Rahasia 🍟

83 13 1
                                    

Hari ini gue lagi mager - mageran di rumah si Alya temen bangku gue yang mukanya kayak barbie . Si Adel nggak bisa ikut, gara - gara ada acara keluarga. Sedangkan si Tari? Lagi ngabisin tisu ngelapin air matanya sama ingusnya. Sebenernya gue sama Alya mau nemenin Tari, tapi dia nolak. Ya jadilah berakhir gue makan brownies keju di atas kasur empuk Alya.

Gue menatap seisi kamar Alya yang di dominasi warna hijau - putih, entah apa yang buat si Alya suka sama warna hijau. Gue berjalan menuju meja berlajarnya yang tampak berantakan dengan beberapa buku pelajaran, kotak pensil, majalah, dan buku kecil berwarna hijau muda.

Gue memperhatikan buku kecil itu, lalu mengambilnya karena tingkat penasaran gue udah di level 100%.
Kebetulan si Alya lagi ke indomart beli beberapa snack.

Gue membuka halaman pertama buku kecil itu dan tertulis  "Alya yang punya, jadi kalo mau buka harus minta ijin". Buset alay amat ni bocah.

Lalu gue membuka halaman selanjutnya. Dan di situ gue sama sekali nggak percaya sama apa yang gue baca.

"Hari ini gue kesel banget, gara - gara si Devan manis banget sama si Tari. Suap-suapan lah, cubit pipilah. Mereka nggak mikirin perasaan gue yang udah rapuh, sakit. Ya mungkin gue salah udah suka sama pacar sahabat gue sendiri, tapi bagaimana lagi semuanya udah terjadi. Dan gue nggak bisa berhenti buat suka, cinta sama Devan.

Apa gue harus rasaiin semua ini sendirian? menahan rasa ini semua sendirian? memendam rasa ini sendirian? Jujur gue nggak bisa buat itu semua. Devan jahat menurut gue, udah sakitin tapi juga buat gue susah ngelupaiin dia.

Devan gue sayang, cinta sama lo. Dan selamanya akan begitu."

Gue nggak sanggup baca halaman selanjutnya, lalu gue tutup tu buku dan kembalikan ke tempatnya. Ternyata selama ini Alya suka bahkan cinta sama si Devan? Tapi kenapa dia kagak pernah cerita.

"Shei  lo ngapain?", tanya suara yang membuat gue langsung membalikan badan dan menatap Alya sedikit agak kecewa.

"Nggak gue cuma, mau minjam majalah lo", ucap gue lalu kembali berjalan menuju kasur Alya. Entah kenapa untuk saat ini gue mau pulang, dan nggak mau liat muka Alya. Menurut gue Alya bodoh , bego, sengklek banget. Kalo dia suka sama si Devan, kenapa saat si Devan udah jadi pacar si Tari?

"Shei ni jajan kesukaan lo", ucap Alya lalu membuang sebungkus snak ke arah gue.

Dengan terpaksa gue ambil tu bungkusan snack dan merobeknya cepat. Alya duduk di kursi meja belajarnya, entah apa yang dia lakukan. Gue yang baru aja baca tu buku merasa harus menanyakannya pada Alya, tapi gue rasa entaran dulu deh tunggu waktu yang tepat.

Alya membalikkan kursinya menjadi hadap gue, "menurut lo apa si Devan sama si Tari akan balikkan?", pertanyaan dari Alya sukses membuat gue keselek keripik kentang yang gue makan.

Alya berjalan mendekati nakas dan mengambil air putih lalu memberikannya ke gue, satu tegukan volume air udah jadi setengah gelas.

"Kenapa lo?", tanya Alya kembali ke kursi berwarna hijau di hadapan gue.

Gue menatap Alya sebentar, lalu kembali memakan keripik kentang.

"Ya menurut gue si Devan sama Tari bakal balikkan lah. Lo nggak liat apa sayangnya Tari ke Devan begitu juga sebaliknya", jawab gue. Mimik muka Alya terlihat sedikit kecewa dan sedih.

"Shei...", panggil Alya  berjalan ke arah gue sambil membawa buku hijau yang gue baca tadi.

Gue sontak langsung merubah posisi yang awalnya tengkurep jadi duduk berhadapan dengan Alya.

"Gue mau kasi tau sesuatu sama lo", ucap Alya sambil menatap buku hijau di tangannya.

Gue bergeming, membiarkan Alya melanjutkan perkataannya.

"Sebenernya gue.. "

"Gue suka sama Devan ", ucap Alya sambil menutup matanya mungkin karena takut gue akan marah. Sedangkan gue b aja, karena udah tau masalah ini duluan.

Alya membuka matanya dan menatap gue bingung, "lo nggak marah?".

Gue membuang arah pandangan gue, " Kenapa lo baru kasi tau gue sekarang?", tanya gue langsung pada intinya . Asek lah!.

Alya diam, matanya udah mulai berkaca. "Gue .. gue takut lo, Adel, bahkan Tari akan marah sama gue. Karena gue udah..".

"Udah suka bahkan cinta sama si Devan, iya?", potong gue lalu gue menatap wajah Alya yang udah basah dengan air mata.

"Justru itu Al, gue akan lebih marah sama lo kalo sekarang lo baru kasi tau . Gue tau lo suka sama Devan jauh sebelum Tari sama Devan PDKT terus pacaran, kenapa? Mungkin kalo lo kasi tau jauh sebelum itu mungkin gue, Adel, bahkan Tari akan bantuin lo PDKT sama Devan. Lah sekarang, kalo Tari tau masalah ini mungkin dia akan marah besar sama lo. Ya gue tau Devan udah putus sama Tari, tapi sayangnya Tari ke Devan nggak akan pernah putus", ucap gue yang membuat air mata Alya semakin turun dengan deras.

"Maaf Al gue bicara kayak gini, biar lo sadar arti persahabatan. Sahabat mana yang nggak marah kalo dia tau sabahatnya sendiri memendam rasa sendirian. Sahabat mana yang akan sedih kalo sahabatnya sendiri sedang terpuruk, rapuh. Tapi untuk saat ini gue harap lo jangan kasi tau masalah ini ke Adel atau Tari, ini buat kebaikan kita bersama. Mungkin setelah beberapa bulan, setelah Tari bisa move on dari Devan gue akan jelasin masalah ini baik - baik ke Tari sama Adel".

"Maaf Al udah marahin lo, tapi semoga lo ngerti", ucap gue lalu beranjak pergi dari kamar Alya untuk pulang ke rumah. Tapi sebelum  itu gue ambil teh kotak yang di beli Alya di atas meja belajarnya.

"Thanks buat teh sama snacknya Al",ucap gue sambil tersenyum. Alya menoleh dan mengacungkan ibu jarinya ke udara.

 D E V A N OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang