3 [Pertemuan Pertama]

28.2K 1.9K 104
                                    








Seperti biasa Karin berangkat sekolah bersama Mario yang tinggal dalam satu komplek perumahan yang sama dengannya. Seperti biasa pula ia membonceng sepeda cowok yang juga belajar dalam satu sekolah yang sama dengannya. Hari Karin pun masih berjalan biasa seperti hari-hari sebelumnya.

Bertemu Luna yang duduk sebangku dengannya. Belajar, ngobrol dan makan siang di kantin seperti yang sudah-sudah. Duduk di kelas, pindah ke teras, balik lagi ke kelas dengan tidak pentingnya. Dan kini ada satu lagi tambahan aktivitas yang jarang sekali dilakukannya, yakni menyaksikan kakak kelasnya yang biasa main basket di lapangan utama tak jauh dari pintu kelasnya.

Memang belum ada tanda-tanda akan hadirnya bencana di kehidupan Karin hari itu. Ia yang dipaksa bergabung oleh beberapa teman sekelasnya tengah menghabiskan jam istirahat keduanya dengan duduk-duduk di bangku semen tepi lapangan sambil menyaksikan segerombolan cowok kelas XII yang adu basket masih dalam balutan seragam putih abu-abu mereka. Seragam yang dipakai jauh dari kata rapi, dan kini bahkan mulai basah oleh keringat yang timbul akibat panasnya suasana serta permainan menyita tenaga yang sedang mereka lakukan.

Karin yang sebelumnya merasa enggan nongkrong-nongkrong sambil cekikikan nggak jelas di tepi lapangan mirip cewek-cewek keganjenan, langsung merasa sedikit girang begitu menyadari cowok itu ternyata ada di sana. Iya, cowok yang dikaguminya kini ada di antara kerumunan yang tengah asyik memperebutkan satu bola berwarna oranye untuk sesering mungkin dimasukkan ke dalam ring yang terpasang di tiang lawan.

Seketika itu, pandangan Karin tak dapat teralihkan darinya. Diamatinya terus cowok tinggi itu mulai dari gerakannya mendribel bola, mengoper serta melemparnya ke dalam ring dari luar garis tiga angka. Terus saja diperhatikannya saat cowok itu terlihat girang dan bertos ria bersama cowok lainnya, lalu kembali fokus ke pertandingan dengan berlari ke sisi lain lapangan demi mencoba menghadang cowok berambut cepak yang saat itu tampak sedang menguasai bola.

"Oooh, gue tau sekarang!" Luna yang duduk tepat di sebelah Karin bergumam sambil menyenggol siku cewek itu. "Cowok yang selama ini lo perhatiin itu Kak Rama kan?" tebaknya sambil cengar-cengir menatap Karin.

Karin seketika terkesiap dan mengalihkan pandangannya dari Rama yang saat itu hanya diam kelelahan sambil menarik napas dalam-dalam. "Apaan sih lo? Kak Rama yang mana aja gue nggak tau," elaknya.

"Yaelaaah, itu yang dari tadi lo liatin mulu!" tukas Luna. "Jangan kira gue nggak tau ya, dari tadi lo merhatiin siapa!"

"Ya... ya gue merhatiin bolanya lah!"

"Udalah, Rin... gue tuh tau banget! Orang dari tadi lo ngeliatin Kak Rama sampe nyureng gitu," sahut Luna seakan tak mau kalah. "Naksir Kak Rama juga nggak papa kali, asal kalo mau selamat yaaa diem-diem aja!"

"Udah ah, gue mau ke toilet! Rese nih, nonton basket sama lo!" dusta Karin, lalu segera beranjak dari posisinya. Ia terpaksa menghentikan aktivitas cuci matanya demi mencegah Luna mengetahui lebih banyak lagi tentang apa yang dirasakannya terhadap Rama.

"Woy! Toilet bukan ke arah sono, Non!" cegah Luna saat melihat Karin yang berjalan ke arah berlawanan dengan toilet terdekat dari lokasi mereka. "Lo sebenarnya mau ke toilet apa mau ngelapin keringatnya Kak Rama?" goda Luna kemudian, disusul dengan cekikikannya.

Karin hanya melemparkan tatapan judesnya pada Luna yang masih duduk bersama cewek teman sekelas lainnya, sementara dirinya yang hendak masuk kelas terpaksa harus memutar arah menuju toilet karena telah terlanjur mengucapkan satu kata tak terencana itu. Dan saat itulah bencana di hidup Karin bermula. Bencana yang bahkan tidak disadarinya. Bencana yang sama sekali tak diharapkannya.

Karin tengah melangkahkan kakinya di tanah berumput menuju ke toilet perempuan ketika tiba-tiba seseorang menabraknya dari samping. Tabrakan itu cukup keras hingga membuatnya terduduk dengan pinggul kiri yang menghantam tanah terlebih dulu. "Aduh! Apa-apaan sih, sakit tau!" gumam Karin refleks ketika dirasakannya nyeri mendalam di bagian pinggulnya.

Crazy Seniority 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang