10:00 KST
2014, 21 JuniDia duduk bersunyi-sunyi seorang diri, matahari yang sudah terbit sedari tadi memancarkan cahayanya lewat sebuah kaca jendela yang memang sudah terbuka sejak kemarin malam.
Semalaman Sana terduduk ditepi ranjangnya. Membiarkan matanya untuk memejam barang sebentar pun tidak bisa ia lakukan. Malam dirasakannya begitu cepat karena sudah berganti hari. Payah Sana menetapkan dan meneguhkan hati, debarnya masih tetap saja ia rasakan, seakan-akan ada rasanya bahaya yang akan datang hari ini.
Tapi, itu hanyalah perasaan was-was saja, biarlah Sana coba meneranginya dengan pikiran positif. Apalagi Sana cukup percaya kepada kakaknya, Yuta.
Sana berharap usaha yang dilakukannya kemarin dapat membuahkan hasil. Sekarang ini ia sedang menungu kedatangan Yuta untuk mengetahui kebenarannya.
"Aku pulang.."
Suara yang terdengar sangat meyakinkan Sana bahwa Yuta sudah kembali pulang. Dengan langkah seribunya Sana menuruni tangga dengan begitu cepat. Ia melihat Yuta yang baru saja melepaskan sepatu dan coat nya.
"O, mian. Apa oppa membangunkanmu?" ucap Yuta yang menyadari kedatangan Sana.
Sana menggeleng cepat, "Tidak oppa, aku memang sudah bangun sejak tadi." ujarnya. Yah, secara teknis ia memang terbangun dan terjaga sejak kemarin.
"Ahh bukan seperti kau yang biasanya." ucap Yuta tersenyum kecil.
Mata Sana membulat sempurna begitu menemukan sebuah jejas luka di sudut bibir kakak tertuanya itu. Ia berjalan mendekat untuk sekedar meyakinkan pandangannya. "Oppa ini,-"
"Ahh," Yuta mengaduh kesakitan begitu Sana menyentuhnya.
"Apa yang terjadi? Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Sana khawatir.
"Ahh bukankah ini mulai membiru? Tidak heran rasanya begitu menyakitkan." ucap Yuta. "Hanya keributan kecil kemarin sore, kau tidak perlu khawatir semuanya sudah selesai." sambungnya.
"Kemarin sore? Kau mendapatkannya saat bertemu dengan keluarga pasien?" tanya Sana heran. "Waeyo?"
Yuta tersenyum kecil yang hanya membuat Sana semakin bingung, "Sana-ya, jangan sampai terlintas dalam hatimu bahwa ada pula bahagia selain bahagia cinta. Kalau kau percaya, ada pula satu kebahagiaan selain kebahagiaan cinta. Apa yang kau katakan kemarin membuat oppa menyadarinya, bahagia itu akan datang sendirinya bila kita melakukannya dengan tulus tanpa mengharapkan sesuatu. Pekerjaan itu amanah, dan tugas oppa sebagai dokter adalah mengobati pasiennya bukan memberikan janji-janji palsu yang membuat mereka bersedih nantinya. Biarlah urusan pribadi di urus setelahnya." jelas Yuta.
"Kau mengatakan sesuatu pada mereka?" tanya Sana memastikan.
"Jujur saja sebelum itu oppa memiliki niat yang bahkan sangat memalukan bila itu terjadi. Kau mungkin akan membenci oppa setelah mengetahuinya. Gomawo Sana-ya." ucap Yuta mengelus kepala Sana lalu menunjuk luka di bibirnya. "Dan sepertinya oppa berhak mendapatkan ini."
Sana tertawa begitu juga Yuta. Tidak ada yang lebih bahagia selain kembali melihat senyum kakak nya sedekat ini. Apakah ini berarti ia berhasil menjalankan misinya? Jika iya, maka Sana sangat bahagia, dengan bersemangat ia kembali naik ke kamarnya untuk membersihkan diri sebelum menemui Jungkook. Sementara Yuta, pria tampan nan mapan itu pergi beristirahat setelah penat bekerja.
----
12:00 KSTSetelah siap dengan setelan pakaian dan riasan wajah yang sederhana, Sana kembali berlari menuruni tangga menuju arah pintu. "Berhenti berlari, kau bisa terluka!" teriak Yuta dari balik kamarnya. Sana hanya cekikikan, tertawa kecil karena ia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAGATA. (Completed)
FanfictionIf I could do one thing, I would ask time to wait for me, and for you to wait a little bit longer. -Pierre Jeanty-