Ajakan

1.5K 230 3
                                    

"Jeon Jangmi siapa itu Hwang Minhyun?"

"Dia kekasihmu?"

"Suamimu?"

"Pasti hanya teman kan?"

Setidaknya itu yang terus ditanyakan Daniel sejak pria itu datang ke Cafe.

Dan, Jangmi sudah bosan mendengarnya. Daniel bahkan tak meninggalkan meja kasir, padahal americano miliknya sudah Jangmi simpan di meja favorit Daniel.

"Kang Daniel, americano mu sudah ada dimeja. Lihat?"

"Siapa Hwang Minhyun?"

"Ya Tuhan, bisakah kau diam? Aku sedang bekerja, Daniel!" Jangmi mengerang frustasi.

Dan, sayangnya itu tidak berpengaruh sedikitpun pada Daniel.

"Apa Hwang Minhyun itu lebih tampan dariku? Apa bahu miliknya lebih lebar dari bahu ku? Apa senyumnya lebih bagus dari senyumku?"

"Tentu saja! Dia bahkan beribu kali lebih sopan darimu." kesal Jangmi.

Daniel berdecih tak suka
"Cih! Mana mungkin ada pria yang lebih sopan dariku."

Tahan Jeon Jangmi dia masih pelangganmu.

"Bisakah kau duduk di meja nomor 14 dan nikmati americano mu, Tuan?"

Daniel mendelik. Dengan menghentakan kakinya, ia menuju mejanya dan dalam sekali teguk menghabiskan americano nya. Oh itu pasti pahit!

Masih dengan mata mendelik sebal, ia berjalan menuju meja kasir. Merogoh saku dan membayar.

"3800won." Ujar Jangmi.

"Aku tahu." jawab Daniel

"Kau akan pulang?" tanya Jangmi

"Tentu saja. Kenapa?" ketus Daniel.

Jangmi mengernyit bingung, tumben sekali.

"Syukurlah." jawab Jangmi.

"Wanita kasar!"

Dia itu kenapa?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hari ini weekend. Daniel memutuskan untuk pergi ke Cafe, tentu saja. Sekarang Cafe bagaikan tempat wajib yang harus Daniel kunjungi. Walaupun ia hanya akan minum secangkir americano pahitnya dan sedikit menjahili Jangmi, tentu saja.

Karena itu, jam 9 pagi Daniel sudah rapi dengan kemeja putih kebesaran yang bagian depannya ia masukan kedalam jeans hitam, jangan lupakan lengan baju yang dilipat sampai siku seolah memamerkan pada dunia jika ia punya lengan putih dengan otot yang jantan.

Kang Dongho harus mengernyit bingung melihat anaknya. Dan itu tentu saja di anggap angin lalu oleh Daniel.

"Belakangan ini setiap weekend kau selalu bersepeda." komentar Dongho.

"Olahraga itu baik untuk pria muda sepertiku, ayah." sahut Daniel.

"Tapi tidak dengan penampilanmu. Kau bahkan memakai parfum? Wah bau parfum mu seperti paman hidung belang Daniel." komentar Dongho,lagi.

Daniel mengendus bajunya. Ia merotasikan bola matanya bosan.

"Berhentilah berkomentar, tuan."

"Siapa wanita itu?"

"Aku harus pergi, oke." Daniel pergi tak memperdulikan ayahnya.

"Ya! Ayah mu sedang bicara anak nakal." teriak Dongho

"Ya ya ya, aku juga mencintaimu."

Dongho tersenyum, "Dasar anak nakal."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

My Rich Boyfriend [Kang Daniel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang