Tak Tertembus

80 8 2
                                    

"Xel, are you okay?" Belica

"Eh,, em.. iya, iya gua gapapa ko Bel"

"Yaudh yuk kita masuk kelas aja" ajak Belica

Tepat saat aku dan belica berbalik ingin menuju pintu kelas, tak sengaja aku menabrak dada bidang seorang laki-laki. Aku terkejut bukan main, lantas aku menengadahkan wajah ku menghadap wajahnya. Laki-laki ini malah tersenyum menjengkelkan, lantas saja aku langsung mengomel sambil meninju dada bidangnya .

"Ahh,, lu ngagetin gua aja sih. Lu ngapain lagi berdiri dibelakang gua?" Omel ku pada Dino. Tapi yang diomelin malah menambah senyumnya dan menangkap tangan ku yang neninju-ninju dadanya.

"Hehehe.. si cantik marah-marah mulu, makin gemesh deh pen cium." Kini tangannya beralih menangkup kedua pipiku. Dan langsung saja ku tepis tangannya, dan berlalu meninggalkannya.

Bukan Dino namanya kalau sehari saja tidak mengganggu ku. Ia berlari kecil mengejarku yang masuk kedalam kelas. Kemudian ia duduk didepan mejaku dengan kursi yang dihadapkan ke arah ku. Dia tersenyum dengan amat sangat membuat ku jengkel, kemudian melanjutkannya dengan mengeluarkan kata kata gombal yang menjijikan.

"Axel bidadari ku, kamu kenapa sih marah-marah mulu sama aku?"

"Bodoamat" jawabku singkat

"Axel sayang, aku kan pacar kamu, kamu gaboleh jutek gitu dong sama aku."

"Berisik lu, sono balik ke tempat asal lu! Kursi lu bukan disini. Sono balik !! Perintah ku dengan nada naik satu oktaf.

"Ihh kok kamu gtu sama pacar? Yaudh deh aku balik ke kursi aku. Dadah acell sayang." Aku hanya memutar bola mata ku malas.

Lihatkan betapa menjijikannya dia. Dino Hadipta Pratama. Dia itu teman sekelas ku yang pasalnya dia menyukai ku dan kerap kali menunjukan rasa sukanya dengan selalu membuat ku jengkel setiap harinya. Mulai dari yang selalu dekat-dekat dengan ku, menggombali ku depan guru-guru, membuat ku malu di depan anak-anak kelas, sampai memberi pengumuman pada orang-orang bahwa aku kekasihnya (nyatanya aku bukan kekasihnya).

Flashback on

Saat itu aku sedang malas membawa sepeda motor. Dino yang tahu aku tidak membawa sepeda motor tentu tidak menyianyiakan kesempatan untuk mengantar ku pulang. Dia menghampiri ku yang sedang asik mengobrol dengan teman-temanku. Kemudian dia mengajak ku untuk pulang bersamanya, awalnya aku menolak, namun karna dia terus memaksaku mau tidak mau aku meng-iya-kan ajakannya. Sepanjang perjalanan kami banyak berbincang hingga keluar satu perbincangan yang memutus setelahnya.

"Tau pulang jam segini mending tadi gua gamasuk deh" keluh ku ditengah perbincangan. Karna saat ini masih menunjukkan pukul 10. 00. Sekolah sengaja memulangkan para muridnya lebih awal karna akan ada rapat dewan guru.

"Tadinya gua juga gamau masuk xel, tapi untungnya gua masuk , jadi gua bisa pulang bareng sama lu deehh" ucapnya sambil cengengesan seraya mengedipkan sebelah matanya genit. Aku hanya diam tak menanggapi godaannya.

"Xel ?" Panggilnya

"Hmm" aku hanya berdehm seraya mengatakan knp.

" Lu kenapasih ga ... "

wuuzhh

Tiiinnn

"Hah? Lu ngomong apa tadi din, ga kedengeran ? " tanya ku meminta Dino untuk mengulang pertanyaannya. Pasalnya tadi saat Dino bicara tiba-tiba saja ada mobil yg melaju kencang dan membuat mobil yang dilintasinya membunyikan klakson.

"Ck.. I love you" teriaknya kencang. "Dengerkan lu kalo yang itu?" Tanyanya sambil menolehkan kepalanya kebelakang melihat wajahku.

Aku diam sesaat tak bergeming. Namun setelah sadar aku langsung menoyor kepalanya dari belakang seraya mengatakan
"Apaan sih lu?" Itu pun aku lakukan untuk menghilangkan rasa terkejut ku atas apa yang dia katakan barusan.

Dia hanya tertawa dan setelah itu, hening. Keheningan itu berakhir setelah motor Dino yang berhenti tepat di depan pagar rumah ku. Kemudian aku langsung bergegas turun dan mengucapkan terimakasih dan hati-hati. Setelah mengucapkan itu, aku pun langsung berbalik arah untuk membuka gerbang dan masuk kedalam rumah ku.

Dino yang melihat tingkah aneh ku pun hanya tersenyum menahan tawa. Lantas ia menghidupkan mesin motornya dan pergi meninggalkan rumah ku.

Beberapa minggu sejak hari itu, Dino berusaha kembali mengungkapkan perasaannya kepada ku. Hari itu aku ingat hari jumat. Seperti biasa kami pulang setelah sholat jumat selesai dilaksanakan. Saat itu aku sedang duduk bersama Hanin di taman literasi sekolah menunggu gerbang utama dibuka, tak lama Dino datang bersama kawannya Aldo. Kita bersenda gurau bersama, sampai tidak sadar bahwa keadaan sekolah sudah mulai sepi. Diakhir perbincangan Dino menatap ku intens. Membuat ku yang tadinya tertawa lantas diam menunggu reaksi apa yang akan Dino sampaikan selanjutnya. Kemudian Dino semakin  memperdalam tatapannya kepadaku. Hingga Hanin dan Aldo yang sadar akan itu menengok kearah Dino.
Selanjutnya kami menunggu Dino mengeluarkan suara.

"Xel, Lu mau ya jadi pacar gua?" Sontak kami bertiga melotot terkejut bukan main.
"kalo lu terima gua, lu bisa ambil satu gantungan kunci ini, tapi kalo lu tolak gua lu boleh buang gantungan kunci ini" lanjutnya dengan wajah yang tertunduk tegang.

Aku amat sangat terkejut dengan pernyataan dadakan Dino ini. Selain tertuju padaku, pernyataan Dino ini disampaikan seakan tidak tau tempat dan waktu, dia menyampaikannya di sekolah selain itu dihadapan Hanin dan Aldo yang mana mereka hanya teman satu kelas kami, bukan sahabat dekat kami yang biasa sebagai tempat berbagi cerita. Aku pun tidak bisa berkata apa-apa. Akhirnya aku hanya diam tanpa mengambil ataupun membuang gantungan kunci itu.

Flashback off

Sejak kejadian itu Dino semakin sering membuat ku jengkel. Dia ingin menunjukkan kembali bahwa rasanya tidak lah main-main. Namun ulahnya yang tanpa perasaan dosa, selalu membuat ku marah-marah sepanjang waktu. Alasan lainnya, karna prinsip yang dia punya. Prinsip aneh yang katanya : yang ngeselin itu yang ngangenin, klo udah ngangenin berarti susah dilupain. Maka dari itu dia selalu membuat ku kesal setiap harinya, yang menurutnya biar aku selalu kangen sama dia dan selalu inget dia.Aneh kan?.

Aku kadang kehabisan akal untuk menghindar dari ulahnya. Rasanya aku ingin sekali orang itu pergi jauh -jauh dari ku. Namun sayang, setiap harinya orang itu malah semakin mendekat. Ya apalagi alasannya kalau bukan karna kami satu kelas.

AxeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang