Ilusi Semata

3.1K 71 28
                                    

Berjalan di atas teriknya matahari, aku menatap  bunga yang pernah menjadi hiasan bagi hidupnya, bunga yang selalu ada untuknya yang menyimpan banyak harapan padanya. Dulu bunga itu selalu di banggakan di puji serta di cintai banyak orang.

Namun kini Bunga itu tampak layu, karena sudah lama tidak di siram pemiliknya, tidak ada harapan untuk hidup ia berharap hujan datang menyiramnya namun semua hanya harapannya tampaknya cuaca begitu terik dan tidak ada tanda-tanda akan ada hujan turun, dan ia tampak sedih saat melihat orang yang selalu menyiramnya menjaganya kini pergi bersama bunga lain, yang lebih bagus darinya kini ia hanyalah bunga buangan yang sudah di lupakan dan tidak di inginkan lagi.

bunga itu adalah aku aku si bunga layu yang sudah di lupakan, sudah tidak di harapkan sudah tidak di inginkan, dan sudah tidak ada apa-apanya lagi. Aku hanya berdiri dengan begitu lemas, dadaku rasanya begitu sakit yang ku bisa hanyalah menangis aku menatap lelaki yang sangat aku cintai kini bersama bunga lain, dia bahkan tidak menatapku dia begitu terlihat bahagia, aku terjatuh sulit untuk berdiri air mataku rasanya sudah terlalu banyak aku buang.

Aku tidak tau apa yang harus aku pertahankan sekarang, milikku sudah hilang sudah tidak mengingatku, entahlah apa yang akan aku lakukan sekarang haruskah aku mati saja dari pada hidup lalu melihatnya bahagia bersama bunga lain rasanya aku begitu tak sanggup tubuhku sudah terlalu lelah pikiranku sudah terlalu sempit selanjutnya aku tidak tau ini pilihan terbaik ataukah terburuk bagiku.

                        ***

Aku membuka mataku sejenak menatap ruangan yang kini serba putih di pandanganku, rasanya sulit untuk bicara bahkan menggerakan
Tangankupun aku tak mampu ku lihat alat medis menempel di tubuhku. Dan aku tersadar jika ini Rumah Sakit pandanganku terarah ke seluruh ruangan ini, namun tidak ada siapapun yang bisa ku ajak bicara namun sebuah pintu terbuka, aku melihat seorang lelaki masuk ke ruangan ini awalnya aku terdiam tidak mengenalnya karena ia masih memunggungiku hingga setelah ia menutup pintu aku terdiam beberapa saat, ku rasakan dadaku kembali sakit dia menatapku begitu terkejut.

"Akhirnya kamu sadar Rima." Dia berkata dan langsung duduk di sebelahku, dia menggenggam tanganku, aku hanya menatapnya.

"Sudah lama sekali, dan sekarang aku bisa melihatmu lagi." Dia berkata dengan begitu bahagia, aku menepis perasaan nyaman di hatiku ku hempaskan tangannya aku memalingkan pandanganku darinya.

"Pergi." Aku mengusirnya dengan suara yang cukup pelan namun mampu terdengar olehnya.

"Kenapa kamu seperti ini? Rima, ini aku...."

"Pergi." Lagi aku berkata dengan kata yang sama aku dengar dia menghela nafasnya dengan kasar, membuatku begitu tersiksa rasanya ingin sekali aku menangis sekarang.

"Aku tau ini berat." Dia berkata dengan lembut ku rasakan dia memegang tanganku kembali, namun tidak mmbuatku menatapnya.

"Apa pedulimu?"

"Kamu sudah aku anggap sebagai adikku sendiri, jadi aku begitu peduli padamu." Hancur sudah air mata yang aku tahan tidak bisa lagi aku bendung hanya adik ingat itu? Aku membatin di dalam hatiku.

"Pergi, aku bilang pergi." Kali ini aku berteriak dengan keras membuatnya tampak prustasi.

"Aku tidak mengerti denganmu Rima, ok aku pergi semoga kamu bisa segera sembuh aku akan terus datang kemari." Aku tidak meresponya rasanya begitu sakit, membuatku tak mampu menjawabnya hingga dia benar pergi aku mendengar dia menutup pintu sejenak aku membuang nafasku dengan kasar lalu menatap pintu yang kini sudah tertutup dengan rapat.

Segera aku melepas impusan yang menempel di punggung tanganku dengan paksa hingga dapat ku lihat darah segar keluar dari punggung tanganku, aku tidak peduli dengan setengah tenagaku aku berjalan menelusuri rumah sakit rasanya sudah begitu tidak sanggup lagi bahkan rasa sakit di tubuhku terkalahkan oleh rasa sakit hatiku.

CERPEN Atnisia Ksh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang