Setelah Mike pulang, aku terdiam di kamarku. Memikirkan tentang Music Box itu membuatku bergidik, maksudku, siapa orang yang telah melakukan itu? Aku terbenam dalam pikiranku diatas ranjang. Aku memiringkan tubuhku dan meringkuk seperti udang, suhu malam hari begitu dingin. Aku tetap tidak bisa tidur meski sekarang sudah hampir pukul 2.
Aku memutuskan untuk menonton tv diruang keluarga. Aku merebahkan tubuhku disofa dan mengganti-ganti saluran tv tidak karuan. Isinya hanya acara ulangan kemarin. Aku kembali bermain dengan pikiranku.
"Hmmm J?" Aku mendengar seseorang memanggilku dan lalu aku terduduk.
"Nightmare?" Tanyaku pada Ashton yang tengah mengusap usap matanya.
"Tidak, aku haus" Ia berjalan ke mini bar dibelakang ruang tv. Tanpa sadar, tiba tiba aku sudah tertidur pulas di sofa.
Pagi harinya, aku merasakan pegal di seluruh tubuhku akibat tertidur disofa. Aku mendapati diriku berada dilantai, kupastikan aku jatuh saat tertidur. Aku berdiri dengan malas dan kembali merebahkan tubuhku di sofa setelah suara ketukan pintu menghentikan kegiatanku. Dengan malas, aku berjalan ke pintu depan dan melihat siapa yang datang dari lubang pintu.
"Ada apa?" Tanyaku pada seseorang yang berada di hadapanku.
"Bukankah kau yang berada diperpustakaan kota waktu itu?" Terakhir kali aku berkata seperti ini, ia malah tidak ingat, aneh. Aku memutarkan bola mataku.
"Aku pernah bilang begitu padamu tapi saat itu kau bilang kau tidak ingat" Cetusku sambil menatapnya dingin.
"Oh benarkah? kapan terakhir kita bertemu?" Ia menaikkan satu alisnya. Apa orang ini mempunyai riwayat penyakit pelupa jangka pendek?
"Kau bercanda?" Sarkasku sambil menatapnya dengan tatapan dasar aneh.
"Ya aku hanya bercanda, tentu saja" Ia tertawa terbahak saat aku masih menatapnya. Oh ayolah, jika orang ini hanya membuang-buang waktuku lebih baik pergi.
"Well, jika kau masih ingin tertawa seperti ini lebih baik tertawalah sendiri. Aku tidak punya waktu" Ucapku lalu memutar tubuhku dan menutup pintu, namun usahaku gagal karna tangan kekarnya menahan pintu.
"Tidak tidak, aku kesini ingin mengantarkan barang untuk..." Ia memutar-mutar kotak yang sedang ia pegang dengan kebingungan. "Untuk Mr. Anderson, Ashton"
"Oh tentu, itu kakakku" Aku tersenyum sekilas dan menerima kertas dan pulpen yang ia berikan lalu menandatanganinya.
"Terima kasih" Ia membalas senyumanku lalu menjauhi halaman rumahku sebelum suaraku menghentikannya.
"Hey!" Aku berjalan dengan kaki telanjang dan menghampirinya.
"Apa kau tau siapa yang mengirimkan paket ke rumahku 2 hari yang lalu?"
"Hmm aku tidak ingat" Ia mengedikkan bahunya.
"Bukankah seharusnya Mr.Hemmings yang melakukan pekerjaan ini? maksudku mengirim surat dan barang"
"Oh ia mengundurkan diri, hanya itu yang kudengar. Ada lagi yang ingin kau tanyakan?" Ia melepaskan topinya dan merapikan rambutnya.
"Siapa namamu?" Aku memperhatikan setiap sudut wajahnya. Membuatku ingin berdecak kagum. Tunggu apa yang kupikirkan?
"Luke"
***
"Menurutmu baju apa yang harus aku kenakan saat pesta dirumah Gabriel nanti?" Aku, Claire, dan Elsa saat ini sedang berada dipusat kota. Kami akan berbelanja untuk pesta Gabriel nanti malam, well, sebenarnya bukan kami tapi mereka saja.
"Bagaimana dengan mini dress? kau tau teman teman lelaki Gabriel itu sangat tampan!" Ujar Claire Antusias. Aku hanya bisa memutar bola mataku ketika memperhatikan tingkah mereka.
"Aku sudah memiliki banyak mini dress, Claire" Kini Elsa yang terlihat memutar bola matanya. Aku hanya bisa menahan tawa melihat mereka berdua.
"Bagaimana dengan casual? Kupikir acara pesta Gabriel tidak formal jadi kau tidak perlu mengenakan sesuatu yang menurutku rumit. Lagipula ini hanya pesta kecil, Els. Ia juga mengadakan difratnya" Saranku pada Elsa karena hanya ia yang dari tadi sibuk mencari pakaian.
"Apa kau tidak ikut?" Claire membawa kami ke kedai kopi dekat perpustakaan kota, dan sekarang kami tengah menikmati kopi kami masing masing.
"Kau tau aku tidak suka suara musik yang keras dan orang banyak" Aku tersenyum sekilas lalu menyeruput kopiku.
"Tapi kupastikan kau akan terbiasa setelah ini, J!" Elsa meyakinkanku untuk datang ke pesta Gabriel.
"Kurasa itu bukan ide yang bagus"
"Jika kau datang, aku janji akan membelikan novel baru untukmu!" Wah terdengar seperti penyogokkan. Aku menaikkan alisku memperhatikan Elsa.
"Tidak, Els"
"Ayolah, J. Kau sudah cukup umur untuk hal seperti ini, bahkan kau terlalu tua!" Claire tertawa setelah menyelesaikan perkataannya. Aku yang kesalpun lalu menyentil dahi mereka.
"Aku tidak akan datang"
"Masa bodoh. Elsa dan aku akan menjemputmu nanti malam" Claire dan Elsa pun berdiri hendak meninggalkanku. "We'll see you tonight!" Ucapnya serempak lalu pergi. Well, aku yang menyuruhnya pergi karena... kau pasti tau aku akan kemana.
Sesampainya diperpustakaan kota, aku langsung menduduki tempat dudukku dan membaca dengan tenang. Hari ini perpustakaan tidak terlalu ramai. Sebenarnya perpustakaan ini tidak pernah ramai namun hari ini begitu sepi, sampai sampai pendingin diruangan ini begitu menusuk tulang. Aku mengeratkan sweaterku lalu merasakan seseorang memegang pundakku.
"Boleh aku duduk disini?" Tanyanya dari belakangku. Aku menoleh lalu menggangguk.
"Tentu, bukankah kau seharusnya bekerja?" Aku membuka suara saat Luke tengah duduk membaca bukunya di depanku.
"Hari ini hari sabtu jadi aku hanya bekerja setengah hari. Aku juga tidak menyangka akan bertemu denganmu disini. Kau suka membaca?" Jelasnya panjang lebar. Ia ramah, pikirku.
"Oh ya, aku membaca untuk mengisi waktu luangku. Saat sedang bosan aku akan membaca" Aku tersenyum sambil memperhatikannya.
"Kau..." Ia berusaha melihat sampul buku yang tengah aku baca. "Membaca Shakespeare?"
"Tentu" Ia tertawa. Apa ada yang lucu? "Ada apa?"
'Tidak tidak, aku hanya tidak menyangka ada seseorang yang akan membaca karya bodoh seorang William Shakespeare" Ia kembali melanjutkan tertawanya. Aku hanya menatapnya kesal, apa maksudnya? Shakespeare itu penulis berbakat dan karyanya pun tidak perlu diragukan lagi, bahkan seluruh dunia pun tau. Aku tidak menghiraukannya dan beralih membaca bukuku.
"Hey, dengar, maaf maaf, aku tidak bermaksud seperti itu. Ia benar benar penulis berbakat dan well, kuakui itu hanya saja terdengar lucu saat seseorang membaca novel seperti itu" Ada apa dengan membaca novel? kupastikan ia hidup dijaman yang salah.
"Aku lebih suka buku pengetahuan daripada novel tidak berguna itu" Ia kembali kepada bukunya. Aku meliriknya sekilas. Huh, lagi pula siapa yang peduli.
"Apa kau berkuliah?" Ia bertanya lagi. Percayalah, aku kesal dengan pria ini. Aku hanya mengangguk.
"Aku tidak"
"Aku tidak peduli"
"Hey hey" Ia tertawa. "Aku tidak bermaksud meremehkan idolamu" Ia melipat tangannya lalu mendekatkan wajahnya ke arahku.
"Ya ya, aku tau. Sekarang jauhkan wajahmu itu dari pandanganku" Aku tetap fokus membaca buku tanpa menghiraukannya sedikitpun.
"Well, baiklah" Ia kembali ke posisi semula yang membuatku lega.
"Hey Marc!" Panggil seseorang. Aku tetap tidak menghiraukannya.
"Ya ada apa?" Tiba tiba Luke menjawab panggilan tersebut dan beranjak dari kursinya lalu menghampiri orang tersebut. Aku terdiam dalam kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Helpless .lrh
Fanfiction"I'm sick! I'm helpless and you cant save me, Julie. No one can" -Luke Hemmings