"Tris... besok tanggal 1 November kan?"
"Kalau di kalender begitu.""Polandia. Jadi? Besok berangkat ya?"
"Ya. Rembulan, kamu mau ikut? Susul aku ya. Tahun depan ?""Ga semudah itu Tris, aku tidak ada keperluan apa - apa di sana."
" Baiklah, aku akan berdoa saja semoga kamu mendapat beasiswa di sana.""Baik sekali kamu mendoakan ku. Terimakasih."
"Jangan lupa komitmen kita. Beri aku kabar.""Pasti."
"Kamu, mau nitip apa?""Titip salam untuk tempat - tempat indah di sana. "
"Untuk siapa?""Untuk Sungai Vistula yang akan kamu lihat setiap hari. Lihatlah airnya yang akan berkelana, tidak hanya di Warsawa si ibukota Polandia, tapi juga berkelana hingga Ukraina, Belarus, dan Slowakia. Air itu cerminan dirimu yang tidak akan pernah berhenti melangkah. Dan melangkah yang baik bukan hanya langkahan kaki tapi juga jiwa yang semakin bertumbuh."
"Baik ibu guru. Petuah ibu akan menjadi bekal perjalananku.""Titip salam juga pada tempat yang mungkin akan menjadi favoritmu nanti. Bangunan - bangunan eksotis di kawasan Old Town. Warna - warna pastelnya yang cantik adalah cerminan semangat mu Tris. Semangat muda yang tidak akan pernah layu. Juga arsitektur kunonya yang mengandung sejarah. Agar kamu ingat sejarahmu bisa berada di sana. Orang- orang di sini mencintai mu Tris. Kalau kamu belum setuju saat ini, aku harap akan terjadi nanti."
"Ah Rembulan, kamu mencoba merayuku ya. Ayo, kamu mau nitip apa lagi?"" Itu saja Tris. Aku rasa cukup."
"Hehm, kalau begitu aku akan tambahkan foto patung Frederic Copin ya. Murni hasil jepretanku. Dia adalah musisi dunia asal Warsawa, kehebatanya sejajar dengan Mozart dan Bethoven. Patungnya berada di Lazienki Park. Taman yang cantik , aku harap kamu akan kesana suatu saat nanti.""Terimakasih.Tapi kalau cuma foto, aku bisa download dari google."
"Apa??""Tidak apa - apa. Hanya bercanda."
"Rembulan mulai bisa bercanda.""Selamat berpisah, Tristan."
Lagi lagi dan lagi, alam yang maha baik mempertemukanku dengan gadis itu secara tiba- tiba. Setelah pertemuanku yang terakhir dua minggu sebelumnya, kita memang tidak bersua lagi. Sore itu, saat aku melenggang di taman kampus untuk terakhir kalinya, gadis itu memanggil ku. Percakapan kami tadi adalah yang terpanjang sepanjang sejarah pertemuan kami. Biasanya, maksimal hanya empat kalimat. Sungguh. Aneh ya. Dua kalimat pertanyaan darinya, dan dua kalimat jawaban dariku. Atau sebaliknya. Aku merasa sangat ajaib jika sore ini bisa membicarakan Polandia, tepatnya Warsawa. Tempat dimana aku akan memulai hidup baru. Dan kalimat perpisahan darinya benar- benar membuatku merasa berat. Ada serpihan rasa pedih di hati yang sebelumnya sama sekali tidak pernah aku rasakan.
Aku melihat wajahnya cukup lama, wajah cantiknya tampak mendung sore itu. Aku pun sebenarnya lebih mendung dari dia.Angin menyapu debu- debu di atas tanah, bertabur menghalangi tatapan kami, mengejek kekakuanku detik itu. Jika boleh GR mungkin saja dia sedih karena akan pisah dengan ku. Tanpa dia tahu, sejujurnya akulah yang sangat takut berpisah dengannya. Sampai - sampai aku
bingung harus menjawab bagaimana. Menjabat tangannya untuk terakhir kali? Ah terlalu aneh. Atau aku harus memeluknya? Sepertinya tak mungkin.
Lalu, muncullah sebuah kalimat..."Aku ada farewell. Jangan lupa ya."
Aku lupa kalau sebenarnya aku memang tidak akan mengundangnya. Takut. Takut aku jadi lebih berat untuk pergi.
"Jangan lupa apa?" tanyanya.
"Jangan lupa bawa kado."
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon
RomanceBagi Tristan semua yang ada di lingkungannya hanyalah kepalsuan. Ia benci saat orang - orang berpura - pura baik padanya bukan karena tulus namun karena ada udang di balik batu. Ia kecewa dengan keluarganya yang manis di luar namun sebenarnya sudah...