L I M A

3.4K 358 37
                                    

.
.
.

"Ajukan surat cutimu dua hari lagi." Ujar Sasuke disela-sela sarapan pagi mereka. Naruto yang bingung dengan ucapan Sasuke, menatap Sasuke meminta penjelasan maksud dari perkataan suaminya ini.

Sasuke menghela nafas lelah. Beginikah rasanya menikah dengan perempuan yang jauh lebih muda dari usianya?

"Seperti apa yang telah ibu katakan minggu lalu, dua hari lagi kita akan pergi ke luar kota."

"Untuk apa kesana?" Pertanyaan Naruto membuat Sasuke menatap Naruto dengan tatapan yang tidak bisa di artikan, antara bingung dan kesal.

"Apa kau lupa?" Tanya Sasuke dengan nada tidak percaya.

"Memangnya ada apa?" Kali ini kembali Naruto bertanya, seolah ia benar-benar lupa. Naruto tidak berbohong, ia benar-benar lupa. Memang apa yang dikatakan ibu mertuanya minggu lalu? Salahkan pekerjaannya yang menumpuk akibat deadline dan editornya yang super duper ribet.

Entah sudah keberapa kalinya Sasuke menghela nafasnya. Benarkan perempuan dihadapannya ini wanita pintar? Apakah semua piagam dan kepopulerannya hanyalah kepalsuan semata dikarenakan orang tuanya yang kaya raya? Sasuke mulai tidak yakin dengan perkataan orang-orang mengenai istri berambut pirangnya ini.

"Dengar. Aku sudah mengosongkan jadwalku selama seminggu kedepan. Maka kau juga harus mengajukan cutimu selama seminggu kedepan. Entah bagaimana caranya, kau harus siap dalam dua hari ini. Tidak ada pertanyaan lagi!" Sasuke mengakhiri kalimatnya beserta sarapan paginya. Tanpa menunggu jawaban atau sanggahan dari Naruto, ia melesat pergi dengan membawa tas kerjanya untuk memulai aktivitasnya yang sempat tertunda selama 10 menit yang lalu.

"Sebenarnya apa yang dikatakan ibu minggu lalu?" Naruto mencoba mengingat-ingat ucapan Mikoto minggu lalu sambil menikmati sarapannya yang sempat tertunda akibat pembicaraannya dengan Sasuke.

.
.

"Kiba, menurutmu jika aku mengajukan cuti selama seminggu kedepan approve atau tidak ya?" Tanya Naruto sambil memain-mainkan makan siangnya di kafetaria tempat ia bekerja.

Kiba menatap Naruto dengan kening mengkerut. "Entahlah. Tapi jika kau ingin mencoba, coba saja." Jawabnya sambil kembali fokus dengan makan siangnya.

"Tapi aku baru bekerja selama 2 minggu. Apa yang akan dikatakan oleh pimpinan nantinya?" Pertanyaan Naruto membuat Kiba akhirnya ikut bingung untuk mengambil keputusan seperti apa.

Selang beberapa menit, mereka diam tanpa berbicara maupun menyentuh makan siang mereka. Sampai-sampai jam makan siang merekapun habis.

"Kenapa kau tidak mencoba pamanmu untuk membicarakannya dengan pimpinan?" Usul Kiba kemudian.

Naruto mengerutkan keningnya. Meminta bantuan dengan Sasuke? Yang benar saja. Boro-boro meminta bala bantuan. Peduli dia saja tidak. Benar-benar usulan Kiba kali ini tidak bisa membantu dirinya untuk berfikir.

"Pamanku terlalu sibuk. Kau tau itu." Bohong Naruto sambil berdiri dari tempat duduknya menuju pantry untuk meletakkan piring sisa makanannya.

Kiba menyusul Naruto dengan langkah terburu-burunya.

"Kau tau. Pamanku itu tidak seperti yang kau fikirkan. Dia manusia paling hina yang selama ini pernah ku temui." Naruto mulai membicarakan hal-hal buruk tentang Sasuke pada Kiba.

"Dia itu. Dia ini. Dia begini. Dia begitu. Bla bla bla bla!" Jika membicarakan tentang Sasuke, Naruto selalu begini. Tidak pernah berhenti mengumpat dan mengutuk Sasuke. Sampai-sampai Kiba yang setia sebagai pendengar Naruto selama ini merasa jenggah sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Marriage ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang