lima

238 18 0
                                    

Yoongi gugup. Keringat dingin bercucuran dari pelipis serta dahinya. Tangannya tak henti meremat satu sama lain. Bahkan langkahnya tak henti sejak 10 menit yang lalu. Bolak balik mengelilingi ruangan. Sesekali terduduk di sofa hanya untuk kembali bangkit dan berjalan.

15 menit paling menegangkan yang pernah ia rasakan. Hingga denting bel di pintu depan mengalihkan atensinya. Berlari kecil, Yoongi bergegas menyambut tamu yang datang. Membuka pintu tergesa hingga nyaris terjatuh saking bersemangat.

Yang datang hanya tertawa kecil melihat polah Yoongi. Bergegas masuk bahkan sebelum si pemilik rumah mempersilahkan. Mendudukkan diri di sofa ruang tamu dengan tenang sebelum melambaikan tangan pada Yoongi yang masih mematung di balik pintu.

Yoongi mengerjapkan mata berulang kali demi mengembalikan fokusnya yang sempat hilang. Kemudian menutup pintu dan berbalik menyusul sang tamu.

"Kamu gugup?" Yoongi mengangguk. Tangannya kembali meremat satu sama lain. Tak lama karena ada tangan lain yang mengambil alih tangan kanannya. Merematnya lembut dengan memberi sedikit usapan lembut.

"Tak perlu takut. Mereka temanmu, jadi aku yakin mereka akan mudah menerimaku."

"Tapi Jim, aku hanya... Entahlah. Aku sendiri bingung. Aku tak yakin jika harus mengenalkanmu pada mereka. Meski kalian sama sama temanku, kenyataan bahwa kalian belum pernah sekalipun bertemu selama ini membuatku sedikit tak nyaman." Jimin tersenyum lembut. Mengusap kepala Yoongi pelan dengan tangan kiri sementara tangan kanannya masih betah menautkan diri dengan tangan kanan milik Yoongi.

"Aku disini." Hanya dua kata. Namun memberikan rasa tenang yang luar biasa pada Yoongi. Selama ada Jimin di sisinya semua akan baik baik saja. Seolah semua keberuntungan berpihak pada Yoongi saat itu juga.

Yoongi memilih untuk menikmati waktu diantara mereka. Ia dan Jimin itu sama. Lebih suka ketenangan. Tak heran jika mereka lebih betah menghabiskan waktu berjam jam hanya dengan saling menatap dalam diam. Saling melemparkan kalimat tersirat lewat tatapan mata yang hanya dimengerti oleh mereka. Mengabaikan sekitar karena nyatanya memang tak pernah ada orang lain diantara mereka.

30 menit berlalu dalam kejapan mata. Waktunya telah tiba. Sebentar lagi teman temannya akan datang. Termasuk Taehyung serta Jungkook. Dua adik kelas sekaligus sepupu jauhnya. Mereka ingin berkenalan langsung dengan sosok Jimin. Tak hanya lewat cerita yang pernah keluar dari mulut Yoongi.

Alasannya klasik. Penasaran.

Karena alasan sesungguhnya memang hanya sesederhana itu.

Jimin bangkit dari duduknya. Meminta ijin untuk meminjam toilet sebentar. Meninggalkan Yoongi yang juga ikut berdiri namun untuk alasan yang berbeda. Bel rumahnya kembali berdenting. Sepertinya teman-temannya telah datang. Dan mereka berpisah di sofa ruang tamu. Menuju arah berbeda untuk urusan yang juga berbeda.

Yoongi mempersilahkan keenam tamunya masuk. Permisi sebentar untuk mengambil suguhan lantas kembali dengan membawa nampan berisi 7 gelas jus jeruk dan setoples kecil kue coklat kesukaannya. Hari ini hari spesial jadi Yoongi tak keberatan harus membagi makanan kesukaannya. Jika bukan karena ada moment tak sudi rasanya Yoongi membagi secuil pun kue kering berbentuk bulat tak sempurna itu.

"Jadi dimana Park Jimin? Dia belum datang?" Seokjin tanpa basa basi langsung menyambar kue di dalam toples bahkan sebelum Yoongi sempat meletakkannya diatas meja. Mengundang decakan sinis dari si pemilik rumah yang hanya dianggap angin lalu oleh Seokjin.

"Toilet." Yoongi hanya menjawab singkat. Sibuk membagi minuman di atas meja kemudian kembali ke dapur untuk meletakkan nampan.

10 menit dan Jimin belum juga keluar dari toilet. Teman-teman Yoongi sedari tadi sudah tak sabar untuk bertemu Jimin. Mereka terus bertanya membuat kepala Yoongi serasa ingin pecah. Dia benci keramaian tapi kini justru ia menjadi pusat perhatian.

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang