02 | Helping

51 15 10
                                    

Manusia memang tidak dapat melawan koadrat takdir yang sudah ditentukan. Namun, jika kita berharap dapat mengubahnya untuk sebuah kebaikan apa diperbolehkan?

----; ✡ ;----

Suara dari beberapa alat medis rumah sakit sedaritadi tiada henti menghiasi ruangan berwarna putih susu, beraromakan bau obat-obatan khas menyengat indera penciuman.

Di dalam ruangan itu terlihat seorang dokter berkacamata bernama Kim Minjae, sedang berusaha memberi sentakan listrik pada tubuh gadis di hadapannya yang masih dalam keadaan koma dengan menggunakan defibrillator.

Satu setengah jam lebih sudah berlalu. Segala upaya yang Minjae lakukan bersama susternya tidak kunjung membuahkan hasil memuaskan. Gadis itu tetap saja diam tidak berkutik, sementara alat monitor sinyal jantung belum memiliki pertanda baik seperti yang diharapkan.

Seberapa jauh mereka mencoba, seberapa keras mereka berusaha, maka hasilnya akan tetap sama. Grafik jantung gadis di depannya masih enggan berdetak, menandakan bahwa ada kemungkinan gadis ini terlambat untuk diselamatkan oleh mereka.

Minjae lantas menghela napas berat. Ternyata dugaan buruknya, benar-benar terjadi mengenai angka harapan hidup pasiennya. Ditatapnya sendu wajah gadis yang diketahui bernama Song Nami ini, kemudian setelahnya dia berkata pada Ah Hye (salah seorang suster di sana) yang juga sedang memasang ekspresi serupa dalam diam.

"Lepaskan semua alat medis, Hye. Segera laporkan keluarga korban berita kurang mengenakkan yang terjadi pada pasien Song Nami, kamar 209."

Bagai dihantam bongkahan batu besar tepat di kepala, Ah Hye sontak memandang tidak percaya ke arah Minjae begitu pria itu selesai melepas sarung tangannya yang berdarah-darah.

"Apa nyawanya sungguh tidak dapat diselamatkan, Minjae-ssi?" tanya Hye memastikan. Dia masih belum dapat mempercayai jika akhir hidup seorang Sena harus berakhir dengan tragis.

"Kita sudah melakukan semampunya. Aku harap keluarga pasien dapat menerima kenyataan. Aku tahu, berita ini pasti berat untukmu juga, Hye. Maafkan aku," terang Minjae.

Bukan seperti senyuman hangat yang biasanya Minjae---Si Dokter ramah tampilkan kepada khalayak, melainkan senyuman miris atas apa yang baru saja Tuhan takdirkan untuk jalan hidup Nami yang tetap membuat Ah Hye sedih tiada kira.

Karena meskipun Nami bukan anggota keluarganya, tetap saja melihat gadis ini dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan mengenaskan dengan akhir takdir yang memilukan, membuat Ah Hye belum mampu menerima sepenuhnya atas kejadian yang menimpa Nami.

Minjae menepuk pelan bahu Ah Hye, wanita itu sedang berduka. "Jangan bersedih. Aku yakin suatu saat Nami akan menerima kehidupan yang lebih baik ditempat baru," tegar Minjae sembari memutuskan keluar ruangan terlebih dulu, menyisakkan Ah Hye sendirian di rawat inap Song Nami.

Butuh waktu bagi Ah Hye---suster yang dikenal sebagai pribadi yang cukup melankolis untuk kembali tersadar akan realita di depannya. Kedua tangannya yang kini sedang bergerak melepas seluruh peralatan medis di tubuh Nami, sontak gemetaran setengah mati.

Namun kendati demikian, Ah Hye tetap berusaha berdiri tegar dengan sesekali kedua bola matanya tersebut menatap sendu ke arah Nami yang masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dalam keadaan tidak bernyawa.

"Sayang sekali. Perjalanan hidupmu sangat panjang padahal, tapi kau harus meninggalkan dunia pertama. Aku harap keluargamu dapat mengerti. Song Nami aku belum sempat melihat matamu terbuka. Namamu indah dan aku harap sama seperti isi hatimu," ujar Hye berusaha tegar, sekuat tenaga.

Ah Hye benar-benar berharap semoga setelah kejadian ini Tuhan masih berbaik hati memberikan keajaiban untuk membantu Nami mendapatkan kehidupan jauh lebih baik. Meski pada akhirnya harapan Ah Hye terasa seperti hembusan angin dimata semesta.

"Semoga tenang di tempat barumu. Mungkin ini kali pertama aku berharap untuk kesembuhan pasienku. Meminta Tuhan untuk memberikan keajaiban-Nya lagi, setidaknya sekali pada nasibmu," monolog Hye sebelum akhirnya memutuskan pergi, seusai dia menutupi wajah terakhir Nami dengan menggunakan kain putih, mendorong troli kecilnya menjauh dari ruangan.

Sepeninggal kepergian Ah Hye, seseorang tiba-tiba datang tanpa melalui pintu menghampiri sosok Nami yang sudah dipastikan tidak bernyawa di atas ranjang rumah sakit dengan beberapa pasang alat sudah tidak terpasang kembali di sana. Mereka pasti sudah membereskan semua, tidak lama berita duka itu akan menggaung memenuhi relung hati.

Tatapan matanya sontak meneliti secara detail akan keseluruhan tubuh Nami yang putih memucat, selepas kain putih diangkat olehnya. Sementara tangan kanan miliknya terulur, menggenggam tangan kanan Nami yang begitu dingin. Senyuman tipis tidak pernah luput dia tampilkan ketika menatap mata Nami yang terpejam begitu damai.

"Maaf jika kedatanganku kali ini sudah mengganggu waktu. Tapi, aku bisa membantu jika kau ingin." Suara lembut terdengar bahkan sampai ke rungu Nami yang terpejam selamanya.

Usut punya usut---rupanya, gadis yang sedang bersama Nami ini merupakan gadis yang sama dan sempat berada di lokasi kejadian. Gadis yang hanya duduk diam di atas gedung bertingkat, memperhatikan setiap kejadian dengan kedua tungkainya yang berayun. Bahkan jauh sebelum adegan kecelakaan itu berlangsung sampai pada titik terenggutnya nyawa gadis cantik bernama Song Nami.

"Namun, jika aku melakukannya aku akan lebih lama terjerat bersamamu," lanjutnya bermonolog. Bersikeras menggapai wajah Nami, namun yang dia dapat hanyalah kekosongan.

"Apakah kau tidak keberatan Song Nami, jika aku membantumu hidup?"

Mungkin jika ada orang lain yang mampu melihat keberadaannya sekarang, sudah dipastikan mereka akan tanggap mengira bahwa gadis ini pasti tidak memiliki akal sehat, berbicara sendiri dengan manusia yang sudah meninggal sementara seharusnya Nami bersegera dimakamkan.

Kendati demikian, sayangnya hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melihat bagaimana wujud serta bentuk tubuh gadis tanpa nama yang sedang mengobrol bersama Nami. Sisanya tidak ada yang mampu, sekalipun mereka berusaha atau mencoba memaksa.

"Kurasa kau tidak merasa keberatan. Baiklah, aku akan membantumu. Aku juga merasa tidak tega melihat Ayah, Ibu, dan Kakakmu di luar sana masih menangisi kepergianmu tiada henti."

Menghembuskan napas pelan, gadis tanpa nama itu lekas memejamkan kedua matanya, berkosentrasi penuh. Diiringi dengan gerakan bibir yang seolah-olah sedang membacakan sebuah mantra dengan harapan gadis bernama Song Nami ini dapat kembali terbangun kali kedua diiringi langkah nasib berbeda, karena tidak seharusnya dia gugur lebih cepat dari yang terprediksikan semesta.

"Tolong biarkanlah perempuan ini terbangun kali kedua, Tuhan. Aku.. utusanmu, yang akan menjadi jaminan hidup untuk gadis bernama Song Nami, mengorbankan separuh dari nyawaku hanya untuk tetap tinggal mempertahankan raganya tegak selama aku dan dia mampu bekerjasama." []

To be Continued.

ENCHANTERS (ON GOING 2024)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang