I'm jealous when I see you with him. Then, I'm confused. What should I call this feeling?
"Komplek C di situ."
Jari Luna menunjuk ke kanan depan jalan perumahan tempat ia tinggal. Dan, itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Luna dari saat mobil keluar dari kediaman Jere—kira-kira dua puluh menit yang lalu.
"Gang depan itu ya?" tanya Jere memastikan lagi. Karena kalau salah masuk, ia malas buat attrack mobilnya.
Luna mengangguk.
Jere memutar bumper-nya beberapa derajat ke kanan, untuk memasuki gang yang dibilang Luna adalah gang komplek rumahnya—komplek C.
Saat baru masuk, Jere mencoba mencairkan suasana yang daritadi tegang kayak di kutub. "Gue nggak ada nemu rumah warna ungu." Jere dengan serius memerhatikan satu per satu rumah.
Tatapan Luna yang tadinya ke depan, ia palingkan ke Jere. "Gue belum bilang warna rumah gue," kata Luna bingung.
Laju mobilnya pun semakin menurun. "Lo kan pecinta warna ungu, mulai tas lo, hp lo, pasti rumah lo juga warna ungu ya kan?" Jere menggaring, alis Luna bertautan.
"Nggak semuanya juga kali," kata Luna dengan nada menahan tawa. Walaupun garing, tapi ternyata cukup menggelitik perutnya.
Jere nyengir ke arah Luna yang masih setia memerhatikannya. "Ya kali aja. Cewek kan suka gitu."
Luna tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Lalu, kepalanya berpaling menatap jalan lagi, karena hanya beberapa detik lagi, ia sudah sampai di depan rumahnya. Lebih baik begitu, daripada tetap meladeni Jere bicara, nanti rumahnya malah kelewatan. Ujung-ujungnya ngerepotin Jere lagi.
"Stop di depan pagar putih itu," seru Luna menunjuk rumahnya yang berada di kiri jalan.
Luna segera memakai tas ransel ungu yang awalnya ia pangku.
Mobil yang dikendarai Jere pun berhenti manis tepat di depan rumah bertingkat dua itu.
Sebelum turun dan mengucapkan terima kasih pada Jere, Luna mengingat sweater Jere yang ia kenakan.
"Oh ya, lusa gue balikin sweater-nya ya. Soalnya besok baru bisa dicuci," tawar Luna sambil menampilkan senyum manisnya.
Jere gagu, setelah tertimpa badainya senyum Luna yang sangat manis dan teduh. "Ng-nggak usah. Simpan aja buat kenang-kenangan. Lagian, gue punya banyak yang gituan," katanya jayus.
"Beneran nih?" tanya Luna memastikan lagi.
"Iya bener."
Luna tersenyum lagi, dan ia mulai membuka pintu mobil Jere. "Thanks ya," ucapnya.
Pintunya sudah terbuka dan saat Luna mau keluar, langkahnya tertahan oleh kata-kata Jere. "Gue punya nama loh."
Kepala Luna tertoleh ke belakang, dan mendapati Jere sedang tersenyum miring.
"Thanks ya Jere," kata Luna lagi.
Jere nyengir. "Sama-sama Luna."
Luna tersenyum lagi, lalu dengan cepat ia keluar dari mobil hitam besar milik Jere.
Tak mau buang waktu terlalu lama, Jere segera melajukan lagi mobilnya setelah sebelumnya ia memastikan kalau Luna sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Dan sebelum berbalik pulang, ia tak lupa menghidupkan klaksonnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INTERMINABLE
Teen Fiction"Saya sudah lelah menunggu. Tapi kenapa saat kata menyerah itu sudah tergenggam, ingatan tentang kamu malah datang mengganggu?" Aluna Clementine, si gadis polos yang terbukti belum pernah tersentuh oleh kata cinta yang diberikan oleh sang pangeran k...