satu

600 30 0
                                    

Malam ini aku terbangun tengah malam lagi. Hampir seminggu ini aku selalu terbangun di malam hari. Entah itu di tengah malam, atau di pagi hari saat matahari masih muncul malu malu.

Dan anehnya saat aku terbangun, aku pasti merasa rindu. Pada siapa? Atau pada apa? Aku sendiri bahkan tak tau.

Aku hanya merasa ada lubang di hatiku. Seolah ada sesuatu yang hilang di sana.

Daripada aku melamun seperti sebelum sebelumnya, aku memilih membongkar buku buku lama milikku. Berharap dengan membaca tulisan tanganku saat kecil aku bisa melupakan perasaan ganjil ini sesaat.

Setelah sibuk memilih, aku memutuskan mengambil buku harianku saat masih di sekolah dasar. Sudah bertahun tahun buku itu tak pernah kusentuh. Jujur, aku kadang merasa malu jika mengingat bodohnya aku dulu.

Aku seorang anak laki laki yang sangat gemar menulis buku harian hingga usiaku menginjak 15 tahun.

Sedikit konyol memang. Tapi ya sudahlah. Toh itu hanya masa lalu.

Setelah membersihkan debu yang menempel pada sampulnya, aku memutuskan duduk sambil bersandar pada kepala ranjang sambil membaca.

Halaman demi halaman aku baca. Tak sepenuhnya ku baca karna aku justru merasa geli jika mengingat betapa anehnya aku saat masih kecil. Hingga tanganku berhenti pada halamn dengan judul "Park Jimin" di sudut kiri atasnya.

Aku diam sejenak, mencoba mengingat nama itu. Seingatku, semua temanku saat masih kecil tak ada yang bernama Park Jimin.

Aku hanya punya sedikit teman sejak dulu. Hitungan jari malah. Ada Namjoon, Seokjin, Hoseok serta Kihyun. Tak ada yang berinisial J. Satu satunya teman ku dengan huruf awal J hanya Jungkook. Dengan marga Jeon. Adik kelasku saat SMP dulu.

Penasaran aku memilih untuk membaca halaman itu.

13 Oktober 20xx

Happy birthday sahabat pendekku. Kekekeke...
Hari ini si kecil dan bulat Jimin ulang tahun. Yeay
Tapi anehnya dia tak membuat pesta ulang tahun. Bahkan ia memilih untuk bermain denganku di kamar seharian. Saat kutanya tentang orang tuanya, ia hanya menjawab bahwa ayah dan ibunya sibuk bekerja hingga lupa hari ulang tahunnya.
Tapi ya sudahlah. Toh masih ada aku.
Kami seharian bermain dengan apa saja yang ada dikamarku.
Kami membuat tenda dari selimut dan membuat api unggun dari tumpukan buku.
Aku mencuri kue milik ibu di lemari es untuk kami makan bersama.
Aku suka melihat Jimin makan kue. Pipinya akan terlihat makin bulat. Ditambah lagi dengan krim yang belepotan di mana mana.
Kekekeke... itu lucu sekali
Aku jadi ingin menculik Jimin hanya untukku sendiri
Sore tadi, Jimin dipaksa pulang oleh ibunya.
Aku sangat sedih. Apalagi wajahnya terlihat memerah menahan tangis
Tak apa Jiminie. Besok kita bisa bermain lagi. Lain kali pastikan kau mengajakku ke rumahmu oke?

Tanggal 13 Oktober. Seingatku tak ada keluarga maupun temanku yang berulang tahun di tanggal itu. Aku mencoba mengingat ingat tentang kejadian hari itu.

Tapi yang kuingat hanya aku bermain seorang diri.

Sejak kecil aku memang lebih suka menghabiskan waktuku sendirian di rumah. Memainkan barang apapun yang ada karna aku benci jika kamarku harus penuh dengan mainan.

Dan seingatku, belum pernah ada teman yang ku ajak masuk ke kamarku sampai aku kelas 6.

Lalu, siapa dia? Yang bahkan ku ajak bermain di dalam kamar sedang aku baru duduk di kelas 3.

Aku membuka lagi lembaran buku harianku. Berharap menemukan petunjuk lainnya.

Dan yang kutemukan amatlah mengejutkan.

Hampir semua halaman di buku itu terdapat nama Jimin didalamnya.

Lalu aku menemukan sebuah halaman dengan bekas tetesan air yang mengering disana. Bekasnya cukup banyak, membuat beberapa kata jadi kabur meski masih bisa dibaca.

Dan aku tebak, itu adalah bekas air mataku.

Ayah adalah orang paling egois yang pernah aku temui. Bagaimana bisa dia tega meninggalkan ku padahal dia baru kembali dari tempat yang jauh.
Bagaimana bisa dia pergi setelah meninggalkanku sejak umurku baru 4 tahun?
Jika begini, lebih baik ayah tak usah pulang saja.
Pergi yang jauh.
Tak usah kembali lagi.
Tapi Jimin bilang, aku akan jadi sangat jahat jika begitu.
Aku harusnya bersyukur karna setidaknya ayah masih ingat untuk pulang.
Tapi tetap saja
Aku kan masih rindu
Ingin digendong keliling rumah
Diajari bermain catur
Diajak menonton bola hingga larut malam
Seperti Jimin dengan ayahnya
Untung saja Jimin hari ini mengajakku keluar. Kami kabur ke danau di belakang sekolah.
Jauh sih. Aku saja sampai harus di seret Jimin waktu pulang.
Tapi di sawah aku dapat banyak belalang
Jimin yang tangkap
Tidak apa, ayah pergi jauh lagi. Asal Jimin tetap disini bersamaku
Aku jamin, jika Jimin pergi juga aku akan menangis lebih keras sekarang
Tuh kan aku malah makin nangis
Pasti kalo Jimin tau, aku akan dipanggil cengeng lagi
Kan nggak keren
Ah, aku mengantuk

Halaman itu habis dengan sebuah goresan panjang dari pena di akhir kalimat.

Sepertinya aku langsung tertidur setelah menulis.

Mungkin terlalu lelah menangis.

Aku ingat hari itu. Pertama kalinya aku membentak ayah dan dihadiahi dengan cubitan di lengan kanan.

Tapi lagi lagi aku tak ingat tentang Jimin.

Siapa sebenarnya dia?

Perannya sebagai apa?

Teman? Saudara?

Siapa kamu sesungguhnya, Park Jimin?

tbc

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang