Bagian Pertama

8.2K 860 123
                                    

Namanya Ambara, perempuan yang kelihatannya dewasa padahal manja.
Ambara berisik sekali, suka iseng dan tiba-tiba bernyanyi sesuka hati. Dia selalu menyebutku galak tiap kali aku pura-pura membentak.

Buk!!!

"Aduh! Dih!" pekik Ambara seraya menepuk keras punggungku yang sedari tadi berjalan di depannya.

"Makanya lihat ke depan, nunduk terus mau cari apa?"

Ambara manyun.
Sebetulnya aku sengaja mendadak berhenti berjalan supaya Ambara menabrak punggungku. Aku suka menggodanya, Ambara lucu.

Bersamanya, aku jadi lebih memperhatikan hal-hal sederhana. Misalnya, memastikan jika tali sepatuku telah terikat semua, aku tidak ingin ceroboh menginjak kemudian jatuh di depan Ambara. Aku ingin terlihat sempurna. Termasuk menyembunyikan pipiku yang merona tiap kali mataku terlalu lama menatapnya.

Kamu tahu?
Perempuan ini aneh luar biasa, dia tidak suka coklat, tidak suka es krim, tidak suka alpukat. Semua yang enak-enak dia tidak suka, bikin mual katanya.

Ambara masih manyun saat tahu aku mengajaknya ke kedai es krim, kemudian tiba-tiba tertawa dan menjadi senang seketika saat melihat es krim berbentuk mie di depannya.

"Suka?" tanyaku.

"Aku suka!"

"Santai aja, ngga perlu teriak juga kan."

"Kamu ngga bisa sekali aja ngga judes? Kamu suka juga kan?"

Aku menatap Ambara sekilas, mulutnya belepotan, piringnya berantakan.

"Diem deh ya. Cepet makan," kataku datar.

Iya Ambara, aku suka. Terhadap semua yang sedang ada di depanku, aku suka.
Termasuk, kamu.

***

Ambara, kamu tahu mengapa manusia mempunyai dua telinga tapi cuma mempunyai mulut satu saja?

Kata orang sih, karena lebih baik mendengarkan daripada terus memproduksi omelan. Aku rasa itu bukan alasanku ketika memilih diam dan mendengarkanmu.

Jujur saja, tiap kali melihatmu cemberut atau menghela napas dalam-dalam, judesku mendadak kabur. Entah sedang liburan atau ikut studi tur. Harusnya dia tidak pergi sendiri, tetapi membawa serta sedihmu yang doyan menghampiri.

Ambara, aku hanya mampu bertingkah konyol dua kali:
Yang pertama saat aku kelupaan membawa SIM, kemudian sedang sial dicegat polisi sampai harus merayu-rayu supaya dibiarkan pergi.
Yang kedua saat hanya tebakan "BuluBend" yang mampu kuingat—karena tiap kali berada di dekatmu, otakku tiba-tiba tak berisi.

Oh iya, Ambara.
Jadi sebenarnya mengapa manusia punya dua telinga tapi cuma satu mulut saja?

Karena dirimu istimewa dan tiap-tiap kisahmu sangat berharga. Kadang manusia hanya butuh mengeluarkan segala keluh kesah, dan aku bahagia meski hanya menjadi pendengar cerita.

"Dih! Sana, jangan nempel-nempel pundakku terus deh!" alisku mengkerut.

Ambara, biasanya judesku kembali dari liburan ketika di wajahmu sudah terbit lagi senyuman. Judesku ini setia, selalu membantuku menyembunyikan rasa cinta.

Ambara & KawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang