4. Watering Can

35 6 0
                                    

Even though your head is bowed, I can still see your ashamed face.

Jere sekarang berada di sebuah ruangan terharum se-sekolahnya. Mungkin juga di sekolah-sekolah lain, ruangan ini mendapat julukan yang sama pula. Terharum=terbau=kamar mandi.

Dengan peralatan lengkap membersihkan kamar mandi, Jere bertugas sesuai perintah pak JB untuk membersihkan kamar mandi cowok lantai tiga yang pesingnya naudzubillah.

"Kandang lembu juga kalah sama ini WC." Jere siap siaga menyediakan kerah seragam sekolahnya sebagai penutup hidung dan mulut dari jangkauan bau-bauan di dalam salah satu bilik di kamar mandi ini.

"Wlek." Ternyata bebauan itu dapat meruntuhkan pertahanan Jere. Ia keluar dari bilik itu dan langsung mengibaskan tangannya di depan wajah untuk mengusir bau yang begitu kejam itu.

Jere terlihat ngos-ngosan, tapi tak berani menarik napas kalau tangannya tidak menutup hidung.

"Mentang-mentang yang terlambat disuruh bersihin toilet, orang-orang jadi nggak ada kesadarannya buat bersihin juga. Percuma disekolahin. Otaknya memang makin berisi, tapi rasa simpatiknya nihil. Sama doang." Jere prihatin dengan fenomena seperti ini.

Walaupun ia nggak pintar-pintar amat, tapi kalau setiap ke kamar mandi ia selalu menyiram WC dengan benar sampai bau benar-benar tersamarkan. Jere juga bukanlah tipikal orang yang suka membuang sampah sembarangan. Maka dari itu, apabila ia melihat sesuatu yang kotor, ia akan risih. Jere itu tipikal orang yang pembersih banget.

"Kalo gini, gue bisa mati lama-lama." Jere mengeluarkan dasi dari tasnya untuk diikatkan ke kepala menutupi hidungnya.

Setelah terpasang dengan sempurna, ia kembali masuk ke bilik itu dengan membawa cairan pembersih lantai dengan sikat pembersih lantai yang gagangnya panjang.

Ia langsung membuka botol cairan itu dan menumpahkannya ke lantai dan juga ke WC, lalu menunggu beberapa detik, barulah ia menyikatnya dengan benar.

"I'm a bad boy. Kusuka ku yang apa adanya, dan silakan sukai mereka, yang berlagak baik di depan kamera."

Tiba-tiba suara bising menganggu telinga Jere. Sekaligus menganggu aktivitasnya.

Penasaran, ia mengintip keluar—siapa kira-kira orang yang menyanyi lagu itu beserta siulan maut dengan suara yang akan menimbulkan perkataan, astagfirullah.

Kepala Jere menyembul keluar dan sukses mengagetkan orang itu.

"Eh nenek lo kejepit!" umpat orang itu dengan gaya seperti orang kena sengat listrik.

Jere melepaskan masker penutup hidung buatannya dan langsung terbahak melihat ekspresi serta gaya orang itu yang ternyata merupakan sohibnya sendiri. Sudah diduganya.

"Eh Paijok, sok bad boy amat sih lo. Pengen banget ya dikerumuni cewek-cewek?" Jere keluar dari bilik yang sudah ia sikat sebagian, hanya untuk menyapa dan mengibas bokong temannya itu dengan gagang sikat.

"Dasar lo junior durhaka. Udah manggil gue Paijok, sekarang ngibas ass gue pake tuh gagang," semburnya sambil mengelus-elus bokongnya.

Bukannya tersadar atas kedurhakaannya, ia malah semakin jahat kepada orang yang ia panggil Paijok itu dengan menoyor kepala Paijok dari belakang.

"Sok bule sekarang ya, udah pande," toyor Jere sambil nyengir puas melihat temannya itu tersiksa.

Tak terima, Paijok ikut-ikutan menoyor kepala Jere, bahkan sampai memiting kepala Jere.

"I am William Vaizo Kartarajasa. Half of German and half of Indonesia," katanya seusai menghajar Jere. Gayanya sombong, dengan tangan kanan yang diletakkan di dada kiri, dan dadanya dibusungkan. Mirip seperti orang yang membanggakan diri.

INTERMINABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang