Seduhan Air Mata

86 4 0
                                    

Di kala cinta sedang mekar mekarnya kau tak pernah disibukkan menyiramnya. Sosok pria yang jauh disana yang dulu pernah kau cintai mulai datang dan menceritakan kenang. Kenangan tentang bahagiamu dulu dengannya.

Aku bisa apa? Aku yang tak pernah punya rasa cemburu karena kepercayaanku hanya bisa menjadi pendengar setia kisahmu. Pahamlah disini aku benar-benar menangis akan kisahmu yang begitu romantis.  Apa kau tak pernah berpikir bagaimana perasaanku ketika kisahmu dengannya kau ukir.

Tidak.
Tidak.

Aku manusia tangguh. Tak akan menangis hanya karena kisahmu yang kini mulai kau seduh, kau seduh dengan air mata bahagia. Aku paham. Kau bercerita tanpa sedikitpun beban. Bagaimana juga dia pernah ada dalam perasaan. Mungkin kau masih menyimpan rasa dulu yang tak tersampaikan. Biarlah aku di sini menikmati luka yang lebam di sudut harapan. Puaskan, bahagialah kau dengannya, reunilah dengan kenangan, asal kau tak bermain perasaan, aku bisa menerima dengan penuh kesakitan.

Dimana?

Dimana kamu dulu yang ku banggakan? Aku kalah telak dengan dia yang tampan dan mapan. Tapi perihal jarak. Aku menang. Dia jauh di perantauan. Sedangkan aku tiap waktu di pelukan.

Tapi apakah aku hanya pelarian.

Aku bertanya pada diriku sendiri. Aku mencintainya apakah bukan karena kekosongan?

Entah.

Aku atau dia yang salah. Yang jelas aku serius dalam menjalin hubungan. Aku sudah terlalu mencintainya, lalu kau sibuk berbagi kangen dengannya. Aku benci orang ketiga. Tapi apa hakku melarangnya, Kita sama-sama masih remaja, masih selektif siapa yang akan menjadi masa depan kita. Aku pasrah, jika akhirnya hatiku dirundung resah. Itulah cinta yang benar-benar tak ingin berpindah. Ingatlah, saat ini aku milikmu, dan kau milikku. Hargai aku, lihat kecemburuanku mampu membunuh rasa yang berbalut pilu. Aku menunggumu berbagi kisah lagi tentunya, bukan tentang dia yang tak pernah ingin aku dengar.

Sadarlah.
Aku di sini bertahan dengan luka yang terabaikan.

Kembalilah.
Karena melupakan senyummu butuh waktu tak kenal lelah.

Kemarilah.
Kan kuyakinkan bahwa berbagi kisah dengannya masih kalah dengan pelukan yang tak tahu kapan melepasnya.

Skenario Pematah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang