Chapter 13

73 4 11
                                    

[Backsound song: Tian Ruo You Yu (If Sky Have Love/Fate) by Xiao Qu & Yin Lin].

"Apa maksudmu Stefani bukan pacarmu?" tanya Stella, tak mengerti. Kedua alisnya bertaut. "Kamu sendiri yang bilang kan kalau dia pacarmu?"

"Sorry," sahut Ferry, sambil mengembuskan napas panjang. "Stefani anak teman lama Mama. Sebenarnya aku dan dia juga baru kenal waktu aku pulang dari Inggris. Aku nggak ada hubungan spesial dengannya."

"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa," Stella makin bingung. "Kamu sengaja bohongin aku?"

Ferry mengangguk. Ia harus mengakui kesalahannya, sepahit apa pun itu. Lebih baik mengakui kesalahan daripada menyembunyikan kebohongan seumur hidup.

"Aku cuma emosi waktu itu. Jujur saja, aku yang salah. Aku egois. Aku nggak memikirkan perasaanmu setelah insiden dengan Chen Hao. Seharusnya aku bisa lebih memahami kamu."

Stella terdiam. Ia tak tahu harus bagaimana menanggapi ucapan Ferry.

Stella tertegun saat mobil yang dikendarai Ferry masuk ke dalam kompleks perumahan keluarga Om Suwito. Ferry masih hafal di mana rumah omnya itu, meski letak rumahnya agak ke dalam kompleks dan banyak bangunan yang sudah berubah.

"Kamu hebat sekali, masih ingat rumah Om," puji Stella.

"Tentu saja aku masih ingat. Rumah itu punya kenangan istimewa bagiku. Kamu tentu masih ingat dulu kita pernah rayain ultahmu bareng, makan bakso bareng di rumah Om Suwito .... "

Kalimat Ferry menggantung di udara. Ia begitu merindukan masa-masa sekolahnya bersama Stella dulu. Setelah mobil berhenti di depan rumah Om Suwito, Ferry meraih tangan Stella, dan berkata pelan, "Kamu mau kasih aku kesempatan, kan?"

Stella membisu. Ia hanya menunduk, membuat Ferry makin bimbang.

"Kalau kamu nggak mencintaiku, kenapa waktu aku tadi ... kamu nggak menolak? Kamu masih cinta aku, kan?"

Agak lama Stella terdiam, ia akhirnya mengangguk. "Aku mau tahu sejauh mana kamu serius."

"Tentu saja aku serius," ucap Ferry tegas. "Gimana kalo besok aja kita lanjutkan ngobrolnya? Aku lapar dan harus pulang."

"Makan bareng aja. Tante Lana pasti senang ketemu kamu," ajak Stella.

Ferry tersenyum dan menggeleng. "Nggak, terima kasih banyak atas penawarannya. Aku harus pulang, Mama pasti sudah nungguin aku."

Stella memonyongkan bibirnya. "Tau deh. Anak kesayangan mama."

Ferry tertawa lepas. Baru kali ini ia merasakan kelegaan luar biasa sekaligus bahagia bersama Stella. "Oke, kalau begitu aku temui kamu besok siang di kantormu, ya? Kita makan siang bareng."

"Nggak sekalian aja pesan katering Tante Lana? Ayam goreng saus lemon, misalnya? Atau ifumie kesukaanmu?"

Ferry membelalakkan kedua matanya. Ia terperangah, sama sekali tidak menyangka Stella masih mengingat menu makanan favoritnya.

"I still remember every little thing about you," sahut Stella, kemudian melambaikan tangan, berpamitan kepada Ferry, dan turun dari mobil.

Seulas senyuman terukir di bibir Ferry. Malam itu menjadi malam yang paling bahagia baginya.

***

Ferry tiba di rumahnya ketika jarum jam menunjukkan pukul delapan lewat. Ruang tamu gelap dan sepi. Ibunya pasti sedang beristirahat di kamar. Ferry berjalan ke arah ruang makan, mengambil sendok, dan memakan habis sebungkus nasi goreng yang dibelinya saat perjalanan pulang tadi. Ia berharap maag-nya tidak kambuh.

Yesterday and TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang