Five

192 18 6
                                    

Aku sudah tidur beralaskan kasur empuk di kamarku yang sangat nyaman ini. Bahkan, aku sudah dapat berjalan walaupun harus pelan-pelan. Tetapi aku punya Seila dan Senja yang akan membantu disekolah nanti.

Semua peralatan sekolah sudah disiapkan kecuali hati. Karena sampai kapanpun hati ini tidak pernah siap melihat kebohongan dunia yang selalu muncul setiap harinya.

Aku hanya mengikat semua rambut kebelakang dengan berantakan, dan mengenakan sweater warna pink polos. Terlihat diluar mendung, dan udaranya sangat dingin. Aku mengenakan tas warna hitam bertuliskan converse dan sepatu all star panjang berbahan kulit. Sebenarnya klasik, karena aku tidak suka terlalu berlebihan.

Aku berjalan malas menuruni anak tangga dengan sangat hati-hati. Kaki ini belum sembuh total dan masih harus melakukan check up. Kata dokter, jika dipaksakan melakukan hal yang berat akan menjadi retak tulang yang parah.

"Keke, hari ini kamu diantar bang Aby ke sekolah naik mobil ya."
"Iya bun." Kataku sambil memakan roti isi coklat yang bunda bikinkan.

Seketika handphone ku berdering. Dan aku ambil dari saku rok yang aku kenakan.
"Senja Dikusuma : Hari ini kamu berangkat sekolah sama aku ya, aku bawa mobil."
Terlihat notif pesan line dari Eja.

"Bun kayanya aku sama Eja aja deh, dia bawa mobil." Teriakku, karena bunda sedang di dapur.
"Oh kalo gitu hati-hati sayang." Ucap bunda yang sedang membuat bekal untuk Keila.
"Iya bunda, Keke pergi dulu."
"Iya sayang."

***

"Kaki kamu udah baik-baik aja?" Tanya Eja.
"Udah bisa jalan kok."
"Tapi jalanmu masih gontai."
"Hmm iya." Kataku bergumam.
"Nanti aku anterin sampai depan kelas ya." Katanya dengan senyum.
"Ga usah aku bisa berdiri."
"Udah nurut sama aku."
Eja kembali menatap kedepan sambil kembali menyetir mobilnya.

Eja keliatan lebih possessive dari yang sebelumnya. Mungkin karena insiden, kejadian kemarin. Ia sepertinya lebih berhati-hati dan seolah-olah bertanggung jawab penuh kepada sahabatnya ini. Jangan sampai ku ganti, judul cerita dari cerita ini. Batinku tertawa.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, aku hanya diam. Aku memilih untuk mendengarkan musik-musik klasik yang diputar di dalam mobil Eja. Aku menatap keluar jendela, sepertinya hujan akan turun. Langit pun ikut sedih ternyata.

"Pulang sekolah kita ke rumah pohon ya, udah lama kan ga kesana?" Kataku senyum, namun masih melihat jendela.
"Enggak, kita harus nunggu kaki kamu sembuh."
"Aku udah sembuh." Aku berbalik ke arahnya lalu melotot.
"Hmm oke, tapi kalo hujan ga jadi ya?"
"Iyaa." Kataku datar
"Kamu ini, masih aja suka ngambek kalo ga diturutin." Katanya dengan mencubit pipiku gemas.

Aku yakin sekali wajahku sudah tidak terkontrol. Mukaku yang putih pucat pasti sudah menjadi olahan kepiting rebus matang. Alisku menyerngit bingung harus berbuat apa. Alhasil, aku hanya menatap jendela lagi dengan senyum-senyum tidak jelas.

Aku berdecak pelan. Rintik hujan sudah mulai turun walaupun kecil. Sepatuku yang sudah dicuci minggu lalu pasti akan kotor lagi. Setibanya di parkiran banyak pasir yang terkena air. Menyulitkan aku untuk jalan, yang masih belum bisa berjalan normal ini.

Eja melihatku kasian. Ia mengerti aku sedang kesulitan. Apalagi, aku harus menggunakan bantuan tongkat karena kaki ku belum sembuh total. Dan mungkin, Eja pun merasa bersalah karena jika aku tidak menjadi vokalis bandnya tidak akan terjadi seperti ini.

Story of SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang