Sakit. Hanya rasa sakit yang dirasakan. Jantungku terasa ditusuk bertubi-tubi. Di setiap detakannya yang sudah tak karuan memukul-mukul dadaku dengan hebatnya. Seruluh syarafku menegang. Sisa napasku tinggal tersisa beberapa detik lagi. Dan perlahan kegelapan mulai menyelimuti pandanganku.
Sakit itu tambah mengganas, ketika secara tiba-tiba sesuatu mengalir cepat di seluruh tubuhku.
Entah apa itu, aku tak tahu. Yang jelas hanya rasa sakit luar biasa yang dirasakan setiap jengkal tubuh yang dilewatinya.Waktu pun semakin menipis. Kesadaranku mulai merayap pergi. Kematian sudah terbayang jelas di hadapanku.
Aku tersenyum. Ternyata Tuhan menyayangiku. Ternyata do'aku dikabulkannya. Bahagia rasanya!
Aku akan meninggalkan dunia fana ini beserta hiruk-pikuknya yang menjengkelkan!
Kuharap secepatnya.Tapi, apakah kalian tahu? Jauh di lubuk terdalam dari relung hatiku, ada rasa kecewa di sana. Rasanya ingin menangis.
Benarkah? Benarkah tak ada cinta yang pantas untukku? Sehingga Dia mengambilku lebih awal sebelum cinta yang menurutku hanya berisi kepalsuan dan penghkianatan itu menyentuhku? Kenapa hanya aku? Kenapa hanya aku yang mengalami ini seorang? Kenapa harus begini?
Kalau aku bisa melakukannya, aku akan membanting kepalaku berkali-kali ke dinding. Tanda aku frustasi berat.
Namun, aku sadar. Jika ini yang terbaik, aku rela.
Ya. Lebih baik mati daripada merasakan apa itu penghkianatan.Ini membuatku tidak peduli lagi dengan yang namanya cinta. Aku tidak mau tahu-menahu lagi dengannya.
Aku muak.
Aku benci.
Samar-samar aku melihat mama. Bisa kulihat walau sekilas, wajah beliau panik. Mungkin panik begitu melihatku tergeletak tak berdaya di lantai kamar.Serta merta mama memekik memanggil papa. Papa datang dan langsung mengendongku.
Terdengar suara gaduh yang tidak terlalu jelas terdengar. Lamat-lamat aku mendengar pekikan minta tolong yang menyedihkan. Suara parau milik papa.
"SIAPAPUN! TOLONG PANGGILKAN AMBULAN UNTUK KAMI!"
Tiba-tiba rasa kasihan dan bersalah terhadap papa menghimpit dadaku. Tapi aku tidak menyesal sempat berbahagia dengan musibah ini tadi. Dengan memfaatkan seluruh sisa tenaga, kucoba menggerakan tangan ke atas, memegang pipi papa dan meminta maaf.
Aku tahu. Kalau aku menghitung dengan rumus waktu dan percepatan serta massa berat , waktu yang memacu cepat di belakang, pasti akan mengalahkanku, mencabut kesadaran sebelum aku sempat menyentuh pipi papa.
Namun, ilmu tak berlaku bagiku sekarang. Mungkin aku bisa mengalahkan waktu dan memegang pipi papa sebelum kesadaranku total menghilang, meskipun itu kemungkinan terkecil. Aku harap bisa melakukannya.
Tapi, sepertinya takdir tidak mengizinkan.
Jangankan untuk mengangkat tangan, bergerak saja tak bisa! Seolah ada sesuatu yang tak terlihat menahan tanganku.Aku kembali mencoba, namun hasilnya tetap nihil.
Rasa Pasrah mulai menyelimuti hatiku di sela-sela rasa sakit yang mengiris-ngiris tubuhku tanpa kata ampun.
Aku pasrah. Siap-siap menyerahkan diri kepada kematian.
Tiba-tiba, sebuah suara bernada lirih berbisik lembut di telingaku. Entah kenapa, secara mendadak rasa rindu membucah di hatiku, padahal aku tidak tahu siapa pemilik suara itu. Seakan suara itu datang dari sebuah sumur dalam yang terlupakan.
Kau hanya milikku seorang...
Seketika pandanganku menjadi gelap dengan sempurna.
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
A Dream (Meskipun Kau Menjauh, Dia Akan Tetap Mendekapmu Dengan Erat...)
Romance(ROMANCE FANTASY) Jantung ini terasa ditusuk bertubi-tubi. Detakannya tak karuan memukul hebat dadaku. Seluruh syaraf tubuhku menegang. Sisa napasku tinggal tersisa beberapa detik lagi. Dan perlahan kegelapan mulai menyelimuti pandanganku. ketika ke...