengambil kendali. Fandi terlihat unggul dalam kemampuan seperti itu. Sayangnya, justru bagian ini juga yang membuat Aruna was-was. Menurutnya, Fandi bukan sekedar tahu kapan harus memegang kendali. Dia sepertinya juga punya sisi selalu ingin mendominasi, bahkan meski itu harus dengan melakukan beberapa manipulasi.
Demi apapun, Aruna yakin Fandi membawa misi untuk membujuknya meneruskan terapi. Saat menyentuhnya kemarin, bisa jadi itu bagian dari tahap awal observasi. Fandi mungkin sedang menilai seberapa parah kondisi Aruna untuk menyusun rencana perawatan lebih lanjut. Fandi juga bisa saja sedang menyiapkan strategi tertentu saat ikut sarapan pagi tadi, pun dengan aksinya melakukan antar-jemput.
"Kamu enggak boleh curang begini, Aruna," Fandi mengatakannya setelah meminum habis segelas air putih yang disajikan di meja ruang tamu. Sesaat dia tersenyum sambil memandangi gelas kosong yang masih dalam genggamannya.
Aruna memang sengaja hanya mengambilkan air putih dengan harapan Fandi tidak akan lama-lama bertamu. Dia bahkan sengaja tidak ikut duduk. Dia memilih berdiri menyandar di salah satu sisi pintu antar ruang tamu dan ruang makan yang hanya disekat dengan gorden minimalis bermotif garis. Sayangnya dia sadar rencananya itu tidak berhasil karena sekarang Fandi malah terlihat seperti bersiap melakukan negosiasi. "Mas bilang aku curang?" ujarnya meminta penjelasan.
Fandi hanya mengangguk sambil meletakkan gelas di meja dengan gerakan lambat. Saking lambatnya sampai hampir tidak ada sedikit pun suara yang ditimbulkan dari pertemuan antara gelas dan permukaan meja yang sama-sama terbuat dari kaca.
"Kalau kamu mau ada tiga bulan masa percobaan, bersikaplah lebih kooperatif. Jangan mundur tiga langkah setiap kali aku baru mengambil satu langkah. Kalau kamu mau menilai seberapa layaknya aku, paling enggak tetap berdiri di sana dan lihat gimana aku berjalan mendekat selangkah demi selangkah."
"Tiga bulan itu cukup lama. Kalau dijalani dengan baik, kukira tidak mungkin hasilnya nol atau malah minus. Tapi kalau pada akhirnya kamu tetap enggak yakin, aku bisa kok membantumu menjelaskan kepada mereka agar lebih baik membatalkan rencana perjodohan ini."
"Kalau berhasil, Mas mau ngapain? Pada akhirnya aku tetap harus disembuhkan kalau ini benar-benar berlanjut sampai pernikahan. Aku enggak mau."
Fandi tersenyum lagi. "Inilah kenapa aku bilang kamu curang. Sejak awal, masa tiga bulan ini cuma caramu untuk menghindar kan? Maaf, ya. Aku terlanjur menganggapnya sebagai tantangan untuk menaklukkan kamu."
Aruna menegakkan berdirinya. Dia merasa tertangkap basah.
"Lagian masalahnya apa sih? Bukannya sejak awal aku terlihat menarik buatmu? Kamu juga iya-iya aja waktu Dirga tanya soal aku ganteng apa enggak. Kenapa sekarang jadi jual mahal begini?" Fandi menundukkan kepala dan menghela napasnya. Seakan dia sangat kecewa dengan perubahan sikap Aruna. Tapi selang beberapa detik kemudian, dia kembali memandang Aruna sambil tersenyum.
Kenapa ekspresinya bisa berubah tiba-tiba? Apa dia seorang psikopat? Berkepribadian ganda? batin Aruna.
"Nado saranghae*." Senyum Fandi terlihat makin cerah.
"Hah? Mas kenapa sih?!"
"Kenapa apanya? Aku cuma lagi bales pernyataan cinta yang kamu bilang duluan waktu itu."
Kali ini wajah Aruna memerah begitu saja. Dia menyesal pernah menatap kagum Fandi lalu memberikan simbol hati yang dibentuk dari jempol dan jari telunjuknya. Dia juga malu. Bisa-bisanya dia kemudian mengucapkan oppa saranghae dengan cara konyol seperti itu.
"Jadi karena kita punya perasaan yang sama, mari bekerja sama dengan baik. Deal?"
Dan sesi negosiasi dimenangkan oleh Fandi.
Note :
*aku juga cinta kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up!
ChickLit- Aku suka tidur. Rasanya sangat nyaman karena seakan bisa melupakan beban, masalah, dan terbebas dari stres untuk beberapa saat. + If she sleeps a lot, it means she is sad.