3, Seseorang dari Perancis.

18 1 2
                                    

"Randi?"

Aku melongo sambil menatap seorang laki laki yang berdiri dihadapanku ini. Bagaimana ini bisa terjadi? Siapa dia sebenarnya?

Kami baru berkenalan seminggu yang lalu, itupun tidak sengaja, dan sekarang? Dia tiba tiba datang ke apartemen ku.

Ini ada yang tidak beres. Aku harus segera menelepon Arisa, siapa lagi kalau bukan dia yang memberi tahu alamatku.

"Ngapain ngeluarin HP? Mau telfon Arisa? Nggak usah, dia yang menyuruh saya kesini," ucapnya sambil tersenyum. Aku mengerinyitkan dahi. Hah? Apa hubungan dia dengan Arisa dan Aku?

"Nggak usah kaget gitu kali, biasa aja. Saya bukan setan," dia terkekeh, dan melanjutkan kembali penjelasan nya, "Saya teman Arisa yang dari Perancis itu, yang mau diajak ketemuan sama kamu ke Immigrant nanti. Tapi, berhubung mobil Arisa, dia nyuruh saya buat jemput kamu,".

Jadi manusia satu ini yang mau diperkenalkan Arisa kepadaku?

"Kita kenalan nya diulang aja yuk, haha. Randi Wisnunggal Pribadi," aku menjabat tangan nya dengan sedikit ragu ragu,

"Garin Prameswari,".

"Yaudah yuk berangkat, kasian Arisa udah sendirian di Immigrant," aku mengangguk dan segera menutup pintu apartemen ku.

Sepanjang perjalanan menuju kelab, kami hanya diam seribu bahasa, aku tidak memiliki nyali untuk membuka obrolan.

"Kata Arisa, asal kota kamu Solo ya?,"

Aku mengangguk dengan cepat. Randi melirikku sambil tertawa kecil,

"Bisu ya? Ditanyain kok diem aja,"

"Iya. Eum, lo sendiri? Ngapain balik kesini? Ngapain juga ke Perancis?" aku berusaha ramah dengan memborbardir nya beberapa pertanyaan sekaligus.

"Saya balik kesini karena studi S2 Arsitek saya sudah selesai,"

Tak kusangka tampang nya yang seperti berandalan pasar senen ternyata seorang lulusan S2 Arsitek Perancis.

"Iya gue dari Solo, dateng kesini ngelanjutin studi S2 Sastra Inggris, bedanya lo Perancis, gue lokal,"

"Rin.. boleh nanya ngga?,"

"Boleh, tanya aja sesuka lo,"

"Kenal Gibran?"

Glek. Aku segera menelan ludah. Ada apa dengan lelaki satu ini? Setelah ia mengenal Arisa, ternyata juga mengenal Gibran.

Aku harus pergi dari lingkaran setan ini.

"Iya,"

"Lo mantan nya kan?," Sialan banget lelaki satu ini. Sabar rin, sabar.

Aku hanya mengangguk, aku malas menjawab pertanyaan itu, pertanyaan yang selalu aku hindari.

"How was he?"

"Good."

"And then?,"

"Please can we talk about anything else? I just don't want to talk about him anymore," aku melempar pandanganku ke jendela mobil, Randi melirikku dengan rasa bersalah.

"Sorry, rin,"

"Its okay. It just about past and I don't want to talk about it,"

Tidak terasa mobil sedan sport yang kutumpangi sampai di Immigrant. Randi turun duluan agar ia bisa membukakan pintu untukku.

"Thanks,"

"Sure"

"Randiiiii, Gariiiinnnn.. Akhirnya kalian sampe jugaaa!," suara cempreng yang tidak asing lagi ditelingaku. Arisa menghampiri kami sambil berteriak kegirangan.

"Udah saling kenal kan? Hehe, yuk masuk," Aku berjalan mendahului Randi dan Arisa, aku mulai tidak nyaman dengan situasi ini.

Seperti biasa, setelah sampai di kelab, aku akan datang ke bar untuk memesan soda, sementara Arisa dan Randi pergi ke dance floor.

"Rin, ikutan joget yuk! Muka lo keliatan suntuk banget gitu," ucap Arisa yang tengah berdiri dari duduknya.

"Iya rin, ayo" Randi tidak kalah bersemangat untuk mengajakku ke dance floor, tetapi tetap saja aku tidak mau dan tidak ingin.

"Nggak males. Kalian aja, have fun ya," Aku kembali meneguk segelas soda ku, mereka hanya mengangguk pasrah dan menggelenggang pergi.

Rasanya aku ingin buang air, aku cepat cepat bergegas untuk ke toilet. Jarak dari bar ke toilet tidak jauh, aku tidak perlu takut sendirian.

"Cantik," seorang pria memanggilku disaat aku sedang berjalan menuju toilet. Aku menoleh ke belakang, tampan juga, mungkin dia juga tamu disini.

"Main bentar yuk," ia mendekatiku secara perlahan, aku memundurkan langkahku, ini tidak bisa begini.

"Sorry gue bukan apa yang ada dipikiran lo," aku kembali melanjutkan langkahku dan tiba tiba tanganku ditarik olehnya.

Ia menarikku dan memojokkanku di dinding.

"Songong banget sih lu jadi cewek," ia menyeringai seperti hewan buas yang siap akan menerkam mangsa nya.

Dia meraba pahaku dan pantatku, oh Tuhan aku harus bagaimana? Aku tidak bisa melawan, kumohon ada seorang pahlawan yang dapat membantuku.

Dia kembali menelusuri tubuhku dengan jari jemarinya, dan mendekatkan wajahnya ke wajahku.

"Bangsat!"

Randi tiba tiba datang, dan langsung mendorong pria itu. Ia memukulnya di sisi kanan serta sisi kiri wajahnya, tidak lama beberapa security datang untuk mengamankan situasi.

"Rin lo gapapa?" ia menghampiri ku dengan tatapan khawatir, aku mengangguk sambil bergetar. Ia membawaku ke luar kelab, kami memasuki mobil.

"Lo beneran gapapa kan? Lo diapain aja sama dia?"

"Nggak kok, thanks ya. Kalau ga ada lo, mungkin gue udah ditelanjangin kali haha,"

"Lo sih dibilangin jangan sendirian, mending ikut gue sama Arisa tadi,"

"Oh iya Arisa mana?,"

"Gatau tuh, tadi lagi joget dia kayak ketemu temen lama nya gitu terus mereka minum bareng, paling sekarang lagi mabok,"

Randi menatapku dengan tatapan aneh.

"Apa?"

"Nggak gapapa. Gue terkesima aja ngeliat lo yang selalu cantik, bahkan dalam keadaan genting kayak tadi,"

Whaaattt?

ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang