Part 3

7K 1.3K 78
                                    

Happy reading
-------------------------

Sebelum nanti sore berangkat ke tempat yang tertera pada undangan, Dave kini sedang dalam perjalanan berkunjung ke kantor ibunya untuk berpamitan sekaligus meminta izin. Walau bagaimana pun Dave harus tetap meminta izin kepada ibunya selaku atasannya.

Begitu sampai, Dave langsung memasuki ruangan ibunya setelah sekretaris sang ibu memberinya isyarat, bahwa ibunya ada di dalam.

Dave tetap melanjutkan langkahnya dengan pelan menuju kursi di depan meja kerja sang ibu, saat melihat  ibunya sangat serius mengobrol lewat telepon sambil membelakanginya.

Samar-samar dari percakapan yang berhasil ditangkapnya, Dave mengasumsikan jika sang ibu dan lawan bicaranya tidak sedang membicarakan urusan pekerjaan. Apalagi bahasa yang digunakan ibunya sangat santai dan sesekali ibunya terkekeh.

"Ya sudah, nanti atur saja pertemuan kita. Kami semua sudah sangat merindukan kalian. Ingat selalu jaga kesehatanmu dan jangan lupa sampaikan salam rindu dari neneknya kepada cucuku, Nath." Setelah mengatakan itu Vanya memutuskan sambungan teleponnya. Walau sebentar, setidaknya kerinduannya sudah terobati.

"Sedang berbicara dengan siapa, Ma? Kelihatannya Mama bahagia sekali?" Vanya terkejut dan seketika tubuhnya menegang saat menyadari pemilik dari suara itu.

"Ma?" ulang Dave sebab Vanya masih bergeming.

"Davendra, jangan membiasakan diri mengagetkan Mama dengan tiba-tiba ada di ruangan ini!" hardik Vanya setelah berhasil menguasai dirinya.

"Mama yang terlalu asyik mengobrol, sudah beberapa kali aku mengetuk pintu tapi tidak ada respon dari Mama, jadi aku langsung masuk saja," Dave membela diri. "Sedang ngobrol dengan siapa, Ma? Sampai-sampai anaknya mengetuk pintu tidak di dengar," selidik Dave.

"Cucu? Nath? Siapa mereka, Ma?" cecar Dave curiga sebelum ibunya menjawab.

"Ceritanya kamu sedang mencurigai Mama?" selidik Vanya sambil menyipitkan matanya. Meski di dalam hatinya sangat gelisah, telah tertangkap basah berkomunikasi dengan menantunya, tapi dia berusaha bersikap seperti biasa.

Dave hanya mengendikkan bahu dan menjawab asal, "Terserah Mama mau mengartikannya apa."

"Anaknya Nathalia, berarti cucu Mama juga kan?" Untung saja Vanya cepat teringat pada nama salah satu keponakannya yang tinggal New Zealand. "Mama harap kamu masih ingat mempunyai sepupu bernama Nathalia," sambung Vanya, menyamarkan kegugupannya.

"Masih, Ma. Dia satu-satunya keponakan Mama yang paling manja dan cengeng," jawab Dave terkekeh sendiri mengingat sifat menyebalkan sepupu dari ibunya itu.

"Oh ya, ada apa kamu datang ke sini? Tidak biasanya," Vanya mulai mengalihkan pembicaraan setelah memastikan kecurigaan Dave menguap.

"Aku mau mengambil cuti selama dua minggu, Ma," beri tahu Dave setelah ibunya duduk di hadapannya.

"Pekerjaanmu? Memangnya kamu mau ke mana?" tanya Vanya sambil memerhatikan ekspresi anaknya.

"Besok aku akan menghadiri pembukaan studio foto milik Vyren, selanjutnya aku mau melanjutkan pencarianku terhadap anak dan istriku, Ma. Mengenai pekerjaan, sudah aku bereskan semua dan aku titipkan pada sekretarisku," Dave menjelaskan sambil memainkan kunci mobilnya.

Vanya hanya mengangguk sambil mengamati wajah anaknya yang tidak secerah dulu, bahkan penampilannya pun sedikit menyeramkan. "Sudah ada informasi mengenai mereka?" selidik Vanya.

Dave menggeleng lemah. "Orang-orangku semuanya payah, Ma," jawabnya sendu.

"Dave, kamu yakin mereka masih ada di Bali? Mama dan yang lain juga tidak mendapat petunjuk sedikit pun mengenai jejak mereka," Vanya mulai memancing.

Call Me Papa, Della!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang