HAI...LONG TIME NO SEE YA TEMAN2. SEMOGA BELUM KABUR DARI CHANNEL SY, HIHI. MAAF YA KARENA MEMANG HARUS VAKUM SEMENTARA DARI DUNIA OREN INI KARENA ADA SOMETHING YANG PENTINGGGG SEKALI. HEHEHE.
SAYA UNGGAH BAB INI KETIKA MOOD SAYA SEDANG BAGUS. SEBAB SAYA BUKAN HANYA SAYA SAJA SEKARANG, HEHEHE.
WELL, JANGAN BERHARAP BANYAK YA KLO SAYA BAKALAN UNGGAH TERATUR SEBAB SEMUA TERGANTUNG MOOD DAN KONDISI BADAN. TERIMA KASIH UNTUK PENGERTIANNYA.
SELAMAT MEMBACA :) MAAF KALAU BAPER PAGI2 :)
***************************************************************************************
Kulangkahkan kaki dengan lesu menuju ruang 101, ruangan tempat Putri dirawat secara intensif. Dengan hati-hati kubuka kenop pintu itu setelah sempat menguatkan hati sendiri. Sebenarnya, aku menguatkan hati hampir sejam lamanya di ruangan mama. Aku tak sanggup masuk sendiri pada awalnya, tapi kuputuskan untuk kuat. Aku tak boleh membuat Putri makin down. Apalagi kata ibuku, harapan untuk sembuh itu selalu ada jika kita mau berusaha.
Pintu terbuka, mataku menangkap sebuah pemandangan menyakitkan. Hidung mancung Putri sudah terpasang masker oksigen. Ranjangnya juga dilapisi dengan plastik pembatas. Ia sedang diisolasi agar tak mudah kena infeksi. Kini, kami terhalang oleh plastik tebal itu setelah tadi bisa dekat sekali. Miris sekali waktu ini, berubah begitu cepat seperti poros lepas kendali.
Aku mendekatinya, selangkah demi selangkah. Sambil menahan tangis yang ingin tumpah. Inikah mingguku yang membosankan tadi pagi itu? Rasanya sekarang tak membosankan lagi, justru mendebarkan sepanjang waktu. Rasanya aku mulai menghitung kemungkinan Putri sembuh dari detik ke detik. Ibuku berkata bahwa Putri akan segera menjalani kemoterapi dan pengobatan menyakitkan lainnya. Ngeri sendiri dengan membayangkannya. Putriku sayang, Putriku malang.
"Hai, maafin Putri ya Mas?" ucapnya pelan sekali karena terhalang oleh masker oksigen dan lapisan plastik tebal.
Aku menggeleng pelan dan duduk di kursi yang sudah disediakan, "kamu gak apa, Dek? Gimana perasaanmu?"
"Lemas dan haus," ucapnya jenaka. Aku tersenyum pahit.
"Salahmu sendiri kena flu," vonisku berpura-pura marah. Dia tersenyum simpul, masih sempatnya.
"Mas tahu kalau Putri sakit lebih dari itu, kan?" dia mulai mengajakku membahas penyakit menakutkan itu.
"Kamu kenal penyakit menakutkan itu darimana sih, Dek?" pertanyaanku yang aneh ini meluncur begitu saja.
"Gak tahu, mungkin gak sengaja ketemu di jalan," dia malah mengajakku bercanda. Mungkin untuk menghilangkan sakit di hati masing-masing.
Kami tertawa pahit bersama, "kamu ini!" celetukku.
"Kamu jahat sekali Dek!" vonisku lagi, "bukannya mau jadi pengantin Mas sebentar lagi?"
"Karena itulah Putri minta maaf, Mas Aksa. Aku tahu, semua ini menyakitkan. Bukan ini yang kumau," ucapnya lemah. Aku menatapnya lekat.
"Maaf kalau Putri gak bisa buat Mas bahagia," sambungnya lagi yang membuat mataku berkaca-kaca.
"Kamu pasti sembuh, Dek. Kemungkinan itu selalu ada!" aku sangat optimis menyemangatinya.
"Tentu saja. Aku kan ingin merasakan jajar pedang pora. Mana bisa kalau aku gak sembuh," balasnya bersemangat.
"Itu baru Putriku," ucapku senang. Dia tersenyum simpul.
"Sejak kapan kamu tahu sakit itu?" aku menyambung pertanyaan menyakitkan itu.
"Sejak lama sudah curiga. Tapi pastinya baru hari ini," aku menatapnya lurus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Moonlight/End
Romance#SEBAGIAN PART DI-PRIVATE!# Kata orang, hari-hari menjelang pernikahan adalah hari penuh cobaan. Angkasa Langit Wiradhika, seorang tentara muda yang sedang jatuh cinta pada Putri Purnamaria Kirana, wanita penuh filosofi dan hidup bak di drama romant...