1.5

79 41 125
                                    

Namun, sepertinya Tuhan masih sayang padaku. Yang jatuh menghantam lantai lebih dahulu adalah tanganku. Dan tentu kepalaku mendarat di atasnya, sehingga benturan tidak terlalu kentara karena kepalaku dibantali tangan. Tapi tetap saja terasa sakit.

Tiba-tiba seperti ombak yang bergulung, ingatan saat SMP kelas 1 yang terlupakan kembali teringat. Berdiri di balik jendela, menatap sendu langit malam penuh bintang. Memimikirkan begitu banyak cerita cinta yang menangis. Berharap agar aku tidak merasakan apa yang dialami oleh mereka.

Tuhan. Dengan penuh harap izinkan aku meminta. Di saat sebuah cinta murni itu langka dari permukaan dunia, aku ingin mendapat cinta murni itu. Sebuah cinta yang bisa mengajarkanku arti hidup di dunia ini. Dan hal terpenting, aku ingin cinta itu membuatku bahagia... tapi jika Aku tidak bisa merasakan cinta itu, tidak apa. Aku ingin Kau memanggilku di sisi-Mu. Agar aku tidak tersentuh oleh sisi hitam dari cinta itu...
Tolong dengarkan... Hanya kepada-Mu aku berharap...

Sakit. Hanya rasa sakit yang dirasakan. Jantungku terasa ditusuk bertubi-tubi. Di setiap detakannya yang sudah tak karuan memukul-mukul dadaku dengan hebatnya. Seruluh syarafku menegang. Sisa napasku tinggal tersisa beberapa detik lagi. Dan perlahan kegelapan mulai menyelimuti pandanganku.

Sakit itu tambah mengganas, ketika secara tiba-tiba sesuatu mengalir cepat di seluruh tubuhku.
Entah apa itu, aku tak tahu. Yang jelas hanya rasa sakit luar biasa yang dirasakan setiap jengkal tubuh yang dilewatinya.

Waktu pun semakin menipis. Kesadaranku mulai merayap pergi. Kematian sudah terbayang jelas di hadapanku.

Aku tersenyum. Ternyata Tuhan menyayangiku. Ternyata do'aku dikabulkannya. Bahagia rasanya!
Aku akan meninggalkan dunia fana ini beserta hiruk-pikuknya yang menjengkelkan!
Kuharap secepatnya.

Tapi, apakah kalian tahu? Jauh di lubuk terdalam dari relung hatiku, ada rasa kecewa di sana. Rasanya ingin menangis.

Benarkah? Benarkah tak ada cinta yang pantas untukku? Sehingga Dia mengambilku lebih awal sebelum cinta yang menurutku hanya berisi kepalsuan dan penghkianatan itu menyentuhku? Kenapa hanya aku? Kenapa hanya aku yang mengalami ini seorang? Kenapa harus begini?

Kalau aku bisa melakukannya, aku akan membanting kepalaku berkali-kali ke dinding. Tanda aku frustasi berat.

Namun, aku sadar. Jika ini yang terbaik, aku rela.
Ya. Lebih baik mati daripada merasakan apa itu penghkianatan.

Ini membuatku tidak peduli lagi dengan yang namanya cinta. Aku tidak mau tahu-menahu lagi dengannya.

Aku muak.

Aku benci.

Samar-samar aku melihat mama. Bisa kulihat walau sekilas, wajah beliau panik. Mungkin panik begitu melihatku tergeletak tak berdaya di lantai kamar.Serta merta mama memekik memanggil papa. Papa datang dan langsung mengendongku.

Terdengar suara gaduh yang tidak terlalu jelas terdengar. Lamat-lamat aku mendengar pekikan minta tolong yang menyedihkan. Suara parau milik papa.

"SIAPAPUN! TOLONG PANGGILKAN AMBULAN UNTUK KAMI!"

Tiba-tiba rasa kasihan dan bersalah terhadap papa menghimpit dadaku. Tapi aku tidak menyesal sempat berbahagia dengan musibah ini tadi. Dengan memfaatkan seluruh sisa tenaga, kucoba menggerakan tangan ke atas, memegang pipi papa dan meminta maaf.

Aku tahu. Kalau aku menghitung dengan rumus waktu dan percepatan serta massa berat , waktu yang memacu cepat di belakang, pasti akan mengalahkanku, mencabut kesadaran sebelum aku sempat menyentuh pipi papa.

Namun, ilmu tak berlaku bagiku sekarang. Mungkin aku bisa mengalahkan waktu dan memegang pipi papa sebelum kesadaranku total menghilang, meskipun itu kemungkinan terkecil. Aku harap bisa melakukannya.

A Dream (Meskipun Kau Menjauh, Dia Akan Tetap Mendekapmu Dengan Erat...)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang