__24-11-2017__
Satu persatu dari mereka mulai melangkah membentuk iring-iringan dalam bentuk barisan. Yang berada di barisan paling depan adalah Clark yang bertugas sebagai pemimpin jalan dengan peta dan Compas di tangannya.
Sekali lagi Clark menatap peta yang ada di tangan kanannya, memperhatikan dengan seksama sebelum melipat peta tersebut menjadi empat bagian.
Peta yang telah diberikan kepadanya itu memang sudah menimbulkan warna kekuningan di seluruh permukaannya. Namun, hal itu tak membuat torehan tinta yang tertata rapi tersebut memudar. Kala itu Profesor Lars Pilø mengatakan kepadanya, peta itu dibuat sendiri oleh seorang teman.
Di belakang Clark ada Andrew yang terlihat sibuk memotret pemandangan yang begitu indah di sepanjang jalan ketika pendakian di lakukan.
Fjord nampak begitu indah ketika glaster mencair di musim semi.
"Berapa lama lagi kita akan sampai?" tanya Andrew kemudian setelah membidik pemandangan yang bagus menurut sudut pandangnya.
"Ayolah Andrew, kita bahkan baru berjalan sekitar tiga puluh menit." jawab Vanof dengan sedikit emosi. Perjalanan ini tentu saja melahkan baginya. Ini pertama kali ia melakukan perjalanan seperti ini.
"Aku kan cuman bertanya." timbal Andrew kelewat polos sambil mengerucutkan bibirnya.
Raut mukanya muram beberapa saat. Namun, berubah lagi riang ketika mereka manaiki gunung yang disebut Galdhøpiggen itu semakin tinggi, matanya menangkap sesuatu, di sana--di sebelah kiri mereka yang agar berjauhan terlihat sebuah rumah. Tidak, lebih tepatnya mungkin sebuah pondok yang atapnya ditutupi rerumputan hijau hingga ke dinding-dindingnya layaknya rumah para Viking zaman dahulu yang terkenal lagenda sampai saat ini, tapi dengan ukuran lebih kecil. Tempat itu dikelilingi oleh Pinus tua yang sudah berlumut pada bagian pangkal batangnya. Membuatnya menjadi sedikit menyeramkan.
"Hey... Teman-teman," ujar Andrew setelah beberapa saat berhenti melangkahkan kakinya dan terus menatap dengan kening yang mengkerut dalam. Membuat Jhonathan yang berada tak jauh darinya juga menghentikan langkah dan mengikuti arah pandangan Andrew. "Apa kau melihat juga apa yang kulihat?" tanya Andrew pada Jhonathan tanpa mengalihkan pandangannya dari pondok hijau itu.
"Semuanya... sepertinya kita istirahat dulu!" Seru Jhonathan pada teman-temannya. Semuanya kemudian mulai berkumpul dan juga ikut menatap pondok itu.
Di saat mereka tengah sibuk menyelami spekulasi yang bertebaran di otak, Jasmine malah dengan santainya tanpa rasa curiga apapun mendekati ke arah yang mereka maksud. Kemudian menjejakan langkahnya di jalan tanah yang sudah di bentuk seperti jalan kecil menuju langsung ke pondok itu.
"Jas... Apa yang kau lakukan?" Jhonathan bertanya dengan nada yang menunjukan ke khawatirannya pada Jasmine. Jhonathan mengejar langkah Jasmine sebelum dia bertambah jauh dan mencekal tangannya. "Jasmine," ia menatap intens ke arah sepasang mata berwarna Grey itu.
Jasmine menghela napasnya kasar, ia lelah." Teman-teman itu mungkin saja hanya rumah penduduk, kita bisa mampir di sana dan bertamu."
"Mungkin." Jhonathan memotong apa yang akan di katakan Jasmine selanjutnya dan mengutip perkataanya, "mungkin saja. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi, jika berhenti di jalan dan bertamu ke rumah orang asing." Jelas Jhonathan untuk menghentikan niat Jasmine. Jasmine terdiam mendengar perkataan Jhonathan, kepalanya menunduk, menatap sepasang sepatu mereka yang saling behadapan.
"Jhonathan." Panggil Anna yang menghentikan kebekuan Jasmine. "Sebaiknya kita memang beristirahat dahulu. Bukan hanya aku, tapi kurasa kalian semuanya juga sudah kelelahan." Senyum tipis mengembang di kedua sudut bibirnya, mencoba menyakinkan lawan bicaranya. Anna berbalik dari Jhonatan sambil mengusap keringat di pelipisnya.
"Ayo Jas, sebaiknya kita memastikan ini memang rumah penduduk." Anna manarik tangan Jasmine dan membuat Jhonathan akhirnya melepaskan pegangan tangannya di lengan Jasmine lalu kemudian mengekor di belakang mereka.
Andrew kembali memotret momen yang dianggapnya penting dalam perjalanan ekpedisi mereka. Kedua sudut bibirnya melengkung saat manatap puas karyanya, di sana terlihat punggung dua orang wanita yang berjalan ke arah pondok yang pertama kali di lihat olehnya sebelum teman-temannya, tentu saja kedua orang itu adalah Jasmine dan Anna yang kini tengah mendapat dorongan apa mengetuk pintu rumah yang terbuat dari kayu itu.
"Ayo, kita juga kesana." Ajak Andrew lalu berlalu menyusul semua orang, meninggalkan Jhonathan yang mematung di tempat. Jhonathan menghela napasnya kasar, kakinya kemudian ia langkahkan menyusul semua orang ang yang sudah berteduh di tempat itu.
"Sepertinya tidak ada orang." Gumam Anna ketika tidak mendapati respon apapun dari pemilik rumah. Namun, tak lama setelah dirinya berujar tanpa sengaja ia mendorong pintu kayu itu. Matanya mengintip manatap ke dalam pondok sederhana itu.
Rapi itulah kata pertama yang terbesit di otaknya ketika mengamati isi pondok yang hanya satu ruangan langsung berisikan sebuah kamar dan perlengkapan seadanya.
"Mungkin rumah persinggahan pendaki atau rumah pemburu yang kebetulan sedang berburu di tempat ini." Anna berpikir positif. "Tempat ini terlihat bersih dan terawat, menurut perkiraanku penghuninya belum lama meninggalkan tempat ini." Jelas Anna kepada teman-temannya yang duduk pada bangku panjang di bagian luar rumah.
Tak jauh dari bangku panjang itu terlihat bekas jejak perapian dengan sebuah kuali beukuran sedang yang digantung dengan kawat besi pada kayu memanjang dengan ditahan dua kayu lainnya yang berdiri tegak dengan ukuran lebih besar. Dari bangku panjang itu juga nampak pemandangan yang tersaji begitu indah dengan rentangan pegunungan lainnya dan Fjord di kakinya.
~~**~~
Nananana.. Nana..
Senandungan nada indah terus dilantunkan oleh sosok yang berjalan dengan langkah mungilnya. Suara merdunya terdengar lembut di telinga.
Namun, langkahnya terhenti ketika pandangannya mendapati sesuatu yang tak terduga olehnya.
PARA MANUSIA
Berarti....
TEMAN BARU UNTUKNYA.
~~**~~
Oh, hai... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
ROSSE : The Secret of The Castle
FantasiBagaimanakah jika mimpi-mimpi dalam tidurmu merupakan ingatanmu dari masa lalu yang tersusun secara acak, tanpa kamu sendiri ketahui bahwa mimpi itu adalah kehidupanmu di masa lalu. Jonathan Metthew mengalaminya. Dia tidak pernah tahu, tepatnya tida...