23. (Kayaknya) Kangen

298 5 0
                                    

“Kamu ini sama sekali enggak pernah jenguk Aruna ya?” 

Fandi cuma menjawab pertanyaan bundanya dengan gelengan kepala. 

“Fan?” 

Ah, Fandi lupa kalau mereka sedang berbicara via telepon. Mana bisa bundanya melihat gelengan dia tadi. “Sebenarnya pernah. Sekali. Tapi waktu itu dilarang masuk sama Johan,” jawab Fandi lemas.

Sesaat kemudian, Fandi bisa mendengar bundanya tertawa di seberang sana. “Kamu takut sama Johan? Anak manis kayak gitu lho.”

“Dari pada ribut di rumah sakit lagi, Bun. Mau gimana lagi?” 

Dan lagi-lagi Fandi ditertawakan bundanya sendiri. 

“Kalau jenguk sekarang mau gak? Mumpung Bunda masih di rumah sakit. Malam ini yang standby Johan lagi sih. Tapi gampang lah itu. bisa diatur kalau kamu mau.”

Pada akhirnya malam itu Fandi menginjakkan kakinya di rumah sakit. Dia melakukannya setelah mendapat instruksi dari sang bunda untuk segera menuju bangsal tempat Aruna dirawat.

Skenarionya, Johan akan dipanggil ke ruangan Santika untuk membicarakan kondisi Aruna. Menurut Fandi ini kurang masuk akal karena dokter utama yang sekarang menangani Aruna adalah dr.Haikal. Tapi bundanya memang masuk dalam tim dokter itu sih. Lagipula, tidak mungkin juga Johan menolak kan?

Ya sudah, Fandi mencoba percaya saja. Minimal, Johan sadar kalau yang memanggilnya adalah wakil direktur rumah sakit sekaligus calon ibu mertua kakaknya. Dia seharusnya bisa menurut demi alasan kesopanan.

Namun, Fandi hanya diberi waktu 10 menit. Alasannya bukan karena Santika tidak sanggup menahan Johan lebih lama, melainkan ingin cepat pulang karena malam ini ada janji makan malam romantis dengan sang suami.

Kehidupan rumah tangga orang tua Fandi memang ‘married couple goals’ banget, mungkin tidak kalah gereget dengan kisah cinta yang ditampilkan sejumlah drama Korea bertema kedokteran kesukaan Aruna. Apapun yang terjadi, meski harus selalu siaga untuk menyelamatkan nyawa manusia, walaupun di waktu yang sama sibuk dengan urusan manajemen rumah sakit juga, mereka selalu punya cara untuk kencan dan bermesraan.

Fandi iri? Iya. Banget.

Fandi selalu mengira dia akan mendapatkan adik, tapi ternyata tidak. Setidaknya sampai saat ini, mungkin?

“Lagi mimpi apa?” Fandi mengeluarkan suara yang lembut dan pelan beberapa saat setelah mendudukkan dirinya di bangku sebelah ranjang yang ditiduri Aruna.

Fandi tersenyum karena Aruna sama sekali tidak terusik. ‘Respon apa yang bisa aku harapkan dari orang yang tidur lelap begini? Dia bahkan mungkin nggak akan bereaksi apapun kalau aku mencuri satu ciuman di bibirnya sekarang. Hahaha....’ 

Bagi Fandi, Aruna tidak pernah tidak terlihat cantik saat sedang tertidur. Menyenangkan untuk dipandangi secara intens seperti yang dia lakukan sekarang.

Orang lain mungkin khawatir dengan kondisi Aruna, tapi entah kenapa Fandi merasakan hal berbeda. Dia tentu cemas jika Aruna tidak juga bangun dari tidurnya. Hanya saja, pada saat bersamaan wajah damai Aruna juga bisa memberikannya ketenangan.

Kedengarannya mungkin agak berlebihan tapi Fandi benar-benar bisa merasa lebih baik hanya dengan bertemu Aruna yang tengah memejamkan mata seperti ini. Sepertinya hampir selalu begitu sejak mereka pertama kali bertemu.

“Maaf ya. Apa kamu marah? Aku ninggalin kamu sendiri dan membuatmu berada dalam bahaya. Apa ini caramu menenangkan diri? Dengan cara tidur nyenyak seperti orang mati ini?”

Wake Me Up! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang