Six

136 11 3
                                    

Pelajaran olahraga telah usai. Sekarang adalah jam yang sudah ditunggu-tunggu dari semua kepenatan siswa siswi yang sudah belajar dari pagi hari. Ya, jam istirahat. Seila dan aku menuju ke loker untuk mengganti pakaian dengan seragam putih abu-abu. Tapi saat aku membuka loker, ada yang tidak beres.

"Ya ampun Ke, siapa yang lakuin ini sama lo?" Tanya Seila panik.
"Gatau deh." Kataku menunduk.
"Tapi Seil lo gamungkin pake seragam kaya gini kan, apalagi lo gak bawa sweater dan gue juga gak bawa." kata Seila dengan sangat cemas.
"Masalah gue pake seragam ini atau enggak gue pasti tetep pake Seil, karena gak mungkin kalo gue pake baju olahraga terus."
"Ke, tapii-"
"Seil, mau gimana lagi?" Kataku sambil menatapnya dan mengigit bibir kiri bawah sedikit, agak ragu.
"Hmm iya bener kata lo, mau gimana lagi?" Kata Seila murung.
"Dah bentar gue ganti baju dulu terus ke kantin ya laper."
"Are you kidding me? Seriously? Dengan seragam seperti ini? Gue bawain makanan buat lo terus kita makan di kelas." Katanya panik.
"Its not verry bad."
"Serah lu dah sana ah."

Aku hanya menatap baju seragamku diam. Tidak habis fikir oleh siapa yang telah melakukannya. Di bagian belakang tepatnya bagian punggung seragam putihku tertulis oleh tinta hitam yang tidak lain adalah spidol "Am Loser!"

Aku diam menunduk. Semua orang terlihat ramai sekali menertawakanku. Mau tidak mau aku harus melewati koridor sekolah yang akan terisi anak-anak dari mulai adik kelas 10 sampai 11. Sebenarnya sebagai kakak kelas tertinggi disekolah ini aku benar-benar sangat malu. Apalagi ketingkatan pamor akan turun nanti. Ah! Aku akan diingat sebagai kakak kelas paling memalukan! Batinku.

Sesampainya di kantin, seragam ini masih menjadi bahan pembicaraan. Bahkan ada sesekali teman sebaya yang melontarkan ucapan pedas dan memalingkan muka tidak suka. Aku hanya menatapnya tajam dan sesekali menunduk. Karena sebenarnya, bukan salah mereka jika mereka ingin tertawa.

"Ke, sabar ya." Kata Seila sambil merangkul pundakku.
"Hmm, gue gapapa ko Seil." Kataku dengan mata agak sedikit memanas.

Aku kembali memakan semangkok bakso tanpa menghiraukan sekitar. Sepertinya Seila juga sudah terbiasa dengan tatapan tidak enak dari siswa siswi lain.
Brug! "Siapa yang nyuruh kalian buat ketawain sahabat gue hah? Siapa? Lo? Sini lo!" Eja meneriaki seisi kanti dan memukul meja lalu menunjuk orang lain asal. Seila yang sedang memakan mie ayam langsung tersedak.

Seketika mereka semua yang menatap Eja berhenti, karena mungkin mereka belum terbiasa dengan kemarahan ketua osisnya yang baik hati itu.
"Ja udah." Kataku pelan.
"Bentar Ke." Ucapnya buru-buru.
"Inget ya lo semua, sampe berani ngadain pembulyan lagi kaya gini. Gue bakal cari orangnya dan gue gak bakal tinggal diem." Ucapnya lagi dengan keras.

Gue? Aku hanya bisa melongo saat melihat Eja tidak seformal biasanya. Sepertinya Eja terlihat sangat marah sampai-sampai ia tidak mengingat posisinya lagi sebagai ketua osis. Seila hanya diam melongo dan sesekali menyenggol siku tanganku dengan tatapan tidak percaya. "Senja lo parah Ke, lagi marah aja tetep ganteng." Bisik Seila pelan. Aku hanya melotot kepadanya.

"Ke aku gak suka ada yang giniin kamu." Ucap Senja dan duduk di hadapanku.
"Tapi Ja, kita juga kan gatau siapa pelakunya. Jadi udah ya Ja jangan dipikirin." Kataku berusaha menenangkan.
"Gue kayanya cari tempat lain aja deh." Ucap seila terburu-buru dan langsung meninggalkan meja aku dengan Eja.
Aku hanya menatap Seila diam.
"Oh iya, nih." Ia melepaskan jacket boomber yang berwarna biru dongker untuk aku pakai.
"Makasih ya Ja." Kataku dengan senyum, namun kali ini seperti ada yang ingin tumpah dari mata yang sudah lama memanas ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story of SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang