☆
Lee Seokjin menarik kopernya setelah tungkai kaki sampai di bandara. Napasnya kini bukan lagi mengenai Korea, Seokjin menghembuskan napas panjang lantaran lelah tiada kira menempuh perjalanan berjam-jam. Selama di pesawat dia hanya makam lalu tertidur, sesekali menonton film sampai akhirnya kebosanan melanda dan pesawat yang ditumpangi Seokjin sudah sampai tujuan dengan selamat.
Seseorang tampak menunggu Lee Seokjin dengan melambaikan tangan, menunjukkan sebuah kertas yang bertuliskan nama diri agar Seokjin segera berjalan mendekat ke arahnya, sebab dia sudah menunggu kedatangan Seokjin dari sebelum terbit fajar. Seokjin tersenyum hangat dalam guratan wajah lelahnya, tidak dipungkiri meski Seokjin senang, dia tetap merasa bahwa berada di sini justru mendatangkan rasa khawatir sekaligus takut.
Seokjin memeluk teman karibnya yang meluangkan waktu menjemput di saat teman-temannya yang lain kedapatan sibuk. Lantas teman Seokjin yang bernama Ah Hye segera berbisik pelan dimana Ah Hye menyiapkan kejutan atas kedatangan Seokjin di rumah baru. Seokjin terkekeh dan mengikuti saja kemana Ah Hye membawa lengan kanannya agar mereka dapat masuk ke mobil. Wanita itu menyetir seorang diri dari rumahnya yang berjarak setengah jam lebih untuk sampai bandara.
Sepanjang perjalanan mereka hanya saling bertukar cerita mengenai pengalaman pribadi masing-masing yang sukses terdengar saling memukau satu sama lain. Lee Seokjin juga baru tahu jika Ah Hye dipindahtugaskan dari profesional sebagai perawat ke Eropa. Seokjin pikir Ah Hye keluar dari pekerjaan monotonnya itu, tapi ternyata tidak. Justru kabar baiknya wanita itu sukses membuka bisnis sendiri, kendati dia mulai jenuh pada satu pekerjaan, Ah Hye dapat mengontrol pekerjaan lain dimana sekarang dia adalah bosnya.
Lee Seokjin mengusap-usap rambut Ah Hye lembut, membiarkan tatapan wanita itu fokus ke depan sembari dia mengeluarkan sebuah bingkisan yang Seokjin beli saat berada di pusat oleh-oleh Seoul. Ah Hye tersenyum antusias meski sedikit penasaran mengenai bingkisan yang Seokjin berikan. Kemudian Ah Hye meminta Seokjin untuk meletakannya di kursi belakang dimana di sana hanya terdapat barang-barang milik Ah Hye yang sehari-hari menjadi kebutuhan wajib berkeliling, sementara pada bagian bagasi adalah barang-barang milik Seokjin yang tidak terlalu banyak.
"Senang kau berada di sini bersamaku," ujar Ah Hye melirik pada Seokjin ketika mobil mereka berada di persimpangan lampu merah.
Seokjin terkekeh, "kupikir aku akan sebatang kara di sini. Seharusnya aku yang berterimakasih, Ah Hye-ssi." Sahut Seokjin sopan, tentu dia tidak melupakan junjungan etika maupun norma dalam pertemanan.
"Kau tidak perlu sekaku itu. Omong-omong bagaimana Hwang Yoongi?" Tanya Ah Hye sembari melajukan mobil mereka kembali.
"Dia menikah lalu tidak tahu lagi, Song Nami juga." Celetuk Seokjin memandang ke arah jendela luar.
Ah Hye berdeham dengan nada menggoda. "Kalau begitu kapan giliranmu?"
Seokjin menoleh dengan terkejut. "Aku tidak berpikir jauh kesana."
Ah Hye menepikan mobil mereka sebentar karena ada sesuatu yang ingin dia beli di depan toko rokok elektrik. Sembari menunjukkan jari manisnya pada Seokjin, Ah Hye kembali menggoda melalui kaca jendela. "Akan senang jika aku melihatmu bahagia."
Lee Seokjin mendengus, menyebalkan, ketika tahu Ah Hye berusaha menyombongkan diri dengan gaya lucunya untuk menunjukkan Seokjin sebuah cincin manis. Cincin itu melingkar sempurna tapi Seokjin sama sekali tidak iri atau bahkan keberatan. Tujuan serta niat awal Seokjin memang ingin menjalankan bisnis proporsi di sini, sebab selain mewah Seokjin juga menemukan bahwa bangunan Eropa selalu menarik perhatian turis.
Oleh karenanya butuh modal yang cukup besar serta waktu yang sangat panjang dalam mewujudkan mimpi Seokjin yang sempat tertunda oleh beberapa persoalan di Seoul. Seokjin tidak terlambat, hanya dia cukup lamban selama proses eksekusi berlangsung. Eropa begitu tenang, Seokjin pikir dia bisa berjalan selama lingkungannya mendukung Seokjin.
Ada kiranya Seokjin melihat Ah Hye keluar dengan serenteng liquid. Tanpa bertanya Seokjin jelas tahu apa yang baru saja Ah Hye beli, dia hanya menggeleng kemudian mobil mereka pun kembali melaju menyusuri jalanan Eropa yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari jalanan tempat Seokjin di Seoul.
"Jadi, maksudmu.. kau sengaja meninggalkan satu villa dan apartemen di sana demi membangun sesuatu di sini?" Tanya Ah Hye. Seokjin lantas mengangguk mantap.
Ah Hye kemudian menunjuk pada satu perusahaan yang sudah lebih dulu berdiri kokoh. Seokjin tentu belum tahu siapa dalang dibalik perusahaan yang tampak unik dengan ukiran khas yang sukses memukau siapapun yang datang. "Kau lihat di sana? Ku dengar, mereka perusahaan pencipta robot. Perusahaan Ryu selalu memiliki cara yang cukup ekstrem setelah berhasil mengalahkan perusahaan Hwang Yoongi."
Dari sana Seokjin terbelelak dengan mulut terbuka. Kagum tentu saja. Tapi melihat bagaimana Ryu sangat bekerja keras, Seokjin jadi teringat Nami. "Tapi apakah pemegang sahamnya adalah Ryu Jimin?"
Ah Hye menggeleng selesai menghisap rokok elektrik miliknya yang baru diisi. "Tidak tahu, sepertinya ya." Sahut Ah Hye masa bodoh. Dia kenal Song Nami, cukup dekat tapi Ah Hye tidak membencinya sama sekali di saat satu-persatu Nami mulai kehilangan teman.
"Kalau begitu Song Nami juga di sini?" Tanya Seokjin antusias.
Ah Hye menoleh sebentar sebelum pandangannya balik ke jalan raya yang damai. Daun-daun tampak berguguran, menghasilkan kaca mobil miliknya tertimpa daun tersebut tapi tidak menyulitkan pandangan mata Ah Hye dalam sibuk menyetir. "Tidak. Maksudku, kau akan tahu ketika kau diundang." []
☆
Halo Maret!
Karya ini Murni Hasil dari Konsep Pemikiran Penulis.Jika ada konteks plagiarism yang dilakukan oleh oknum tertentu, harap sertakan laporan melalui contact salsaakirabussiness@gmail.com
Terimakasih,
Sampai Bertemu di 2026!
KAMU SEDANG MEMBACA
ENCHANTERS (ON GOING 2024)
FantasiKarena pada dasarnya, sesuatu yang terlihat tidak masuk akal pun dapat kita rasakan kehadirannya. Lantas.. apakah sesuatu yang dikategorikan sebagai kategori 'Tidak masuk akal' itu dapat mendatangkan kebahagiaan kelak? Gadis mungil bernama Song Na...