Hari yang dinantikan telah tiba. Dies Natalis yang dirayakan setiap tahun sebagai peringatan ulang tahun sekolah, dengan mengadakan beberapa rangkaian acara yang melibatkan beberapa murid dari setiap kelas dan angkatan.
Ada yang menyumbangkan bakatnya seperti menari, bacaan puisi, mini teater, dan juga menyumbangkan suara seperti yang akan dilakukan oleh Aurina sebagai perwakilan kelas XI MIPA 2.
Sementara menunggu gilirannya untuk perform, Aurina beberapa kali merapihkan gaun putih bernuansa bunga yang ia kenakan. Aurina terlihat sangat cantik, kulit putihnya terlihat cocok dan menyatu dengan gaunnya, ia juga mengenakan pashmina ceruty berwarna pink yang membuatnya tampil menjadi gadis manis.
"Astaga, Aurina! demi apa? ini lo cakep banget!" teriak Dara histeris, disusul oleh Kalea yang juga antusias melihat sahabatnya di makeover secantik layaknya ibu peri.
"Kan, aslinya memang sudah cantik." ucap Kalea.
Pujian dari kedua sahabatnya itu pun berhasil membuat wajah Aurina memerah, pipinya kembali memperlihatkan rona yang membuatnya terlihat lucu. Kehadiran kedua sahabatnya bukan tanpa alasan, mereka membantu mempersiapkan segala keperluan dan memeriksa segala properti yang akan di pakai Aurina di panggung nanti.
"Sudah sarapan, kan?" tanya Kalea pada Aurina.
Aurina menggelengkan kepalanya. "Belum."
"Bahkan, gue sudah makan dua kali, dan lo sarapan aja belum." ucap Dara.
Aurina melirik jam di tangan kanannya, menunjukkan jam 1 siang. Terlalu sibuk mempersiapkan penampilannya, Aurina sampai melupakan hal yang paling penting. Kebiasaan yang berujung merugikan dirinya sendiri.
"Lo tunggu gue disini, biar gue yang ke kantin." ucap Kalea bergegas meninggalkan aula, namun langkahnya terhenti saat sesosok lelaki tinggi tegap juga berdiri tepat di pintu masuk aula.
Dikta berdiri di ambang pintu aula, kedua tangannya membawa dua totebag berwana cokelat, isinya empat porsi nasi bento beserta air mineral botol.
"Makan, nih. Lo bukan malaikat yang nggak perlu makan." ucap Dikta, menyimpan kedua totebag tersebut di atas meja.
Aurina terkekeh. Dikta memang selalu datang disaat Aurina selalu membutuhkan apapun, bahkan yang tidak terpikirkan oleh dirinya pasti akan terlengkapi dengan kehadiran Dikta.
"Banyak banget?" tanya Aurina.
"Sekalian makan bareng, gue juga lapar." jawab Dikta, mengajak Dara dan Kalea mengambil nasi bento tersebut.
"Terima kasih, kak." ucap Kalea.
"Sering-sering ya, kak." ucap Dara.
"Lo makan udah tiga kali, Dar." ejek Kalea.
"Rezeki, tuh, nggak boleh di tolak." jawab Dara acuh, membuat Aurina dan Dikta tertawa mendengarnya.
Mereka pun menikmati makan siang dengan tenang, sedangkan Dikta menikmati makanannya dengan menatap paras Aurina. Sangat cantik, gadis itu memang terlihat seperti peri cantik yang tak bersayap. Dikta diam-diam mengangkat ponselnya, mengarahkan kamera untuk mengambil gambar Aurina yang sedang maka. Aurina yang sadar kamera pun, seketika menoleh ke arah Dikta.
Ckrek!
Dikta tertawa melihat ekspresi wajah Aurina saat itu, alisnya terangkat dan matanya bulat sempurna, membuat Dikta semakin gemas padanya.
Dara dan Kalea pun yang sedang menikmati makanannya, saling menoleh satu sama lain.
"Lanjut makan aja, kita ini cuma nyamuk." ucap Dara pada Kalea, mengabaikan dua insan di hadapannya yang sedang melakukan adegan romantis.
![](https://img.wattpad.com/cover/130122054-288-k724070.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AURINA [REVISI]
Novela Juvenil[REVISI] "Jadi, kamu yakin mau coba jatuh cinta sama dia?" tanya Dikta penasaran. Aurina mengangguk. "Mungkin, iya... karena konon katanya jatuh cinta di masa putih abu-abu adalah kenangan terbaik yang pernah ada. Aku juga mau punya seseorang yang...