"Aruna beneran enggak tahu yang namanya bersyukur kalau sampai nolak cowok bening macem sepupumu itu."
Dirga sempat tidak percaya dengan kenyataan bahwa orang yang dijodohkan dengan Aruna adalah Fandi, kakak sepupunya. Haruskah dia dan Aruna benar-benar berakhir menjadi kakak-adik di masa depan? Tapi apakah Fandi bisa memahami kesulitan yang dialami Aruna?
Dirga tahu dia tidak perlu lagi meragukan kemampuan simpati dan empati Fandi. Dia bahkan merasa sepupunya sering terlihat seperti jelmaan malaikat tanpa sayap : terlalu baik. Tapi justru itulah yang membuat dia khawatir. Setahu dia, sepupunya hampir menghabiskan semua masa mudanya untuk belajar, bekerja, dan menjadi relawan kemanusiaan. Dia mungkin sudah menolong banyak orang dari masa-masa sulit mereka. Jadi dosa apa yang pernah Fandi lakukan sampai untuk menikah pun perlu berkompromi dengan trauma calonnya?
"Sayang lagi ngapain sih?" tanya Dirga kepada perempuan yang duduk di sampingnya. Sedari tadi, perempuan bernama Sania itu sibuk mencari angle terbaik untuk memotret Fandi dan Aruna.
"Ini buat laporan ke Vega. Dia kan lagi gak bisa gabung sekarang. Dari tadi rewel banget pengen tahu," jawab Sania.
"Sibuk apa sih dia? Minggu biasanya dia libur? Lagi low season juga kan?"
"Justru pas sepi kayak gini public relation hotel macem Vega sibuk. Sibuk mikir gimana caranya biar tetep ada tamu."
Dirga-Sania sudah berpacaran selama empat tahun lebih. Pasangan temen-jadi-demen ini terkadang mirip orang tua rempong buat Aruna, sedangkan sahabat mereka lainnya, Vega, ibarat kakak tertua yang over protektif. Contohnya kayak begini. Dirga dan Sania sengaja ikutan datang ke kedai untuk memantau pertemuan Aruna dan Fandi. Mereka memilih meja di pojok yang berlawanan setelah memastikan posisinya nyaman untuk mengamati dari kejauhan.
Dirga merasa Sania dan Vega harus tahu seperti apa orang yang dijodohkan dengan 'anak' atau 'adik' mereka. Sayangnya Vega tidak bisa datang. Jadi sebagai gantinya, Sania mencoba membantu dengan melakukan live report via whatsapp.
"Kalian bisa buka instagramnya Mas Fandi kalau mau tahu macem-macem soal dia," kata Dirga. Dia lalu merebut handphone Sania begitu saja dan mencarikan akun sepupunya itu di instagram kekasihnya.
Beberapa saat setelahnya, Sania sudah sibuk membuka satu per satu foto dan video yang diunggah Fandi. Dirga? Dia kembali mengamati Aruna dan Fandi dari kejauhan. Itu kenapa Mas Fandi senyum-senyum? Beneran suka sama Aruna apa ya?
"Ga, sepupumu pernah punya pacar atau istri tapi kisahnya kandas di tengah jalan gitu?" tanya Sania.
Dirga mengalihkan pandangannya ke layar handphone milik Sania. Dia cukup takjub dengan kejelian si pacar karena menemukan secuil kode pada sebuah foto buket kecil bunga krisan berwarna kuning yang diunggah Fandi 2 tahun lalu. Fandi memang lebih banyak memajang foto-foto pemandangan atau benda-benda yang dia anggap menarik. Jumlah foto yang menampakkan dirinya sendiri bisa dihitung jari. Fandi juga sering kali tidak memberikan foto atau videonya dengan keterangan apapun, melainkan hanya membubuhkan beberapa tagar.
Dan foto bunga krisan itu jadi terkesan istimewa berkat caption singkat yang ditulis Fandi.
"I'm sorry. I was not good enough," ucap Sania membaca kalimat yang ditulis Fandi. "Entah kenapa aku merasa ini bukan buat keluarga, teman, apalagi partner kerja. Iya kan?"
Tidak ada jawaban apapun dari Dirga. Dia hanya tersenyum tipis sambil kembali melihat ke arah meja Fandi dan Aruna.
"Tapi ini ambigu. Kelihatan kayak dia yang bersalah tapi ada kesan sebenarnya malah dia korbannya," kata Sania lagi.
"Mas Fandi cuma pernah pacaran sekali. Lumayan lama. Sejak SMA akhir sampe lulus S1. Kelihatan serasi, akur terus, enggak pernah berantem yang sampai pake drama. Couple goals banget lah," akhirnya Dirga meladeni rasa ingin tahu Sania.
"Terus kenapa putus?"
"Kayaknya mereka enggak pernah sepakat putus. Situasinya yang udah enggak mungkin lagi."
Sania makin penasaran. "Udah beda dunia apa gimana?" tebaknya.
Ternyata tebakan Sania benar. Dirga mengangguk. Pria itu lalu terlihat menghela napas dengan cukup berat sebelum akhirnya memutuskan untuk memeluk Sania yang duduk di sampingnya.
"Pacarnya meninggal. Bunuh diri," kata Dirga sambil tetap memeluk Sania.
"Foto itu mungkin diupload Mas Fandi karena lagi kangen atau memang pas mau njenguk ke makam."
Sania terdiam. Sebenarnya rasa penasarannya sudah nyaris hilang. Tertutup perasaan malu. Bagaimana bisa Dirga memeluknya di tempat umum begini? Beberapa pasang mata sudah menatap ke arah mereka, termasuk Aruna---yang memasang wajah jengah--- dan juga Fandi yang senyum-senyum doang.
Sania mencoba melepaskan diri tapi pelukan Dirga justru semakin erat.
"San, aku percaya kamu perempuan kuat, mandiri, dan serba bisa. Aku bahkan gak merasa kamu bakal jadi korban kejahatan di tengah jalan karena kamu jagoan taekwondo. Tapi suatu hari nanti, kalau kamu ketemu situasi atau permasalahan yang memang sangat sulit, tolong jangan dihadapi sendiri. Tolong setidaknya biarin aku meluk kamu kayak gini."
Sania cuma mengangguk dua kali. Masih dalam pelukan Dirga tentunya.
"Jangan bikin aku merasa bersalah seumur hidup. Aku enggak sehebat Mas Fandi. Aku bisa aja langsung nyusul kamu kalau kamu kabur kayak gitu."
Sania menjawab hanya dengan anggukan lagi. Jujur dia tersentuh dengan kata-kata Dirga karena lelaki itu memang jarang bicara dan bersikap manis padanya.
Tapi tetap saja Sania malu. Pikirnya, kalau dalam hitungan ke 20 belum ada pergerakan apapun, mending langsung dia tendang saja tulang kering pacarnya ini.
***
"Itu mereka lagi syuting sinetron atau murni mau mesum di depan banyak orang sih?"
Fandi cuma tersenyum menanggapi cibiran Aruna yang sepertinya sudah ambil ancang-ancang untuk berdiri dan mungkin langsung menabok pasangan temen-jadi-demen itu.
"Iri? Mau aku peluk juga?"
Fandi tahu benar pertanyaannya bakal mendapat respon negatif dari Aruna. Tapi setidaknya perempuan ini jadi membenarkan posisi duduknya dan kembali fokus pada Fandi, setelah sempat teralihkan ke kedua sahabatnya. Entah kenapa Fandi tidak suka ketika merasa seperti sedang diabaikan setelah sempat berhasil membuat Aruna penasaran dengan cerita soal pertemuan pertama mereka.
"Dalam mimpi pun jangan harap!" Aruna sebal. Biarpun bahu itu terlihat sangat nyaman untuk bersandar, Aruna masih cukup waras untuk tidak membahayakan dirinya sendiri. Jangankan memeluk, Aruna bahkan tidak mengizinkan Fandi menjabat tangannya.
Fandi tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Baiklah. Aku akan menahannya selama tiga bulan. Tapi setelah itu, kukira aku juga punya hak untuk bertindak semauku."
Aruna merasa harus segera mengkonfirmasi makna dibalik 'bertindak semauku' ala Fandi.
"Aaawww!!!"
Tapi sayang sekali. Perhatiannya harus kembali teralihkan oleh teriakan Dirga yang sepertinya baru saja dapat peringatan keras dari Sania. Aruna langsung berdiri dan melihat bagaimana Dirga sedang kesakitan memegangi kakinya, sedangkan Sania cuek saja dan bahkan terlihat bisa meminum jusnya dengan tenang.
Aruna terlalu fokus dengan Dirga dan Sania sampai dia tidak menyadari saat Fandi ikut berdiri dan mendekatinya. "Aku ambil air dingin buat ngompres kakinya Dirga dulu ya," ucap Fandi pelan lalu pergi.
Tubuh Aruna membeku. Kedua tangannya mengepal dan gemetaran. Beberapa detik setelahnya, dia berusaha mengatur napas untuk menenangkan diri. Fandi sialan! umpatnya dalam hati.
Fandi mengamati semua itu. Dia ingin tahu seperti apa efek dari perbuatan yang sengaja dia lakukan barusan : merangkul Aruna selama lebih dari lima detik.
Jujur Fandi cemas dan panik saat melihat reaksi Aruna. Ketika Aruna perlahan tampak melepaskan kepalan tangan lalu mendudukkan dirinya kembali tanpa meminta bantuan siapapun, Fandi benar-benar merasa lega sekaligus bersalah.
Apa lima detik itu berlebihan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up!
ChickLit- Aku suka tidur. Rasanya sangat nyaman karena seakan bisa melupakan beban, masalah, dan terbebas dari stres untuk beberapa saat. + If she sleeps a lot, it means she is sad.