Bidadari Bidadari Kecil

151 61 40
                                    

Udara pagi menyelimuti badanku yang kurus ini, satu dua kali jendela terbanting oleh ayunan angin. Ku tau ini selasa pagi bukan sabtu pagi, yang bisa berleha leha tanpa pergi sekolah. Masih di kasur, tempat yang sama, waktu berlalu. Ukuran kamarku tak begitu luas, hanya ada 1 kasur dan lemari baju dan tak lupa piagam serta medali yang kusebut dengan hiasan kamar.

Tinggal nunggu jeritan Deva yang belum kudengar pagi ini. Tak lama gelombang jeritan akhirnya menusuk kedua telingaku. Ku tahu maksud dari jeritan itu yang membuatku malas meninggalkan kasur ini. Tapi apa boleh buat telinga ini tak sanggup mendengar omelan si Deva.

"Kak Fandi buruan,Deva sama Devi nanti telat, sekolah kami jauh tau kak."

"Bentar.... Kakak lagi nyisir rambut" (padahal baru aja keluar dari kamar mandi).

Secepat kilat aku langsung turun ke bawah, tanpa basa basi mobil jeep tua ayah menggilas jalanan raya.

Btw, aku masih kelas 2 SMA dan punya adik kembar. Jalanan begitu ramai dengan suara suara klakson kendaraan yang membuatku tak acuh. Pagi itu awan tak begitu secerah kemarin, bakalan petir atau hujan. Masih di lampu merah jln. Jalan, yah nama jalan itu terkadang membuat para gojek dan grab kebingungan.

Tiba tiba jeritan Deva melulantahkan suasana lampu merah. Ternyata ada pengamen yang sedang nyanyi disamping mobil ini, memang kulitnya begitu dekil dan rambutnya acak acakan serta dilengkapi gigi emas yang tak ternilai alias kuning. Terkadang jeritan Deva tidak tepat pada tempatnya.
 

                          
                             ****


Kupandangi wajah Deva yang lagi melamun sambil topang dagu.

"Kok melamun, nggak bagus loh ntar di samber setan tau atau lagi mikir pengamen tadi yah." ku goda dia agar suasana mobil tidak hening.


"Apaan sih kak, nggak usah sok tau deh, ngapain juga aku mikirin pengamen tadi, nggak berfaedah banget."

"Kalau nggak melamun jadi ngapain adik kakak yang manisss, kan Devi ketawa juga abis kamu cerewet."

Telunjuk Deva mengarahkan pada bangunan berwarna merah tempat ayah bekerja.

"Ada yang mau aku ngomongin tentang ayah dan ibu"

"Emangnya ada apa sama Ayah&Ibu."

"Ayah&Ibu itu sebenarnya... (Kak Fandi tutup pintu mobil)"Selalu aja bikin kesel" raut wajah Deva cemberut seketika.

"Kamu nya aja yang sukak ngelamun sampai sampai di pompa bensin aja nggak sadar" Devi ngeledek Deva.

"Eh kamu udah berani yah ngeledekin aku, dasar adik durhaka."

Pintu mobil dibuka, Kak Fandi menatap wajah adik kembarnya dengan wajah kesal.

"Kalian ini nggak dirumah nggak di pompa bensin selalu aja ribut, emang nggak malu dilihatin orang ."

"Peduli apa mereka, lagian nggak kenal" sahut Deva. Aku cuman mendecik dengar omelan si Deva.

"Tadi Deva mau ngomongin apa".

"Ohh gini kak, aku cuman mau bilang, Ayah&Ibu itu sebenarnya orangtua kandung kita atau enggak?."

"Kok kamu nanyain kakak yang ginian."

"Yah jelas jelas kita bertiga anak kandung Ayah&Ibu, cek aja kartu keluarga, tepatnya kamu urutan ke 4."

"Kalau benar orangtua kandung, kenapa Ayah&Ibu nggak pernah berikan kasih sayangnya ke kita.Kadang Deva cemberut lihat kawan kawan Deva diantar sama dijemput sama ayahnya,sedangkan Deva sekali saja tak pernah.Terus waktu acara di sekolah tentang Hari Ibu, ibu nggak datang.Kalau malam mau tidur Ayah&Ibu belum pulang, terus besoknya udah pergi aja, memang pekerjaan mereka itu apa yah kak, berani beraninya nyita waktu mereka."

Hati aku langsung hancur lebur dengar omongan Deva.

"Kakak nggak tau Deva " dalam hati sebenarnya aku bisa jawab pertanyaannya, tapi mungkin dia nggak akan ngerti.

"Ya Kakak, masa sih nggak tau, katanya rangking 1, pasti tau dong jawabannya"

Sekitar 10 detik aku tatapi wajah manisnya.

"Adik kakak yang manis suatu saat nanti Deva bakal dapat jawabannya, kakak belum bisa bantu kamu jawabin pertanyaan itu, sekarang masuk kedalam sekolah, belajar yang giat biar jadi orang pintar."

"Yah masa cuman Deva, Devi juga dong". Wajahku tersenyum melihat 2 bidadari bidadari kecil yang begitu cantik dan manis, mungkin ini adalah tugasku untuk menjaga mereka.

"Sekarang kakak pergi yah nanti kakak telat."

"Iya Kak." Deva&Devi sahut serentak.

15 menit kemudian, aku sampai di sekolahku. Begitu jauh dengan jarak rumah karena rayon SMP ku dulu adalah daerah ini. Kusapa satpam sekolah yang selalu tiap paginya sibuk benerin parkiran kendaraan siswa dan siswi yang begitu asal parkir

Chapter berikutnya di upload hari senin/selasa.Maaf jika ada kata yang garing karena masih newbie. Beri voting yah guys, biar authornya semngat.Jangan lupa divoting yah karena 1 vote sangat penting, boleh juga kritik dan sarannya.

Baling Baling Kehidupan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang