part 10

129 2 0
                                    


Dia memberikan sebotol air mineral, Shafwan nampak tersenyum melihat kami. Dia asyik memainkan ponselnya. Ali memberikanku sekuntum bunga perdu kecil dan mengatakan kalau aku tidak boleh menyerah.

Aku tersenyum dan melempar bunga itu ke arah hidung mancungnya sambil berlari dan kuterjatuh di sebuah padang bunga lavender yang cantik aku terengah - engah, Ali mengejarku tapi dia kemudian tertegun memandangiku.

"You are so beautiful janam."

Serunya sambil menghujaniku dengan bunga lavender yang digenggamnya.

Dan dia berlari, aku mengejarnya gemas kami akhirnya terjatuh di sebuah padang rumput yang basah oleh embun. Kami terdiam dan saling memandang. Bibir kami sepertinya kelu, hanya bisa memandangi gemericik air dari air terjun gletser yang cantik dan liukan gerombolan walet yang menari indah di udara.

Hati kami saja yang meracau menerka masing - masing khayal memimpikan suatu hal di masa depan yang indah.

" Main Tumse Pyaar Kartha Hoon Zahra ( aku mencintaimu zahra ) ."

Ali mengagetkanku dengan kata yang tak pernah kuduga, dan aku bingung harus menjawabnya. Walaupun ku ingin mengatakan "YA" tapi tenggorokanku seperti kering kerontang.

Ali menatapku yang tertunduk mencabuti rumput, dia mengangkat daguku dan tersenyum sangat manis.

"Mai bhee aap se pyar karthee hoon Shiraz." ( aku juga mencintaimu shiraz ).

Teriakku sambil berlari menuruni bukit.
*****

Shafwan datang terengah - engah dan menggerutu karna mencari kami, dia mengatakan ada berita tentang Fayyaz dari penduduk yang melintas.

Aku  hanya terhenyak dan minta maaf kepadanya, Kami melanjutkan menyusuri jalan berbatu yang dipagari lumut,  kami melihat sebuah gubuk dan mendekatinya.

Shafwan berusaha mengintip dari celah kayu yang bolong, dia mengatakan kalau melihat perempuan setengah baya bersama dua anak kecil. Sepertinya perempuan itu sakit.

Kami mengetuk pintu dan mengucapkan salam, anak kecil itu membukakan pintu ibunya tampak mengenakan burqa, dan mendekati kami, kutatap lekat matanya yang tak tertutup burqa, sepertinya ada getaran aneh yang ada di hatiku.

Ali menunjukkan foto dan bertanya, dan anak itu mengangguk ke arah ibunya, wanita itu berbicara dalam bahasa urdu dengan ali dan shafwan dan dia tiba - tiba memelukku, sambil menangis.

(*******)

Aku masih belum mengerti dengan keadaan yang terjadi. Perempuan bercadar itu perlahan membuka cadarnya dan menatapku, dari sudut matanya kulihat rindu yang mendalam, dia menepuk - nepuk pundakku.

"Shaffa Zakiatuz Zahra, benar ini kamu dek?"

Perempuan itu memanggil nama lengkapku, darimana dia tahu namaku?, aku hanya menatap Ali dan Shafwan yang tersenyum kepadaku.

"Ini aku zuleikha, kakak sepupumu Zahra." Ungkap perempuan itu.

Aku menangis haru dan menengadahkan telapak tanganku, bersyukur atas segala karunia Allah yang telah mempertemukan kami. Aku memang belum mengenali wajah asli kak Zuleikha ketika dia menikah umurku baru 3 tahun, dan kini usiaku 25 tahun baru aku bisa bertemu dengannya.

Kami semua bahagia atas pertemuan ini begitu juga kak Fayyaz yang datang tidak lama setelah itu, dia jatuh miskin karna bangkrut dan harus jadi petani di lereng gunung, dia bangkrut karna keluarganya ada yang merampok, modusnya ingin membunuh semua keluarga kak Fayyaz kebetulan saja kak Fayyaz sedang keluar bersama kak Zuleikha jadi yang korban adalah 3 anaknya yang harus terbunuh.

Karna trauma kak fayyaz pergi meninggalkan kota dan takut identitasnya terendus pelaku yang merupakan saingan toko elektroniknya.

Mereka akhirnya memutuskan untuk memulai kehidupan baru di desa pelosok.

Jejak - Jejak Cinta di Tanah PakistanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang