#。02

57.7K 3.7K 361
                                        


[Rain Sound - B.A.P]

🍬

Candy berdiri di depan coffee shop berpintu kaca. Satu telinganya tersumpal earphone yang mengalunkan lagu pendukung suasana hujan. Tangannya menggenggan cup berisi kopi, disesapnya minuman itu sambil menikmati hujan yang mengguyur ibu kota. Ia sengaja memilih berdiri di luar coffee shop itu untuk menikmati suasana hujan. Cipratan kecil air hujan dan angin yang berhembus menerpa kulitnya. Jaket yang semula ia kenakan dilepas dan diikatkan di pinggangnya.

Hujan dan rasa rindu. Entah harus senang atau sedih karena hujan turun hari ini. Candy suka suasana hujan, apalagi saat sebelum hujan. Saat wangi petrichor menguar lalu memberikan efek yang memicu rasa rindu. Rasa rindu, bagian inilah yang tidak Candy suka. Bagian yang membuat hujan jadi momen yang sangat menyiksa dirinya karena rasa rindu.

"Bisa nggak, ya? Gue kembali ke waktu di mana gue ngerasa jadi orang yang paling bahagia?" Candy mengembuskan napasnya lelah.

Candy mulai menenggelamkan pikirannya pada waktu di mana dirinya benar-benar hidup dengan warna. Saat hatinya hangat dan saat senyuman adalah suatu yang tak pernah terlewatkan. Harinya berwarna, hidupnya bahagia, dan hatinya merasa utuh. Namun, seperti layaknya roda berputar, kehidupan seperti itu tidak bertahan lama. Kini harinya berganti, kelam tanpa warna. Candy tidak ingat kapan dirinya pernah merasa teramat senang dan bahagia. Rasa sakit, takut, sedih, kecewa, hanya itu yang terus menemani hari-hari Candy kini. Candy tidak pernah tersenyum sekarang, hatinya seolah membeku, dan hampa.

"Gue cuman mau ketawa, atau minimal senyum. Gue nggak bakal minta segala kehidupan sempurna gue kembali. Gue cuman mau ngerasa bahagia, itu saja." Candy berucap sangat pelan sambil memandang lurus ke depan.

Saat asyik dengan kesunyiannya, seorang cowok yang berdiri di samping Candy dan berbicara dengan keras-keras pada seorang di telepon.

"Iya Tante iya, ini ngopi dulu. Astaga hujan Tante, ini kue ulang tahunnya udah dibeli. Aku pake motor, Tan. Gabisalah, entar kue ulang tahunnya berkuah kalau maksa balik sekarang. Tunggu bentar sampe hujan reda. Iya, iya, iya, iya, iya, siap."

Candy bergeser sedikit menjauh dari cowok yang sedang menelpon itu. Sempat melirik sekilas dan melihat cowok itu mengenakan celana seragam yang sama dengan rok sekolahnya. Candy tidak kenal, dan tidak peduli juga.

"Wah, ada anak Gelora. Siapa namanya?"

Candy tidak menoleh, khas dari seorang Candy yang selalu diam mematung dan mengabaikan cowok-cowok seperti itu.

"Nggak di-notice nih ceritanya, kasian lho cowok-cowok pasti ngebatin."

Ketimbang di ganggu cowok tengil, Candy memilih untuk menerobos hujan saja dan pergi menjauh dari cowok itu.

"Oy, masih ujan! Seragamnya neplak ntar, Cindy." Cowok berjaket hitam itu berteriak pada Candy yang sudah menjauh menembus hujan.

Cowok berjaket hitam itu hanya geleng kepala melihat kepergian Candy menerobos hujan. Gerda Mahardika, itu adalah nama lengkapnya. Panggil saja Gerda, itu cukup. Jangan panggil Mahar karena ia bukan mahar untuk sebuah pernikahan. Jangan pula panggil Hardik karena ia tidak suka menghardik anak yatim, itu dosa. Terakhir, jangan panggil Dika, karena ia tidak mau jika selalu Dika-cangin, atau Dika-sihani. Cukup panggil Gerda.

100 OriletteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang