Rasa #2 Bila Impianmu Menjadi Mimpi yang Lain

243 26 8
                                    

"Mimpi adalah kunci, untuk kita menakhlukkan dunia.
Berlarilah Tanpa Lelah Sampai Engkau Meraihnya"
- Laskar Pelangi

Tentunya tiap-tiap dari kita pasti punya impian ya readers. Ada yang sederhana namun indah kaya lagu bidadari tak bersayapnya Anji, ada juga yang memiliki impian besar kaya kamu, eh. Mau bagaimanapun mimpimu, tak masalah, tak ada yang melarangnya. Karena setiap orang punya hak untuk bermimpi, menentukan hal-hal besar apa yang mau kita raih. Lagipula tak pernah ada impian yang terlalu buruk atau terlalu muluk. Semua itu relatif, tergantung dari mana kita melihatnya.

Boleh jadi kita menganggap impian seorang penjual roti agar mampu membeli motor adalah hal yang remeh, receh. Karena banyak dari kita yang hanya tinggal duduk manis di bangku perkuliahan dengan motor keluaran terbaru. Boleh jadi kita berfikir impian seorang mahasiswa jurusan kimia agar bisa membuat roket adalah sesuatu yang impossible, sambil nyiyir dalam hati 'siapa lu mimpi bisa bikin roket'. Padahal, bisa saja dengan izin Allah, mahasiswa itu menjadi I'm possible. Nobody knows. Siapa yang akan tahu bagaimana cerita akhir dari impian-impian kita?

Well, kaya lagunya Banda Neira "tak setiap tanya ada jawabnya, dan tak semua harap menjadi kenyataan." Maka jangan berharap dan menuntut agar semua yang kita impikan bisa menjadi nyata. Hellow, dunia ini bukan pabrik pengabul permintaan ya readers, dan kita pun bukan lagi anak kecil yang akan merengek membenci keadaan bila tidak sesuai dengan kehendak kita. Sudah saatnya kita tumbuh menjadi bijak, menjadi dewasa. Karena menjadi dewasa itu harus ditumbuhkan, bukan proses instan yang direbus 3 menit bisa langsung santap gas blar blar. No way.

Saya jadi inget gimana rasanya menjadi gagal untuk pertama kalinya. Bukan, bukan. Ini bukan berarti saya ga pernah gagal sekalipun sebelumnya ya readers. Kalau ga pernah gagal mah saya amejing banget euy. Gagal dalam hal ini adalah ketika saya benar-benar menggantungkan harapan pada sesuatu, dan nyatanya saya tidak mampu mencapainya. Saya merasa jatuh, hancur, berkeping-keping, sudah tak bersisa. Alay bener. Tapi emang sih, rasanya sakit kalau ternyata kita belum mampu mewujudkan impian kita. Yaa, macam sakit yang ga berdarah gitu deh, cuma terasa perihnya aja.

Saya suka dengan dunia medis. Waktu saya SMP, pas masa-masa MOS, expo dari ekskul PMRnya bagus banget. Dan jatuh cinta pada pandangan pertama itu ternyata benar-benar ada. Semenjak itu, saya ikut ekskul PMR, lomba sana-sini pun dijabanin (hati-hati salah baca ya, jangan ditambahin m). Well, sampe pernah pas lagi demam tinggi dan meler-melernya tetap ngikut lomba. Dan Alhamdulillah juara kok, juara.

Ga jauh beda dari masa SMP, pun dengan SMA yang padat merayap itu. Saking padatnya akademik di SMA (yang emang akselerasi), sabtu-minggu pun hayuk aja masuk sekolah buat ngejar materi pelajaran, atau sekedar bikin tugas kelompok berjamaah. Sekolah serasa milik sekelas, bukan berdua ya. No baper-baper club. Di SMA masih setia sama PMR, bahkan pernah izin ujian semester mata pelajaran Matematika sama Bahasa Sunda untuk ikut lomba PMR di UI. Nah kalo yang ini emang belum menang. Tapi tetep worth it. Karena pengalaman itu emang mahal, dan harga yang harus dibayarpun ga sedikit. Butuh pengorbanan, karena ga semua orang punya kesempatan yang sama merasakan pengalaman seperti kita. Setuju?

Bermula dari jatuh cinta dengan expo PMR di SMP, sampai jatuh bangun PMR di SMA. Akhirnya saya memutuskan untuk memilih kedokteran sebagai pilihan pertama SNMPTN jalur undangan. Alasan lainnya sih juga karena paling suka sama pelajaran biologi. Dulu sempat ikut bimbingan olimpiade biologi dan ikut olimpiadenya. Waktu itu saya masih polos banget. Berfikir kalau masuk Kedokteran pasti belajarnya banyak biologi dan jauh dari matematika, fisika dan kimia. Karena jujur, saya ga terlalu suka pelajaran itu. Dulu pas masih masa-masa ababil, di SMA pernah nangis gara-gara ga ngerti fisika. Ucul banget kan ya. LOL.

Kecintaan pada mata pelajaran Biologi juga lah yang membuat saya mengambil jurusan Agroteknologi sebagai pilihan kedua. Karena menurut guru saya, Agroteknologi itu banyak belajar biologi. Sudah selesai mendaftar. Saya tenang-tenang aja. Pun saya tidak mencari tahu apa itu Agroteknologi. Dan eng-ing-eng. Saya keterima di Agroteknologi. Sedih sudah pasti, kecewa jangan ditanya.

Karena menjadi seorang dokter adalah impian yang sudah saya bangun semenjak memasuki fase SMP. Saat itu saya menangis. Membayangkan bagaimana jadinya saya bila bukan menjadi seorang dokter. Biasa aja sih sebenrnya, toh banyak orang diluar sana yang hidup tanpa menyatu dengan impian mereka tetapi masih bisa memeluk mimpi-mimpinya. Ya kalo ngomong gitu mah bisa se-enak jidat. Tapi melaksanakannya itu ga semudah membalik telapak kaki. Susah loh, cobain deh balik telapak kaki. Cie langsung dicobain.

Well, bagi saya, seorang yang sudah merangkai mimpi sejak SMP. Awal kuliah adalah titik balik bagi hidup saya. Bayangkan saja, mimpi-mimpi dan rencana hidup yang sudah terpatri di otak dan dalam hati dihapus begitu saja. Digantikan dengan paksa oleh sesuatu yang bernama Agroteknologi. Namun, di saat itu, ibu saya bilang "bila memang itu tidak ada digenggaman tangan kita, berarti itu bukan rejeki kita, bukan milik kita. Dan kita tidak bisa egois memilikinya." Ga sebijak itu sih sebenernya. Tapi inti dari wejangan Ibu mengarah kesana.

Terkadang kita memang harus merelakan sesuatu yang berharga pergi, untuk menerima sesuatu yang lebih berharga atau untuk melihat apakah yang pergi akan kembali lagi. Bila memang kembali, selamat. Itu rejekimu, itu memang untukmu, pegang itu rekat-rekat. Tetapi bila tidak kembali, usahakan semampu, semaksimal yang kamu bisa. Hingga kamu benar-benar yakin dengan jawaban dari takdir.

Qs. Al-Baqarah : 216
"Tetapi boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui"

Itu adalah salah satu pegangan saya ketika mulai meragukan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sungguhkah ini semua nyata? Tapi semesta memang tak sebercanda itu. Sebuah peristiwa tidak mungkin datang sendirian. Mereka selalu membawa serta hikmah didalamnya. Jadi jangan merasa sia-sia. Karena bila itu kebaikan tidak ada yang sia-sia, dan selalu ada hikmah dibalik sebuah cerita.

Singkat cerita saya menjadi mahasiswi Agroteknologi. Pada masa-masa OSPEK, ada penjelasan tentang student exchange khusus jurusan Agroteknologi ke beberapa negara Asia Tenggara. Seketika saya tersadar. Boleh jadi Allah memang menyaring mimpi saya untuk mimpi lain yang lebih baik. Sejak saat itu saya mulai kembali menata mimpi-mimpi saya. Saya mulai berani bermimpi lebih besar dibanding yang saya lakukan sebelumnya. Saya berani untuk move up. Sudah bukan waktunya baper untuk sesuatu yang telah lewat. Mau kamu teriak atau nagis jejeritan pun waktu ga akan pernah kembali, meskipun hanya satu detik. Jadi untuk apa kamu berlama-lama menengok ke belakang ketika lembaran baru sudah disuguhkan?

Alhamdulillah. Saya merasa sangat bersyukur masuk di Agroteknologi. Bisa mencicipi rasanya IP 4 beberapa kali. Bisa dapat kesempatan berharga student exchange ke Thailand satu semester. Bisa berusaha berjuang menjadi runner up mawapres di Fakultas Pertanian. Bisa mendapatkan beasiswa hingga lulus, mulai dari living cost, UKT dan modal usaha diberikan. Alhamdulillah bisa magang ke Jepang selama satu bulan. Dan Alhamdulillah, saya menyadari bahwa boleh jadi semua itu tidak akan bisa saya raih bila saya ada di Fakultas Kedokteran.
Kadang, atau bahkan sering kita bersalah sangka pada Allah. Padahal Allah-lah yang lebih tahu tentang mana yang terbaik untuk kita. Kadang, kita seringkali mencoba mengatur Allah dengan berbagai kemauan-kemauan kita. Padahal Allah memberikan yang terbaik yang kita butuhkan, bukan yang kita mau. Memang tak semuanya baik pada mulanya. Namun, bukankah banyak dari kita yang bisa karena terpaksa menerima?

Mari sama-sama ber-istighfar. Kita sudah banyak berprasangka dan berputus asa. Maka, untuk teman-teman semua yang merasa sedih keinginannya tak kunjung didapat atau impiannya belum terwujud. Bisa jadi saat ini Allah sedang mengalihkan mimpi-mimpimu untuk impian lain yang lebih baik. Sama seperti saya. Jangan putus harapan, dan jangan bersedih. Karena Allah tidak pernah tidur sista. Allah akan menurunkan kebahagiaan itu pada waktu yang tepat. Tidak pernah terlalu cepat ataupun terlambat.

By the way, Saya yakin banyak dari tulisan ini yang tidak sesuai atau kurang pas dengan teman-teman semua. Ambil yang baik yang bisa diambil, dan tinggalkan yang buruk, juga beri saran untuk memperbaiki dengan cara yang baik pula. Kebaikan yang kita tanam, akan kembali kita petik suatu saat. Memang tidak semua impian yang belum tercapai memiliki arti bukan untuk kita, tanpa ada ikhiar atau meminta diteguhkan hatinya sebelumnya. Tetapi tulisan ini dibuat agar menguatkan hati-hati yang mencoba memulai mimpi-mimpi barunya.

Sekian tulisan RASA #2 :)
Bermimpilah dan wujudkan mimpimu!
Nantikan tulisan RASA -Rabu Sore Bercerita, selanjutnya!
Selamat Me-RASA dan meramu RASA :)

RENTANG KISAH RASA -RABU SORE BERCERITA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang