"Aku tidak mengerti lagi denganmu, aku mendekat dan kamu menjauh. Cukup. Biar aku saja yang merasakan "
Gue memakan sarapan yang tersaji di hadapan gue, memandangnya dengan tidak nafsu. Nasi kuning kang Ucup kini bahkan bisa di katakan bukan lagi sarapan favorit gue.
Hari ini ada hari kedua Devan diemin gue dan sampai saat ini juga gue bahkan nggak tau salah gue apa sampe bikin Devan menjauh dan berakhir hubungan persahabatan kita jadi renggang.
Drtt..Drtt.
Gue menggeser layar ponsel gue dan tertera nama "Adelbebqueh".
From : Adelbebqueh
gue udh depan rmh gue, gercep bukain pintu
D
engan malas gue beranjak dari kursi dan langsung berjalan menuju pintu utama.
Ceklek.
"Hai Shei... "
Gue tersenyum.
"Masuk Del", ucap gue mempersilahkan Adel masuk.
Adel seperti biasa langsung duduk manis di depan tv sambil ngemil kue kering rasa keju buatan bunda.
Sedangkan gue ngambil tas selempang yang masih tergelatak manis di meja makan. Dan kembali menuju ruang tv.
Gue duduk di samping Adel dan menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sembilan.
"Kenapa?", tanya Adel masih mengunyah kue kering .
"Gue nggak ngerti lagi sama Devan", ucap gue pasrah.
"Shei...Dengerin gue, kalo emang Devan itu cowok gentle dia akan nemuin lo dan jelasin semua. Shei kadang kita harus menjauh bukan karena benci, tapi membuat orang itu sadar bahwa kita menjauh untuk menghentikan rasa sakit".
Gue menatap Adel sendu. Bener gue harus menjauh. Tapi perasaan gue nggak bisa untuk itu semua.
"Lo bisa kan?"
Gue mengangguk meyakinkan hati gue untuk mengikuti saran Adel.Walau pada kenyataannya gue nggak bisa untuk itu semua.
---------
Author Point Of ViewJam istirahat pertama telah berdenting 15 menit yang lalu, tapi kini cowok yang sedang duduk di rooftop sekolah masih enggan untuk pergi ke kantin.
Sedari tadi Devan hanya diam di rooftop dan meninggalkan jam pelajaran tanpa ada keterangan.
"Bro!", panggil seseorang yang langsung mengambil posisi duduk di samping Devan.
"Nggak ke kantin?", Devan menoleh lalu menggeleng sebagai jawaban pertanyaan Haris.
"Lo masih marah sama Galang?", tanya Haris sambil menepuk bahu Devan.
"Nggak usah sebut nama dia lagi!".
Haris menghelas nafas. Dirinya sangat prihatin dengan kejadian kemarin, dimana dua sahabatnya adu jotos karena masalah wanita.
"Van maaf sebelumnya, tapi di sini gue cuma pengen bilang lo seharusnya tanya sama diri lo sendiri sebelum ngelakuin sesuatu. Maksud gue kenapa lo kemarin adu jotos sama Galang cuma karena Galang bantuin Sheila bawain buku ke kelas"
"Karena gue nggak suka liat Galang deket sama Sheila", ucap Devan dingin sambil menatap Haris.
"Cuma itu?Apa lo yakin?"
"Maksud lo?"
Haris tersenyum, "Jawabannya ada pada diri lo sendiri. Dan tugas lo sekarang tanya ke diri lo kenapa seorang Devano marah kalo Sheila deket sama Galang", ucap Haris sambil menepuk bahu Devan dan berjalan meninggalkan sahabatnya itu sendirian.
Devan menatap kepergian Haris sambil mencerna kata-kata dari sahabatnya itu. Dirinya harus bertanya pada diri sendiri?
Tentang apa?
Apa yang harus Devan tanyakan?
Semuanya begitu abu-abu bagi Devan.
Apakah tentang perasaannya terhadap Sheila? Tapi Devan hanya menganggapnya sebagai sahabat dan tidak lebih.--------
Malam ini Sheila masih menatap rumah berwarna cream di hadapannya dari jendela ruang tamu. Menunggu sampai motor ninja milik Devan datang dan terparkir di garasi luas itu.
Malam ini Sheila berusaha untuk menjadi sedikit dewasa dengan menyapa Devan duluan. Karena ia pikir kalo tidak ada salah satu yang memulainya semuanya tidak akan pernah selsai. Setidaknya begitu kata bundanya.
Tak berapa lama sebuah motor ninja yang ditunggu datang dengan seorang lelaki yang masih memakai baju seragam sekolah yang sedikit berantakan. Dengan semangat Sheila mengambil plastik berisikan kentang Mcd yang sengaja ia belikan untuk Devan.
Sheila menghela nafas dan berjalan keluar rumah menemui Devan. Dirinya berharap masalah diantara keduanya cepat selsai dan keadaan kembali seperti semula. Ya,Sheila sangat berharap untuk itu.
"Van..", panggil Sheila dengan senyuman manis di wajah cantiknya.
Yang dipanggil menoleh sambil menaruh helm hitam miliknya diatas motor .
Devan dengan cepat menghindar dan masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Sheila yang berteriak memanggil namanya.
"Devan!!"
"Devan dengerin dulu gue mau ngomong!!"
"DEVAN PLEASE!".
Devan menghentikan pergerakan kakinya.
Sheila menghela nafas sambil menahan air matanya yang sedari tadi ingin jatuh .
"Seenggaknya lo dengerin gue untuk saat ini. Gue cuma mau ngasih makanan favorit lo, gue nggak minta banyak. Lo ambil kentang ini dan kalo lo nggak mau makan kentanya juga nggak papa".
"Van asal lo tau, gue punya perasaan. Lo ngejauhin gue tanpa alasan yang jelas , yang bahkan gue sendiri sulit untuk memecahkan teka - teki kenapa lo jauhin gue. Van, gue cuma ingin lo kembali seperti dulu lagi. Nggak kayak gini diemin gue tanpa alasan yang jelas. Misalnya kalo gue ada salah sama lo gue minta maaf. Tapi lo harus inget gue punya perasaan dan suatu saat mungkin perasaan itu akan hilang", ucap Sheila lalu berlari meninggalkan Devan dan juga sebungkus kentang Mcd yang mungkin sudah tidak hangat lagi.
Seperti hubungan keduanya DINGIN bagaikan kulkas. Tidak seperti dahulu HANGAT bagaikan oven.
KAMU SEDANG MEMBACA
D E V A N O
Novela Juvenil"Shei, kalo gue beneran suka sama lo gimana?" "........."