Gerak tangannya berhenti saat kursi di sebelahnya bergeser disertai dengan alat tulis di atas meja. Aroma maskulin langsung tercium, Sefrin menoleh dan mendapati seorang cowok bermata elang yang juga tengah menatapnya. Sefrin segera meluruskan tatapannya ke depan, baru sadar jika Aleta—teman sebangkunya telah berpindah ke meja paling depan. Sedari tadi dia hanya pokus pada sketsa yang di gambarnya, sehingga melewatkan banyak hal yang sedari tadi terjadi di kelas ini.
Sefrin mengerit bingung saat Bu Atni menulis sepuluh soal di atas papan tulis. Dan merasa lebih bingung lagi saat sadar bahwa soal yang ditulis adalah soal pelajaran kelas sepuluh.
“Nih, guru mabok kali ya?!” gumamnya pelan.
Namun, cowok di sebelahnya dapat mendengarnya secara jelas.
“Lo yang mabok!”
Sefrin otomatis menoleh. Mata mereka bertemu dan Sefrin langsung terdiam. Cowok itu menatapnya dengan pandangan seperti ingin membunuhnya.
“Jangan menghakimi Bu Atni. Kalo, yang salah sebenernya lo.”
Raut wajah Sefrin berubah, menusuk mata cowok itu dengan tatapan tajam. “HAM!!! Gue bebas berpendapat.”
Cowok itu tidak menanggapi. Dia kembali memandang lurus ke depan mulai menulis soal pada kertasnya yang masih kosong.“Eh lo!” Desis Sefrin. Membuat cowok itu berhenti menulis, namun tidak menoleh. “Sengak banget lo jadi cowok. Lo ngerasa jadi murid teladan? Gila! Ternyata masih ada ya, orang sok suci di dunia ini.”
Cowok itu kembali menulis mengabaikan Sefrin. Ini pertama kalinya Sefrin diabaikan seburuk ini. Amarahnya sudah mencapai puncak. Tapi, cowok itu terlihat santai tanpa gangguan.
Sefrin mencengkram pensilnya erat dan membuat pola abstrak pada sketsa yang tadi baru di gambarnya.
Amarah yang selama ini di pendamnya serasa tercabik dengan perlakuan cowok itu.
Jangan menghakimi Bu Atni. Kalo, yang salah sebenernya lo.
Jangan salahkan kami. Jika, kamu sendiri yang menyakiti diri pada situasi ini.
Kata-kata itu secara tiba-tiba masuk ke dalam kepalanya secara bergantian, menyadarkan Sefrin jika suatu perasaan tidak nyaman yang selama ini terkubur di hatinya serasa terkoyak. Bahwa, dia yang sebenarnya bersalah. Bahwa, dia yang sebenarnya menyakiti diri pada situasi yang salah. Juga bahwa, ia akan selalu mendapat pengabaian di sisa hidupnya.
Cowok itu sukses melempar Sefrin pada sebuah kenyataan nahas. Realita yang selama ini selalu menghantuinya.
Sefrin terlalu sibuk dengan amarahnya, tak menyadari cowok itu yang tengah menatapnya lekat. Entah mengapa, ada sesuatu dalam sorot mata Sefrin yang membuat hatinya patah. Sorot itu terlalu dilumuri oleh sebuah amarah, juga ada setitik kesepian disana.
Tapi, mengapa?
*****
Siapa yang tidak mengenal Sefrin?
Seorang cewek dengan rambut hitam legam panjang terurai, hidung mancung yang indah, mata bulat hitam cemerlang, juga garis wajah yang sangat memesona. Semua itu Sefrin miliki karena itulah namanya Sefrin Afrodita, Afrodit yang berarti kecantikan diri.Selain fisiknya yang mustahil tidak menarik perhatian, ada daya tarik tersendiri mengapa Sefrin begitu di sukai oleh banyak cowok di sekolahnya. Tentang bagaimana cara berpakaian cewek itu yang tidak mungkin mereka sia-siakan. Dengan seragam putih ketat juga rok abu jauh di atas lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendezvous
Teen FictionSEBAGIAN BESAR SUDAH DI HAPUS! PINDAH KE DREAME Entah berapa banyak dosa yang telah dimilikinya. Sefrin Afrodita selalu mengeluh tentang hidupnya yang dirasa tidak adil. Mulai dari keluarganya yang dengan tega mencampakannya. Lalu sekarang muncul so...