Phase 03: Act Before Talk

77 29 7
                                    


"I hope times hurries up and brings you to me."

-Hello, Goodbye-

____________________


Ini hanya aku, atau memang Naufal sedang memerhatikanku?

Saat aku sedang asyik bercanda dengan Mega, mataku tak sengaja bersinggungan dengan seseorang yang sejak sejam yang lalu terus-menerus mengganggu pikiranku—tengah menatapku diam-diam. Ya, dan dia adalah Naufal.

Aku balas menatapnya, namun cowok itu justru malah mengalihkan pandangannya, bahkan mengakhiri sesi menatapku dengan sebuah lirikan tajam.

Ugh, dasar nyebelin! Bilang aja mau lirik-lirik!

Melihat perubahan raut wajahku yang cukup drastis, Mega lalu bertanya padaku. "Kenapa lo?"

Aku buru-buru memalingkan wajahku, memandangi Mega yang tampak heran dengan perubahan sikapku. "Gak papa. Lo lanjutin makan aja."

Mega mengangguk paham, lantas menyeruput kuah bakso dari sendok makannya.

Aku memerhatikan Naufal lagi. Namun, kali ini, cowok itu sedang sibuk menulis sesuatu di buku tulisnya. Awalnya, aku menganggap sepele hal tersebut. Kupandangi wajah cowok itu—lebih tepatnya menelitinya—takut-takut salah menilainya nanti.

Cowok itu sebetulnya memiliki bentuk tubuh yang bagus. Tinggi kurus, dengan kaki yang panjang, juga wajah dengan dagu yang lancip. Kulitnya lumayan putih. Hidungnya cukup mancung, alisnya tebal—dengan bulu mata yang lentik. Bibirnya tidak terlalu tebal, namun juga tak begitu tipis. Sayangnya, postur badannya yang agak bungkuk dan perpaduan frame kacamata yang tebal banget, bikin cowok itu keliatan nerd. Belum lagi, potongan rambutnya yang asli nanggung banget plus poni diatas alis yang nampaknya sengaja disisir ke depan bikin cowok itu makin kelihatan aneh saja. Tapi, soal kebersihan, sih, cowok ini patut diacungi jempol. Seragamnya putih bersih tanpa ada noda apapun. Begitu pula celana, tas dan sepatunya.

Yah, ini, sih, tinggal kurangin aja sifat-sifat jeleknya. Perbanyakin fitness juga bagus kayaknya, supaya bikin badannya jadi berbentuk. Terus tinggal ganti frame kacamatanya jadi frame tipis ala kekinian yang lucu banget. Sisanya ... kupikirin lagi, deh, nanti.

"Lo liatin gue?"

Aku tersentak kaget, lalu mendapati Ghani yang duduk di dua bangku belakangku tengah menatapku jahil. Spontan, aku berbalik menatapnya jengah.

"Apaan, sih. Geer banget lo jadi orang." ketusku.

Ghani tertawa. "Gue bercanda, Ta. Galak amat perasaan."

Dengan wajah berseri-seri, Ghani menghampiriku. Si brengsek itu lalu mengambil salah satu kursi di belakang bangkuku, lalu duduk manis disana.

"Ta, tau nggak, gue—"

"Nggak." selaku tajam. "Lagian, ngapain lo duduk disitu? Ngenodain pandangan gue aja. Balik sana ke bangku lo!" usirku. Sayangnya, nggak segampang itu ngusir cowok brengsek itu.

"Ish. Dengerin dulu. Gue itu ya—"

Akhirnya, aku menyerah. Kuputuskan untuk mengabaikan ocehan Ghani yang sama sekali nggak penting, sambil sesekali mencoba fokus kembali ke layar ponselku, menatap beberapa personil boyband yang tengah menari kesana-kemari mengikuti irama.

Ah, bosannya ...

"... Terus, lo tau nggak, gue itu ya—" Ocehan cowok itu terhenti. Tanpa kusadari, cowok itu nyatanya diam-diam ikut memerhatikan layar ponselku.

Would You Come To Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang