Untuk meredam kekesalanku, Abiyasa mengajakku menepi ke pinggir jalan dan minum kopi sejenak di kawasan Old Town.
Kami duduk di kursi kayu di kafe Restaurajca Ceprownia yang bernuansa kecoklatan. Kala itu Kafe dipadati pengunjung. Kami duduk tepat di table paling tengah. Dibelakang kami tampak sebuah mini bar yang di rak nya disusun aneka minuman berlakohol.Tapi tentu kami tak memesannya dan lebih memilih Kopi bubuk.Aku mengetuk ngetukkan telunjuk kanan kemeja dengen frekeuensi sangat cepat pertanda emosi yang masih belum pulih sementara raut mukaku sudah pasti tak enak dipandang. Abiyasa cuek saja pada sikap emosionalku walau aku tahu dia pasti merasa berisik mendengar suara ketukan jariku, ia mengalihkannya dengan menikmati secangkir kopi pesanannya ditambah lagi ia asyik membaca majalah yang disediakan gratis di cafe itu.
Lima belas menit berlalu suasana hatiku masih belum pulih. Abiyasa menyenggol lenganku dengan sikunya, lalu matanya memberi kode agar aku melirik ke arah jam sembilan yang tak lain adalah dua orang gadis Poland sedang duduk manis bercengkerama sambil menikmati cemilannya.
Oke terimakasih brother tapi untuk kali ini aku lebih memilih memalingkan badan dari pandangan menggiurkan itu.Abiyasa pun kembali membaca majalah saat mendapati tubuhku malah berganti arah memunggungi pemandangan tadi.
Dua detik kemudian HP ku berbunyi, kulihat di layar ternyata Leo menelepon.
"Ya ? aku di Restaurajca Ceprownia"
ujarku pada bocah itu yang hanya dijawab dengan kata "Aku kesana Man...."
Yang artinya beberapa menit lagi si tupai lincah itu sudah menunjukkan batang hidungnya di hadapanku.
Benar saja dua puluh menit kemudian Leo si bocah kelahiran Jogja yang kebule bulean karena neneknya memang bule Inggris itu menerobos masuk kafe dengan body languange yang sama sekali tidak santai. Ia mendorong pintu kaca depan dan langsung menemukan aku dan Abiyasa di meja tengah.
"Seperti pepatah kuno yang bilang kalau kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Juga seperti para runner up ajang pencarian bakat yang kebanyakan lebih sukses daripada winner nya. " Leo langsung menyambar bak seorang pujangga.
Aku melihatnya tak percaya. Ya karena itulah cara kami saling mengabarkan berita gembira. Mengucapkannya dengan pepatah ala - ala penyair kesiangan. Aku tidak percaya Leo akan membawa kabar baik. Tapi aku juga yakin kalau dia tidak akan bohong. Akhirnya dengan mata penuh harap dan raut muka yang mendadak happy aku melanjutkan kalimat Leo.
" Lucky Man !" Ucapku. Itu password kami, dan jika ia menjawab dengan kata yang sama maka sudah dipastikan ada kabar gembira untuk kita.
"Lucky Man" Jawab leonel kegirangan.
"WE ARE LUCKY !!"
Kami berteriak bersama lalu berangkulan.Setelah itu ak tak lupa memberi kode kalau Abiyasa ada di sebelahku. Leo lalu menjabat tangan Abiyasa. Keduanya sudah saling kenal sejak kami sama sama berkuliah di Jogja. Abiyasa tetap duduk dengan raut coolnya.
"Jadi... apa? Aku tak sabar menunggu penjelasan Leo.
" Fashion Magazine mengontak dan setuju bikin kontrak untuk program baru di majalahnya. Rubrik travelling! Nilainya lebih dari lumayan. Ini langkah awal kita buat bisa eksis lagi bro !"Oh thanks God akhirnya kabar baik itu datang juga, aku tidak peduli berapa nominalnya yang jelas Fashion Magazine adalah salah satu majalah terkenal di Polandia dan menjalin kerjasama dengan Fashion Magazine adalah kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan.
Aku langsung menyeret Leo keluar cafe. Aku ingin membawanya kembali ke apartemen untuk berdiskusi mempersiapkan semuanya. Kami pun berlari kegirangan seperti anak kecil yang diizinkan bermain hujan. Sampai- sampai Abiyasa pun tak aku perdulikan, biarlah jadi tugas dia membayar cemilan di cafe tadi. Dan biarlah dia kembali saja ke Indonesia dengan tangan hampa.
Sampai di apartemen , Aku dan Leo langsung mempelajari kontrak yang ditawarkan Fashion Magazine. Ini seperti mimpi, saat aku sudah patah semangat dan bimbang karena Abiyasa mengajak ku pulang ke Indonesia ditambah lagi Shine merusak susasana dengan menjebakku demi berita settingan , tiba-tiba Leo datang membawa kabar yang mendengarnya saja seperti mendapat durian runtuh.
Meeting kami berjalan singkat , pasal- pasal di kontrak yang ditawarkan dengan mudah kami pahami dan kami terima, lusa pun Leo akan mewakili kami untuk sign kontrak.Tak berapa lama setelah meeting, Leo pamit karena dia sudah ada janji dengan keluarganya untuk makan malam bersama.**
Sekarang aku sendiri di kamar, memandangai dinding yang dihiasi beberapa hasil foto ku. Kebanyakan bertema kehidupan di jalanan Polandia. Mulai dari hiruk pikuk pagi, sampai suasana romantis di saat senja. Aku sangat senang menggabungkan antara langit, bangunan, jalanan dan perilaku manusia. Seolah aku bisa membungkus dunia dalam kemasan kecil yang bila dipandangi akan menginspirasi orang yang melihatnya.Aku melangkah ke lemari tempatku menyimpan kamera. Perlahan kubuka pintu lemari dan langsung kudapati kameraku bertengger rapi di rak paling tengah. Segera aku angkat kembali kameraku dan kupandangi seolah dengan melihatnya aku bisa mengenang kembali banyak moment yang sudah kuabadikan dengan kamera itu. Entah mengapa pikiranku kembali lagi saat aku menjadi seorang pencuri moment tingkah laku gadis yang amat aku rindukan.
Gadis yang sangat ingin aku jadikan pendamping hari – hariku tapi karena kebimbanganku kamipun harus berpisah. Aku sempat mencuri fotonya diam- diam dan tanpa berani melihatnya lagi saat ini , karena aku takut bila itu hanya mengakibatkan rindu tanpa balasan.
Namun sekarang, saat semangatku sedikit mulai pulih lagi sepertinya tak ada alasan untuk takut mengambil tantangan itu. Ya, aku akan kembali lagi menyapa gadis itu walaupun kehilangan adalah risikonya.Aku segera duduk di meja kerjaku, membuka Mac Book dan memberanikan diri log in ke akun Gmail, kemudian mengetik sebuah alamat email dan mengklik 'search'
Hatiku berdetak cepat, bercampur antara bahagia, takut dan penasaran.
Akhirnya kutemukan beberapa email darinya. Perlu lima detik untuk diam sebelum aku berani menjatuhkan telunjuk ke tombol enter untuk membuka pesannya.Seperti mendapat durian runtuh, perasaan Tristan kembali membaik, namun sudah siapkah ia kembali menyapa pujaannya ??

KAMU SEDANG MEMBACA
Moon
RomanceBagi Tristan semua yang ada di lingkungannya hanyalah kepalsuan. Ia benci saat orang - orang berpura - pura baik padanya bukan karena tulus namun karena ada udang di balik batu. Ia kecewa dengan keluarganya yang manis di luar namun sebenarnya sudah...