33. Cemburuan?

130 5 0
                                    

Dirga menatap Fandi dengan pandangan menghakimi. Dia kesal dan marah karena baru saja mengetahui bahwa pria di depannya itu sempat membuat Aruna merasa ketakutan kemarin.

Pelukan paksa? Kakak sepupunya pasti sudah tidak waras.

"Kamu mau marah juga? Sebelum ke sini tadi, aku udah diceramahi calon mertua. Kalau kamu mempermasalahkan hal yang sama juga, itu benar-benar nggak seperti yang kalian pikirkan," ujar Fandi memberikan penjelasan sebelum diminta.

Fandi bersikap cuek. Dia bicara sambil tetap sibuk dengan ponselnya.

"Sebelum kalian tidur bareng kayak gitu," Dirga memberi jeda untuk menarik napas dalam-dalam, mengendalikan emosinya sendiri. "...dia bilang Mas Fandi sempat meluk dia secara paksa," lanjutnya kemudian.

"Situasi serupa bisa terjadi antara kamu dan Sania," balas Fandi dengan santai. "Kamu juga bakal meluk dia kalau lagi punya masalah, kan?"

"Aruna beda. Mas Fandi tahu kalau dia...."

Kalimat Dirga terhenti karena terinterupsi kehadiran seseorang. Rupanya, perwakilan pihak Wedding Organizer yang ditunggu sudah datang.

"Maaf, Mas Dirga. Ini ada yang mau ketemu," ucap Kiki mengantarkan sang tamu dengan sopan.

Selanjutnya Dirga mendadak disibukkan dengan menjamu tamunya. Memang bukan dia yang akan menikah tapi tetap saja dia sudah mendapatkan mandat untuk membantu mengurus semuanya.

Sementara yang seharusnya juga menyambut tim Wedding Organizer malah seakan tidak peduli. Dia lebih tertarik memperhatikan Aruna yang sedang berdiri menjauh karena sedari tadi menerima telepon dari seseorang.

Wajah Aruna terlihat tidak senang. Apapun yang sedang dibahas, pasti tidak menyenangkan baginya.

Dia juga terlihat tidak bahagia saat menutup telepon dan memilih langsung duduk di samping Fandi.

"Ayah mau nanti malam keluarga kita makan bareng. Di mana enaknya?"

Fandi agak terkejut mendapatkan pertanyaan seperti itu. Dia pikir, Aruna bakal marah padanya juga karena mereka jadi tiba-tiba diminta cepat menikah. Lalu, kenapa Aruna malah terkesan begitu tenang dan bersikap kooperatif begini?

"Kita bahas setelah ini, ya. Ketemu WO dulu," jawab Fandi sambil tersenyum.

Aruna tidak membalas senyumannya, hanya mengangguk sebagai bentuk persetujuan. Namun bagi Fandi, itu sudah lebih dari cukup.

***

"Kalian terlalu mencurigakan. Mbak-mbak WO tadi sampai curiga. Pas aku anter ke parkiran tadi, dia tanya, 'Mereka beneran mau nikah?' Katanya kalian nggak keliatan bahagia kayak pasangan pada umumnya."

Dirga masih ingat benar seperti apa wajah penuh keraguan dari perwakilan Wedding Organizer yang barusan mereka temui. Sahabat dan sepupunya ini memang luar biasa pasifnya saat diajak berbicara tentang persiapan awal pernikahan.

Fandi cuma tertawa menanggapi omongan Dirga, sedangkan Aruna masih terlihat masa bodoh dan menyibukkan dengan ponselnya.

"Nggak ada yang mengharapkan married by accident. Apalagi ini salahmu. Kamu yang ceroboh, kenapa aku yang sial?" kata Aruna menahan kesal.

Begitulah. Sebenarnya Dirga juga tidak menyangka kalau bakal begini jadinya. Dia hanya memotret karena merasa momen itu penting dalam proses penyembuhan Aruna. Sayangnya, semalam dia bertindak ceroboh.

Sembari menjaga Aruna yang tidur lelap, Dirga menunjukkan hasil jepretannya kepada Sania dan Vega. Dua perempuan tersebut tentu saja terkejut karena tidak menyangka Aruna bisa terlihat senyaman itu dengan seorang lelaki.

Dan mereka lebih terkejut lagi saat menyadari bahwa di belakang mereka ada ayahnya Aruna.

Siapa yang tidak emosi melihat anak perempuan kesayangannya sedang tidur seranjang dan berpelukan dengan pria yang belum jadi pasangan sah di mata agama dan negara? Kalau ada yang bisa tetap tenang dan bersikap biasa saja, ayahnya Aruna jelas tidak termasuk dalam golongan itu.

Ini memang klise, mirip adegan sinetron picisan, tapi situasi aneh itu benar-benar terjadi.

Akibatnya? Sudah jelas, kan? Aruna dan Fandi dianggap sudah kebablasan sehingga perlu segera dinikahkan.

Dirga tentu sudah meminta maaf. Sayangnya, mendapatkan maaf dari Aruna kadang memang tidak gampang.

"Maaf, deh. Maaf," kata Dirga akhirnya. Minta maaf untuk kesekian kalinya. "Ya, udah. Ini sekarang mumpung udah ada Mas Fandi juga. Katanya kamu mau jawab pertanyaanku tadi kalau udah ada calon suamimu ini sekalian."

"Pertanyaan apa?" Fandi jadi penasaran.

"Itu, lho, Mas. Kenapa anak ini tiba-tiba udah resign aja dari kerjaannya? Padahal di mana lagi cari bos baik kayak gitu? Nggak pernah sewot walaupun Aruna suka ijin mendadak pas penyakit tidurnya kumat."

"Jabatanmu juga lumayan, Ar. Sekretaris direktur pemasaran. Gaji nggak perlu aku tanya lagi, dong. Terus kenapa?"

Mendengar ucapan Dirga, Fandi baru sadar kalau Aruna memang sangat beruntung mendapatkan bos yang bisa memahami kondisinya. Jadi, kenapa harus mengundurkan diri? Perusahaan penerbitan tempat Aruna bekerja bahkan dinilai masih memiliki prospek positif di tengah persaingan bisnis yang semakin menggila.

"Aku mau fokus perawatan."

Keadaan hening seketika. Baik Dirga maupun Fandi, sama-sama terkejut dengan jawaban Aruna.

"Aku mau memulainya lagi," kata Aruna lagi. "Terapi atau apapun itu. Bukankah bakal lebih maksimal kalau aku fokus? Jadi menurutku berhenti kerja adalah pilihan terbaik."

Masih hening. Aruna memandang Dirga dan Fandi secara bergantian. Dia lalu tersenyum, entah kenapa dirinya jadi merasa geli melihat ekspresi kaget dua pria di depannya.

"Kalian kenapa?" tanya Aruna beserta senyum yang semakin melebar. "Oke, aku bisa batalin rencana itu kalau kalian nggak suka."

Aruna sebenarnya masih punya kalimat ‘ancaman’ lain tapi Dirga sudah lebih dulu menghentikannya. Pria itu tiba-tiba bangkit dari duduknya, kemudian memeluk Aruna yang sama sekali tidak terlihat ingin menghindar.

"Makasih, Ar. Selama ini kami nunggu kamu merasa siap. Makasih banyak," ucap Dirga.

Reaksi Dirga mungkin memang berlebihan tapi dia sama sekali tidak peduli jadi tontonan para pelanggan kedai. Dia bahkan hampir menitikkan air mata jika saja seseorang tidak menarik dirinya menjauh, memisahkan dia dan Aruna secara paksa.

"Harus banget main peluk calon istri orang di depan umum?"

Aruna tertawa mendengar pertanyaan bernada cemburu dari si perusak momen mengharu biru yang barusan dibangun Dirga. Dia ingat omongan Dirga sebelumnya. Ternyata benar, kakak sepupu sahabatnya ini ada potensi jadi pasangan posesif.

Dirga tadinya mau marah juga. Jengkel dengan kelakuan Fandi yang benar-benar telah merusak suasana. Namun melihat Aruna tertawa, dia justru terbawa suasana dan ikut tertawa.

"Aku nggak bohong, kan?" tanya Dirga kepada Aruna kemudian. "Itu tadi buktinya."

Aruna cuma menjawabnya dengan mengangguk beberapa kali. Dia lalu menatap Fandi yang jelas-jelas tampak meminta penjelasan.

"Dasar cemburuan!" kata Aruna.

"Kok, cemburuan? Aku cuma...."

Fandi kehabisan kata-kata. Apa yang salah dengan melarang pria lain memeluk Aruna? Bukankah Aruna calon istrinya? Fandi tahu Dirga adalah sahabat dekat Aruna tapi kenapa mereka harus berpelukan seperti itu di depannya? Aruna bahkan tadi terlihat tersenyum dalam pelukan Dirga. Bukankah wajar jika dia cemburu?

Oke. Lain kali Fandi akan mengundang beberapa mahasiswa cantiknya ke kedai biar Aruna paham apa arti cemburuan sesungguhnya. 

Wake Me Up! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang