Chapter 3 - Matematika

222 10 2
                                    

author time. hello everyone, kembali lagi dengan cerita saya yang mandeg lebih dari tiga bulan ini. Tidak ada alasan yang bagus yang bisa saya berikan kepada kalian untuk menjelaskan kenapa saya baru melanjutkan cerita ini sekarang. Semuanya jelas karena kesalahan saya yang malas. *jangan ditiru ya :)*
Btw, saya melakukan sebuah perubahan kecil pada bab 2, tentang diri Ben yang dinarasikan dari pemikiran Callista. Mungkin kalau kamu ada yang mengingatnya, harap mengganti view kamu karena mulai dari saat ini ceritanya telah berubah he he he...
Dan juga sejak chapter ini saya akan mencoba untuk mempersingkat tiap chapter, agar lebih nyaman untuk dibaca *meskipun tetap saja sepertinya masih cukup panjang*.

So, semoga kamu suka dengan cerita ini dan tetap membacanya. Love you all my readers :)

Chapter 3 – Matematika

Dua hari berselang sejak hari pertama sekolah, tidak ada lagi suara-suara sumbang yang membahas insiden pingsannya Rachel saat itu. Meskipun dapat bernapas lega, ternyata anak-anak kelas XI IPA 1 masih memiliki pembahasan lainnya tentang diri Rachel, yaitu suaranya.

Kemarin, Rachel lagi-lagi menarik perhatian karena Ibu Melinda memintanya untuk menyumbangkan satu-dua lagu sebagai salam perkenalan. Rachel yang sudah menolak berkali-kali tak bisa berbuat banyak karena kemudian siswa-siswi IPA 1 lainnya turut mendukung permintaan guru seni musik itu. Apalagi tiba-tiba saja Ali, siswa pendek yang duduk paling dekat pintu kelas, menawarkan diri untuk mengiringi dengan gitar. Kontan saja siswa lainnya semakin girang hingga terlihat seperti kesurupan menyuruh Rachel untuk cepat-cepat maju ke depan kelas dan unjuk suara, tak pedulikan jelek ataupun merdu hasilnya.

Saat wajah cantik Rachel berdiri di depan dan mulai bernyanyi, semua penonton seakan terpesona dengan penampilan sederhana Rachel namun menyimpan suara yang pasti akan membuat juri ajang bakat di TV swasta akan langsung tekan-tombol-balik-kursi saat lirik pertama baru saja didendangkan. Entah disadarinya atau tidak, Rachel mempunyai suara yang merdu nan khas sehingga terkesan menghipnotis orang yang mendengarnya. Abaikan suara gitar yang dimainkan amburadul karena kesulitan memainkan kord nada lagunya HiVi yang berjudul Pelangi karena memang Ali tidaklah terlalu pandai bermain gitar. Tapi suara Rachel sudah terlalu bagus sehingga rasanya orang budeg pun mungkin akan sembuh bila mendengar suaranya.

"Katanya ada konser Anggun C Sasmi kemarin? Aku mau dengar dong."

Karena terlalu asyik berjalan sambil melamun atas kejadian kemarin, Rachel tidak menyadari kalau Ben ternyata sedang duduk manis di kursinya. Cuek saja, Rachel meletakkan tas di atas meja kemudian duduk di kursi yang ada di sebelah Ben.

Ya, Bu Masri entah kesurupan apa malah menyatukan Ben dan Rachel di meja yang sama. Kalau tujuannya untuk 'menormalkan' tingkah Ben yang onar, sepertinya Bu Masri salah besar.

"Duh, Mbak AgnezMo cuek bener? Entar sepi orderan manggung loh kalau cuek."

"Enggak bolos lagi hari ini? Cari dedek gemes yang baru masuk SMA gitu?" balas Rachel pedas. Sepertinya kehidupan sekolahnya selama satu tahun ke depan akan dihiasi dengan perdebatan-perdebatan tidak penting seperti pagi ini.

Ya Tuhan, semoga saja Bu Masri segera mendapatkan hidayah untuk memindahkan aku atau playboy zaman now ini ke kursi yang lain.

Rachel masih berharap Ben segera meninggalkan kelas karena jam pelajaran akan segera dimulai. Ya, sudah menjadi tradisi di SMA Bunga Bangsa bahwa meskipun tahun ajaran baru dimulai dan kegiatan MOS belum selesai, kegiatan belajar-mengajar seperti biasanya tetap dilaksanakan. MOS hanyalah urusan anak OSIS, dan agar menghindari kehebohan siswa lain yang bukan OSIS untuk ikut-ikutan andil dalam kegiatan resmi sekolah tersebut maka dilaksanakanlah kegiatan belajar-mengajar. Meskipun tetap saja ada beberapa siswa non-OSIS yang bandel dan menyusup ke dalam kegiatan MOS.

MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang