delapan

333 29 7
                                    

Seunggi hanya mampu menatap pintu ruang gawat darurat di depannya. Berdoa agar dokter segera keluar dari sana dan memberinya kabar baik.

Entah sudah berapa lama adiknya di dalam sana.

Di tengah-tengah pertengkaran dengan orang tuanya, Seunggi teringat pada Yoongi yang tengah sendirian di dalam kamar. Ia langsung berlari menuju kamar adiknya, tak mengacuhkan seruan orang tuanya.

Dan saat membuka pintu yang ditemuinya justru tubuh Yoongi yang memucat dengan darah yang terus mengalir dari pergelangan tangan kiri. Melihat dari banyaknya darah yang tercecer, Seunggi langsung membawa tubuh adiknya ke rumah sakit.

Ia merasa bodoh karena membiarkan adiknya sendirian saat orang tua mereka datang. Seharusnya ia membawa Yoongi pergi secepatnya.

Dirasakan sebuah usapan halus pada punggungnya.

"Aku yakin kalau Yoongi kuat. Kita harus percaya hyung." Kihyun mencoba menanamkan semangat pada Seunggi meski dirinya sendiri tengah gemetaran.

Mereka yang tengah menunggu Yoongi tengah kacau. Bahkan ibu Yoongi tak berhenti menangis sejak tadi.

Ia baru menyadari betapa putra bungsunya itu amat berarti. Ia baru menyadari betapa banyak waktu berharga yang ia lewatkan untuk anak anaknya. Ia baru menyadari bahwa selama ini ia gagal menjadi seorang ibu untuk kedua anaknya.

Dan ia menyesal. Betapa penyesalan itu amat terlambat.

Saat ia melihat tubuh putranya penuh dengan darah. Saat ia melihat tubuh putranya begitu pucat seolah ia tak lagi bernyawa.

Semua ketakutannya menyeruak begitu saja.

Untuk pertama kalinya ia merasa hancur.

Ayah Yoongi pun tak jauh berbeda. Meski tak ada air mata yang terlihat keluar, tapi sorot matanya menyiratkan semua hal. Penyesalan, rasa sakit juga takut kehilangan terlihat jelas di sana.

Keadaan semakin menegang saat beberapa perawat terlihat berlarian keluar dari dalam ruang gawat darurat.

Seorang dokter keluar dan langsung menghampiri Seunggi. Firasat Seunggi mengatakatan ada sesuatu yang buruk terjadi pada Yoongi.

"Pasien butuh banyak darah namun stok darah O di rumah sakit tidak mencukupi. Apa ada yang memiliki golongan darah yang sama dengan pasien?"

Ayah Yoongi maju. Seokjin juga mengajukan diri. Keduanya mengikuti seorang perawat untuk di cek darahnya.

Tangis ibu Yoongi semakin pecah. Seunggi memeluk ibunya erat. Menenangkan ibunya di tengah kalut yang juga menderanya.

'Ku mohon, kuatlah Yoon. Untuk kami."

...

Semuanya putih. Tak ada apapun sepanjang penglihatan Yoongi. Ia berlari tak tentu arah. Berteriak. Ia takut sendirian.

"JIMIN! HYUNG! SEOKJIN! KIHYUN! SIAPAPUN TOLONG AKU! Aku takut. Hiks."

Yoongi jatuh terduduk. Memeluk kedua lututnya sembari menyembunyikan wajah. Ia sangat ketakutan. Tak ada siapapun. Ia sendirian.

"Huh?"

Ia mendengar sebuah suara. Ya. Ia yakin kini. Sebuah tawa anak kecil terdengar jelas di telinganya. Tawa yang terasa begitu dikenalnya.

Ia bangkit dan berlari menuju asal suara.

Di sana. Tak jauh darinya. Seorang bocah laki laki berusia 6 tahun berdiri menantinya. Mengenakan ransel bergambar tokoh kumamon dengan senyum bulan sabit di wajah.

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang