Makhluk Berwarna Putih (KuneKune)

155 5 1
                                    

Kunekune digambarkan sebagai makhluk berwarna putih yang tidak bisa dikenali, kadang bergerak maju mundur dikejauhan. Tidak ada yang tahu persis seperti apa rupanya karena siapa pun yang telah melihatnya akan kehilangan akal sehatnya. Seorang pria Jepang menceritakan tentang pertemuan yang dia alami saat masih kecil dengan kunekune.

Ketika saya masih kecil, orang tua saya membawa kakak laki-laki saya dan saya untuk mengunjungi kakek dan nenek saya. Kami jarang mengunjungi mereka karena mereka tinggal jauh dipinggiran kota di Akita. Sesampainya kami disana, kakakku segera keluar untuk bermain. Udara terasa lebih segar dan bersih dibandingkan dengan dikota. Kami berjalan menyusuri daerah persawahan dan menikmati pemandangan yang luas.

Matahari tepat berada diatas kami dan saat itu angin tidak berhembus. Panas sangat menyengat dan setelah beberapa saat, aku mulai merasa lelah. Kemudian, tiba-tiba kakakku berhenti. Dia menatap pada sesuatu yang berada jauh dihadapannya.

“Apa yang sedang kau pandangi?” tanyaku.
“sesuatu disebelah sana” jawabnya.

Sawah terbentang luas sejauh mata memandang, dan daerah itu benar-benar sepi. Aku memicingkan mataku, tapi tidak bisa melihat dengan jelas. Jauh diseberang ladang sawah itu, ada sesuatu berwarna putih, berukuran sebesar seseorang. Sesuatu itu bergerak seperti diterpa angin yang berhembus.

“Mungkin itu orang-orangan sawah” kataku.
“Itu bukan orang-orangan sawah. Orang-orangan sawah tidak bergerak seperti itu” balasnya.
“Mungkin itu hanya sebuah kelambu” kataku.
“Bukan, itu bukan kelambu. Tidak ada rumah lain disekitar sini, lagi pula tidak ada angin yang berhembus, tapi benda itu tetap bergerak dan bergoyang-goyang. Apa sebenarnya itu?”.

Aku merasakan sesuatu yang aneh dan rasa yang tak menyenangkan menggelitik perutku. Kakakku kemudian berlari menuju rumah dan membawa sepasang teropong ketika dia kembali.

“Oh! Bisakah aku melihatnya?” tanyaku antusias.

Aku mulai merebut teropong itu namun kakakku mendorongku.

“Tidak, aku duluan!” tangkisnya sambik tertawa.
“Aku yang paling tua, kau boleh melihatnya kalau aku sudah selesai”.

Segera setelah dia menempelkan teropong itu dimatanya, aku menyadari ekspresi wajahnya berubah. wajahnya berubah pucat dan dia mulai berkeringat. Dia menjatuhkan teropong itu dan aku bisa melihat ketakutan dimatanya.

“Apa itu?” tanyaku gugup.
“Itu dia, itu dia, itu dia” kakakku membalas pelan.

(Itu bukan suara kakakku). Tanpa berkata-kata lain, dia berpaling dan kembali menuju kerumah. Aku merasakan sesuatu yang tak beres. dengan tangan yang gemetar, aku membungkuk dan mengambil teropong itu, namun aku terlalu takut untuk melihatnya. Di kejauhan, benda putih itu masih bergerak dan berbelok. Saat itu juga kakekku berlari menghampiriku.

“Apa yang kau lakukan dengan teropong itu?” tanyanya.
“Tidak ada. Aku hanya ingin melihat benda putih disebelah sana”.
“Apa? Kau tidak boleh melihat kesana!” teriaknya

Kakek merebut teropong itu dari genggamanku.

“Apa kau melihatnya? Apa kau sudah melihatnya melalui teropong itu?” tanya kakek dengan marah.
“Tidak, belum” jawabku dengan suara tertahan.
“Bagus, syukurlah” kakekku menghela nafas lega.

Tanpa tahu kenapa, dia mengajakku kembali kerumah. Ketika aku berjalan menuju dapur, semua orang menangis. Kakakku berguling-guling dilantai, tertawa seperti orang yang tidak waras. Wajahnya menoleh kebelakang dan tubuhnya bergoyang dan memutar seperti benda putih yang tadi kami lihat. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Sangat menakutkan melihatnya seperti itu. Aku menangis. Dia bukan lagi kakakku. Dia benar-benar sudah kehilangan akalnya.

Hari berikutnya, orang tua kami memutuskan untuk membawa kami pulang. Nenek dan kakek berdiri didepan rumah mereka, melambaikan tangan dengan sedih kepada kami saat mobil mulai bergerak. Aku duduk dibelakang bersama dengan kakakku, menghapus airmata dari mataku. Kakakku masih saja tertawa seperti pasien sakit jiwa. Mereka harus mengikatnya agar dia berhenti bergerak.

Wajahnya berubah dengan seringaian lebar. Dia terlihat senang namun ketika aku melihat matanya, aku sadar dia menangis. Membuatku merinding. Pipinya basah oleh airmata namun dia tetap tertawa dan tertawa. Ayahku meminggirkan mobilnya dan keluar dari mobil. Dia membuang teropongnya dan dengan sangat marah menginjak teropong itu dijalanan. Lalu, tanpa berkata apapun dia kembali kedalam mobil dan melanjutkan perjalanan.

Seseorang lain juga menceritakan pengalamannya yang serupa tentang kunekune ketika dia masih kecil. Ketika aku masih kecil, aku tinggal disebuah kota kecil dipesisir pantai didaerah Chiba. Suatu malam, pamanku mengajakku berjalan-jalan dipinggir pantai. Sambil berjalan menyusuri pantai, aku melihat sesuatu berwarna putih ditengah laut. Sesuatu itu berbentuk panjang dan bergerak bolak balik. Aku penasaran apa itu.

“Apa itu yang berada di tengah laut?” tanyaku pada paman.

Dia menatap benda itu dan kulihat matanya melebar dan wajahnya berubah pucat. Ada ketakutan dimatanya. Dia tidak bisa berhenti menatap benda itu.

“selamatkan nyawamu!” teriaknya.

Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi aku merasa ketakutan, aku berlari menuju kerumah dan menceritakannya pada kakekku. Dia pun berubah pucat.

“Itu adalah kunekune. Kau beruntung bisa lari dari makhluk itu. Kau tidak boleh menatapnya langsung. Di mana pamanmu?” katanya.
“Dia masih dipantai” jawabku, suaraku gemetar.
“Aku harus menyelamatkan anakku” kata kakekku dan dia berlari menuju pantai.

Aku mengikutinya dekat dibelakangnya, khawatir dan ketakutan. Dari jauh, aku bisa melihat pamanku berdiri dipinggir pantai. Berdiri membeku ditempat yang sama, menatap sesuatu yang berwarna putih itu, jauh ditengah laut. Kakek mematahkan cabang pohon dan mendekati paman, lalu mengucapkan mantra-mantra sembari menunduk kebawah dan berhati-hati untuk tidak menatap sesuatu itu.

Kakekku berhasil membawa pamanku pulang. Meskipun dia selamat, dia menderita gangguan mental seumur hidupnya. Sejak itu terjadi dia harus keluar masuk rumah sakit jiwa. Dia tidak pernah lagi bisa menjadi seperti orang normal setelah melihat kunekune itu.

Urban Legend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang