Yogyakarta,2011"Thanks Tristan, foto Frederic Chopin nya sudah aku terima. It's romantic , wonderful and inspiring "
Tiga kata terakhir yang kutulis di email untuk Tristan sebenarnya bukan untuk memuji karya agung patung Frederic Chopin, musisi kebanggan Warsawa yang patungnya bertengger gagah di Lazienzy Park.
Tiga kata itu sebenarnya ungkapan rindu seorang gadis untuk seseorang yang ia kagumi.2009, saat aku sibuk dengan perkuliahan, organisasi dan mulai mencoba berbisnis ala- ala etreprenur muda, saat itu pulalah bumbu kisah manis ku dengan Tristan dimulai.
Tidak ada yang pernah menyatakan perasaan masing - masing, yang ada hanya pertemuan yang kebetulan, dialog singkat yang selalu bersambung dari hari ke hari, serta perpisahan yang tiba-tiba.Bahkan aku masih tidak yakin dengan apa yang Tristan ucapkan saat pertemuan terakhir kami sebelum ia terbang melanjutkan S2 ke Polandia .
Dia bilang " kita harus saling bertukar email untuk menceritaakn kehidupan kita dan memberi semangat satu sama lain."Dulu aku berpikir kalimat itu adalah sebuah komitmen. Tapi faktanya , setelah aku dengan polos , jujur dan selalu semangat berkirim email padanya, tak pernah ada balasan dari Tristan.
Dia seolah hilang untukku, walaupun dia masih ada untuk bumi ini.Saat itulah aku tidak lagi menganggap kalimatnya dulu sebagai komitmen, tapi hanya sebagai basa- basi.
Sekarang, aku yang seharusnya move on dan pergi jauh dari kenangan bersama Tristan justru jalan di tempat dan meracik kenangan itu menjadi sebuah peluang.Kadang aku menertawakan sikap ku ini, tapi bukan calon entrepreneur muda bila tidak bisa membuat kumpulan email ku menjadi sebuah sebuah buku fiksi yang laris di toko buku.
Ah itu masih khayalan, yang ada aku masih saja menjadikan kumpulan email ku menjadi penyemangat diriku sendiri. Dan berharap di ujung waktu, akan ada sebuah balasan yang indah dari Tristan.Hari ini,aku menyelesaikan kelas kuliah S1 terakhirku sebelum mengerjakan skripsi. Ini adalah pencapaian yang membahagiakan. Selain bersyukur kepada Tuhan, rasanya aku ingin sekali membagi kebahagiaan ku pada seseorang. Dulu beberapa tahun lalu , aku masih memiliki dia yang setia mendengar cerita tentang apa yang aku alami setiap hari.
Aku selalu tak sengaja bertemu dengannya , lalu bumi seperti menyediakan sisi kecilnya dan sekelumit waktu untuk kami bersapa , menyakan kabar hari ini dan mulut kami pun sering berucap menceritakan apa yang kami alami. Walaupun di tiap momentnya selalu saja sangat singkat , tapi hal itu terasa sangat berarti.
Sampai akhirnya kami berpisah.
Sekali lagi aku katakan : Dia hilang untukku, tapi tidak untuk bumi.
Aku masih melihatnya menjalani hidup barunya lewat social media nya.
Tapi.. tak ada aku disana.Di saat seperti itu, yang aku ingat hanya potongan kenangan yang kadang muncul seperti slideshow di pikiranku. Dan juga ingatan tentang lidahku yang kaku ditemani getaran bibir dan detak jantung yang tak karuan saat dulu aku pernah berbicara padanya.
Tepat pukul 2 siang, aku berdiri persis di depan pintu kelas di lantai 3, berpijak di atas keramik abu-abu sembari membiarkan angin meniup ujung jilbabku.
Aku bergeser sedikit kemudian bersandar di balkon sambil memandangi dedaubab yang lepas dari tangkainya, tanganku merogoh HP di saku, aku mengecek email dan ternyata ada sebuah email masuk sehari yang lalu. Aku langsung membacanya.
" Dear ... Sasi, we will meet soon "
Tristan. Itu email dari nya!
Jantungku berdegup kencang. Email dari Tristan tiba – tiba membuat tubuhku seperti dialiri air panas . Antara senang dan tidak percaya.
Satu kalimat singkat itu cukup menghebohkan diriku siang itu.
Benarkah Tristan akan kembali ? Atau dia hanya bercanda saja ? Apakah Tristan sudah di Indonesia sekarang ? Pikiranku mulai berkecamuk.Aku pun mulai menimbang akan membalasnya atau tidak, dan saat aku akan mulai mengetik, tiba- tiba seseorang menepuk pundakku.
" Sasiiii aku lulus exchange ke UK" Lintang, sahabatku dari jaman SMA muncul dan meneriakkan sebuah kabar gembira.
Buru- buru aku mengantongi HP ku kembali.
"Ahaaa.. selamaat ... harus kita rayakan!!" Aku memeluk Lintang, turut bahagia atas keberhasilannya.
"Aku seneng banget Sas.. akhirnya pecah telor juga"
Lintang mengatakanya dengan nada parau, dan aku melihat matanya berkaca- kaca.Aku turut merasakan keharuan itu.
"Yaudah ayo kita rayain, kita ajak geng anak kos makan pizza hut !" Aku memberikan usul. Makan di Pizza Hut adalah ritual merayakan kebahagiaan yang sering kami lakukan bersama anak satu kos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon
RomansaBagi Tristan semua yang ada di lingkungannya hanyalah kepalsuan. Ia benci saat orang - orang berpura - pura baik padanya bukan karena tulus namun karena ada udang di balik batu. Ia kecewa dengan keluarganya yang manis di luar namun sebenarnya sudah...