Tujuh tahun kemudian, aku sudah lulus sebagai sarjana dan mulai bekerja di sebuah perusahaan. Mungkin memang bukan perusahaan yang besar, tapi kurasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Berbeda dengan Arin, karirnya melesat dengan cepat dan sekarang dia sudah menjadi seorang komisaris di perusahaan terkenal. Arin adalah anak yang rajin dan pintar, jadi tidak heran dia akan memperoleh karir yang bagus. Terkadang, ia mentraktirku makan di restoran mewah.
“Bagaimana kabarmu dan tunanganmu?” tanyaku.
Arin sudah bisa melupakan perasaannya padaku dan dia bahkan sudah bertunangan dengan orang lain.
“Baik, kalau tidak ada halangan bulan depan kami akan menikah,” jawab Arin.
“Oh ya? Selamat ya...,” ucapku.
“Makasih Vin... Kamu sendiri gimana?”
Aku hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Arin. Aku tidak tahu harus menjawab apa.
“Kamu masih belum bisa ngelupain Refan ya?” tanya Arin.
Aku hanya melanjutkan makanku tanpa menjawab pertanyaan Arin. Aku sudah mencoba untuk move on dari Refan, aku mencoba mendekati banyak perempuan dan laki-laki tapi tidak ada yang bisa membuatku jatuh cinta.
“Ngomong-ngomong, sudah lama sekali ya sejak Refan pergi,” ujar Arin.
“Sudah 7 tahun,” kataku.
“Aku sudah berusaha mencari tahu kabarnya, keberadaannya, tapi nihil. Seakan-akan dia menghilang dari dunia ini.”
“Ini sudah 7 tahun dan dia tidak pernah kembali, mungkin saja dia sudah....”
“Hush, kita kan masih belum tahu kepastiannya.”
Aku tahu itu, semua memang belum pasti. Tapi jika ia tidak pernah kembali, mungkin saja dia sudah tidak ada di dunia ini. Dan aku sudah siap mendengar kabar itu datang, kapanpun. Meski dalam hati, aku berharap Refan bisa kembali.
Suatu hari, aku selesai bekerja lebih awal dari biasanya. Untuk menghilangkan kepenatan setelah bekerja, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Namun tanpa sadar, aku berjalan sampai di sebuah tempat. Tempat yang sudah tidak asing lagi bagiku. Ini adalah... tempat rahasia milik Refan. Tempat ini benar-benar penuh kenangan. Kenangan yang indah namun terasa menyedihkan bila diingat. Aku sudah lama tidak ke sini, ternyata tempat ini masih terawat. Mungkin keluarga Refan mempekerjakan orang untuk merawat tempat ini.Aku membaringkan tubuhku di rerumputan, lalu kupejamkan mataku. Menikmati sejuknya udara dan hembusan angin. Samar-samar kudengar langkah kaki mendekat, semakin mendekat. Mungkinkah orang yang merawat tempat ini?
“Hari yang indah ya, Pak?” tanya orang itu.
Suara ini, sepertinya aku sudah pernah mendengar suara ini sebelumnya. Mungkinkah....? Ini... ini tidak mungkin...... Perlahan kubuka mataku, dan kulihat ada seorang laki-laki mengenakan kemeja biru rapi dengan celana hitam panjang dan berkacamata. Ia memandang kearahku sambil tersenyum. Wajah ini.... mungkinkah Refan?
“Re...Refan?” tanyaku.
“Lama tidak bertemu, Gavin,” ucap Refan.
Ingin rasanya aku menangis, melihat Refan, orang yang aku cintai selama ini kembali ke hadapanku. Aku menyentuh wajahnya, memastikan bahwa ini nyata dan bukan khayalanku.
“Kamu bukan hantu kan?” tanyaku.
Refan tertawa.“Ini aku, Refan asli. Lihat kakiku, masih menapak di tanah kan?” jawab Refan.
Aku tak bisa menahan air mataku dan memeluknya erat. Aku tidak ingin kehilangannya lagi.
“Dasar bodoh! Kamu ke mana saja selama ini? Kamu tidak tahu kalau aku sangat khawatir dengan keadaanmu? Aku selalu menunggumu dan mencarimu ke mana-mana, bodoh! Kamu menyuruhku untuk melupakanmu begitu saja setelah semua kenangan indah yang kamu berikan padaku? Mana mungkin aku bisa melupakanmu begitu saja, dasar bodoh!” aku terus-terusan mengumpat padanya.
Rasa kesal dan sedih, setelah ia meninggalkanku, kutumpahkan semuanya padanya saat kami bertemu. Dan juga rasa bahagia setelah aku bisa bertemu dengannya. Aku sudah menunggu sangat lama untuk momen ini. Lalu ia mencium bibirku dan membuatku diam.
“A...apa yang kamu lakukan?” tanyaku.
“Menciummu, tentu saja. Dan supaya aku bisa dapat giliran untuk mengatakan semuanya padamu,” jawab Refan.
“Dasar, lalu apa yang ingin kamu katakan?”
“Maaf, selama 7 tahun ini aku pergi tanpa memberimu kabar. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir atau sedih, jika saja sesuatu yang buruk terjadi padaku.”
“Lalu apa kamu sudah sembuh sekarang?”
“Iya, aku sudah sembuh total. Tapi pengobatanku ini memakan waktu yang tidak sebentar, butuh perjuangan yang cukup lama hingga aku berhasil melewatinya. Aku bersyukur, Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup lebih lama. Dan kini aku bisa bertemu denganmu. Maafkan aku ya...”
Aku menghela nafas, kurasa tidak ada alasan untuk tidak memaafkannya. Kalau saja Refan tidak berobat ke luar negeri mungkin saja dia sudah.... Ah, ini bukan waktunya untuk berpikir macam-macam. Ini saatnya aku meminta kejelasan darinya.
“Jadi apa yang kamu tulis di surat itu... Te...tentang... perasaanmu, apa itu benar?” tanyaku.
“Tentu saja, jika aku hanya bercanda aku tidak mungkin kembali. Aku mencintaimu, Gavin,”jawab Refan.
“A...aku juga sangat mencintaimu.... Refan....”
Kami berciuman, saling melepas kerinduan yang telah lama terpendam. Refan menarik tanganku menuju ke gazebo kecil di tempat itu. Kami duduk berdua di sana, sambil menikmati pemandangan. Lalu Refan tiba-tiba berkata,
“Vin, apa kamu mau ikut aku ke luar negeri, ke Amerika?” tanya Refan.
“Amerika? Kenapa?” tanyaku.
“Di sana kita bisa menikah, dan membangun rumah tangga yang bahagia bersama.”
“Me-me-me-me....menikah??? Aku tidak yakin mentalku siap untuk itu.”
“Aku tidak bilang secepatnya, tentu saja banyak hal yang masih harus kita siapkan.”
Aku kembali berpikir, mungkin menikah bukanlah ide yang buruk. Meskipun kita sama-sama laki-laki, di luar negeri pernikahan seperti itu bisa terjadi, bahkan secara resmi. Ini adalah kesempatanku untuk bisa membangun rumah tangga bersama Refan.
“Baiklah, aku akan ikut denganmu,” kataku yakin.
“Benarkah? Syukurlah..., aku kira kamu akan menolaknya. Kalau begitu aku akan mengurus berkas-berkas kepindahanmu, setelah semuanya selesai kita bisa pindah ke Amerika,” ujar Refan.
Sekitar satu bulan kemudian, semua berkas-berkas telah lengkap. Aku dan Refan pergi ke Amerika dan hidup bersama di sana. Kami masih menyiapkan mental untuk menikah di sana. Tapi aku harap kita bisa segera melangsungkan pernikahan. Aku belum pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Kini, aku bisa terus bersama orang yang aku cintai, Refan. Dan tentunya kami berjanji akan selalu bersama. Hingga tua nanti, kami akan selalu bersama.
TAMAT
************************************
Akhirnya selesai juga 😤
Gimana? Apa kalian suka dengan ceritanya?
Semoga kalian suka ;)
Terima kasih buat kalian yang udah ngikutin cerita ini
Padahal saya yakin cerita saya ini masih banyak kekurangan :v
Yosh, sekian dulu, sekali lagi saya ucapkan terima kasih buat yg baca cerita ini
Tunggu karya-karya saya yg selanjutnya ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Glue
RomanceMy new original boys love (yaoi) story. Pertemuanku dengan Refan mengubah kehidupanku. Kehidupanku yang tadinya datar, menjadi lebih hidup. Namun peranku tidak lain hanyalah sebagai lem perekat hubungan Refan dengan Arin, sahabatku. Genre : Romance...