Sudah 2 jam berlalu. Laras tak kunjung kembali ke kelas. Nada khawatir, ia langsung meronggoh saku seragamnya mengambil ponsel.
Tuutt...tuut...
Tersambung namun tidak di angkat. Nada semakin khawatir ia takut terjadi sesuatu pada Laras. Ia kembali mencoba untuk menghubungi Laras. Sama. Tidak ada jawaban.
Nada mengetuk mejanya pelan. Pikirannya melayang jauh. Ia masi setia menatap ponselnya. Bisa sajakan Laras menghubungi nya kembali
Drrtt...drrt...
Ponsel milik Nada bergetar. Pesan masuk
"Gue pulang duluan Nad. Nyokap barusan nelfon kalau ada acara keluarga. Gue juga ketemu bu Andine kalau kita free class. Dan di pulangin cepet"
"Oh gitu. Oke deh. Hati hati ya"
"Titip salam sama tante Eka ya Ras"
"Oke"
Setelah membalas pesan singkat milik Laras. Nada mengulas seulas senyum kecil. Lalu memasukan kembali ponselnya.
Nadine wali kelas mereka masuk ke dalam kelas memberikan pengumuman bahwa seluruh murid di percepat pulangnya karena ada rapat penting dengan yayasan.
Nada tentu bersorak dalam hati. Ia bisa membantu ibunya jika ia pulang cepat. Ia buru buru merapikan perlengkapan sekolahnya dan melangkah dengan cepat ke luar kelas.
Baru setengah jalan, Erlan senior Nada memanggil Nada. Nada menoleh. Lalu tersenyum kearah Erlan
"Lo pulang sendiri aja Nad? Laras mana?" Tanya Erlan bingung. Biasanya ia selalu melihat 2 sejoli ini selalu berdua. Kemana mana berdua. Jadi agak asing rasanya jika salah satu diantara mereka tidak ada
"Laras udah duluan pulang kak"
"Oh gitu. Gue anter mau?" Tawar Erlan
"Gak deh kak. Aku pulang sendiri aja. Aku juga udah janji sama bunda ke toko bunga dulu"
"Gue anter deh"
"Gak usah kak. Aku bisa sendiri" tolak Nada lagi. Ia memang tidak ingin diantar oleh siapa-siapa. Ia tidak ingin menjadi korban bully. Cukup saat smp ia dijadikan korban bullying.
"Yaudah deh. Hati hati di jalan ya By, kalau ada apa apa hubungin gue"ujar Erlan sambil mengacak rambut Nada pelan.
Kedua pipi Nada bersemu merah. Ia menunduk untuk menutupi rona merah pada wajahnya. Sedangkan Erlan terkekeh lalu pergi meninggalkan Nada.
Di sudut koridor,tanpa ada yang menyadari. Raga mengepalkan kedua tangannya kuat. Ia tidak tahu kenapa saat melihat Erlan mengacak rambut gadis yang sudah ia cium tadi rasanya amarahnya mulai melanda.
🍁🍁🍁
Nada sudah sampai di toko bunga. Ia masuk ke dalam toko dengan senyum cerah. Lila ibu Nada sedang merangkai bunga. Nada dengan sayang memeluk Lila dari belakang. Lila tidak terkejut. Karena Nada memang seperti itu jika ke toko bunga mendadak seperti ini
Lila menatap putri tunggalnya dengan senyum lembut. Ia letakkan rangkaian bunga pada box yang telah di sediakan.
"Tumben cepet pulang sayang"
"Iya bun. Guru ngadain rapat bareng yayasan. Jadi kami di pulangin"
"Oh gitu"
"Ini bunda beli nasi kotak tempat bu Yani. Bunda ngerasa kamu dateng kesini pulang sekolah. nih"
Lila menyerahkan nasi kotak pada Nada. Dengan mata berbinar Nada menerima dan mulai membuka penutup nasi. Hawa wangi sambal di dalamnya membuat perut Nada mendemo. Dengan lahap Nada mulai memakan dan merasakan betapa enaknya masakan buk Yani langganan catering mereka.
Lila terkekeh geli melihat putrinya tidak ada manis manisnya saat makan. Ia mengusap lembut kepala Nada. Nada tersenyum dan menikmati elusan usapan bundanya.
"Bunda sayang sama kamu"
"Akhu jugha bunnhh" sahut Nada dengan penuh makanan di dalam mulutnya. Lila lagi lagi terkekeh
"Ya udah. Makan cepet. Bunda mau ngerangkai bunga"
"Ay ay captain!"
Nada memakan makanan dengan lahap dan cepat. Ia harus membantu ibunya. Kasian. Pasti ibunya lelah. Tidak butuh lama, Nada telah menyelesaikan ritual makan nya. Ia mencuci tangan dan melap tangannya yang basah pada serbet yang ada di atas meja.
Ting..bunyi pintu berdenting pertanda ada tamu yang datang. Nada buru buru ke depan. Melayani tamunya yang datang di toko bunga
"Selamat da-"
Ucapan Nada terhenti ketika ia melihat siapa yang berada di depannya. Tubuh Nada bergerar, matanya berkilat amarah. Ingin sekali ia memaki dan membunuh laki-laki di hadapannya ini. Namun nihil itu pasti hanya di perkiraannya saja
"Nada kenapa ga dilayanin tamunya" lila tiba di samping Nada dengan kerutan di dahi.
Tidak biasanya Nada diam di hadapan pelanggan. Nada yang biasanya sangat antusias dalam melayani tamu. Mengenalkan jenis bunga yang ia punya. Tapi ah sudah lah batin Lila.
Raga memberi senyum kecil ke arah Lila.
"Bunga Lili lagi Ga?" Kekeh Lila. Raga tersenyum kecil sambil menganguk
"Udah kan tante?"
"Udah kok. Tante rangkai tadi. Kamu ikut aja sama Nada. Ntar Nada yang ngasih ke kamu"
Nada menatap ibunya minta penjelasan. Namun Lila bukannya peka. Malah tersenyum.
"Sok atuh. Anterin Raga ke belakang sayang. Rangkaian Lili udah bunda taroh di belakang. Barangkali Raga mau di rangkai lebih banyak lagi"
Nada menghela nafas pelan. Ia mengangguk. Dan berjalan mendahului Raga. Raga diam sambil menatap punggung mungil di hadapannya ini.
"Lili warna apa mas?" Tanya Nada sedikit bergetar dan takut. Ia menjaga jarak dengan Raga. Takut apa yang di lakukan Raga tadi pagi malah kembali terulang
"Lili putih"
Nada mengangguk, ia dengan gesit mengambil Lili putih yang telah di rangkai Lila tadi. Dan menyerahkan kepada Raga.
"Thanks" ujar Raga lalu pergi meninggalkan Nada yang masih menunduk takut
Raga menyerahkan Lilinya pada Lila.
"Berapa tante?"
"250.000 Ga. Kan biasanya juga segitu"
Raga membalas dengan senyum kecil dan mengambil uang cash dalam dompetnya. Menyerahkan kepada Lila
"Makasi yah Ga. Sering sering kesini ya" menyerahkan lili yang sudah di kantongi. Raga menerima dengan senyuman. Dan pergi dari toko bunga
Nada memegang dadanya, berdetak tak karuan saat Raga berada di dekatnya tadi. Rasanya entah apa. Nada menyentuh dadanya lagi dan lagi. Tanpa ia sadari senyum kecil terbit di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find The Beauty In Everyday
Ficção AdolescenteNada merasakan hancur ketika orang yang ia benci sekaligus sayang berhenti bernafas "Please jangan tinggalin aku. Aku maafin kamu, aku maafin. Jangan becanda. Jangan jadiin hal ini candaan kamu" Nada menjerit histeris, memukul tubuh yang terbaring l...