"jika masa lalumu adalah alasan kenapa kamu mencintaiku. Bolehkah aku meminta agar kamu mencintaiku tanpa karena apalagi dia?"
***
"Indiiii... lo harus tanggung jawab", teriak Amel nyaring saat langkahku yang baru saja masuk kedalam kelas. Aku melirik Amel yang saat ini sudah memandangku dengan tatapan tajam yang akan membuat siapa saja takut saat melihatnya terkecuali aku. "Lo harus minta maaf sama ketos", perintah Amel dengan kedua tangan yang bersilang di dada.
Aku mendengus kesal, "gue minta maaf?" tanyaku yang sekarang sudah duduk disamping Amel. Amel hanya menganggukkan kepalanya. "OGAHHHH" ucapku sinis membuat mulut Amel terbuka lebar.
Aku melipatkan kedua tanganku ke atas meja dan menenggelamkan kepalaku disana. Sebenarnya aku malas untuk tetap berada disekolah. Setelah kejadian dilapangan tadi aku menjadi bahan gosip seantero sekolah.
Ini adalah hari ketiga dimana aku sudah berstatus menjadi murid SMA dan murid baru yang sedang menjalani Ospek terlebih dahulu.
SMA Panca Bakti, sekolah pilihan yang dipilihkan oleh bundaku. Kata bunda, sekolah ini bagus dan terkenal. Aku hanya mengiyakan saja pilihan bunda. Ya karena aku berpikir, pilihan bunda tidak akan pernah salah.
Namun perkiraanku salah. Belum sampai seminggu, aku sudah berurusan dengan ketua Osis SMA ini. Bagaimana tidak berurusan? Seorang ketua Osis di permalukan oleh murid baru sepertiku di depan banyak murid baru lainnya?
[flashback on]
"lo yang dibelakang" teriak anak laki-laki itu di bawah teriknya panas matahari, "maju" ucapnya lagi memandang kearah barisanku.
"eh siapa tuh yang disuruh ketos maju"
"lo disuruh maju tu"
"maju sanaa"
Kalimat itulah yang dapat dengan jelas aku dengarkan. "loo nyuruh siapa? Di belakang sini banyak makhluk hidup" teriakku tak kalah dengan suaranya.
Seketika suara yang awalnya riuh tiba-tiba menjadi senyap. Aku memandangi murid-murid yang ada disekitarku bahkan tak ada yang aku kenal selain Amelia Masha -sahabatku dari SD sedang memandang kearahku dengan tatapan terkejut.
"mel gue salah yaaa??" tanyaku polos ke Amel yang sedang memukul keningnya pelan. "bukan temen gue, bukan temen gue" ucap Amel pelan yang masih bisaku dengar.
"Siapa yang barusan ngomong?" teriak suara itu lagi. Namun kali ini dengan suara yang benar-benar bisa dibilang menyeramkan. Aku melihat laki-laki itu berjalan kebarisanku.
Dan disinilah dia sekarang tepat di depanku. "minta maaf sekarang" perintahnya dengan nada dingin. "gue gak mau" ucapku sinis. Dia menatapku dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "gue bilang minta maaf sekarang" perintahnya lagi dengan suara yang naik satu oktaf.
Aku melihat matanya yang menggambarkan bahwa dia benar-benar marah sekarang. "Dia pikir, gue bakalan takut apa diginiin? Bakalan nangis? Salah bangett" ucap batinku. Dengan dagu yang sengaja aku angkat "gue.gak.mau" ucapku dengan penekanan dan kemudian pergi meninggalkan lapangan dengan santainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Am
Teen FictionAlvino Rifaldika, memutuskan untuk menentang kenyataan karena masa lalunya yang begitu indah. *** "Perlakuan manis yang kamu berikan selama ini adalah sebuah kebohongan yang dapat membuat aku benar-benar merasa dicintai." - Indira Nafeeza *** Sampai...