Chapter 24

3K 111 34
                                    

[Walaupun kamu pergi, ingatlah bahwa aku akan mencintaimu sedikit lebih lama dari selamanya.]

★★★

"Apa kabar?"

Nala hanya terdiam, menatap nanar pada Davin yang tersenyum padanya.

"Ekspresi lo gak gitu-gitu amat lah, Nal. Gue baik-baik aja," ujar Davin dengan terkekeh kecil. "Lo natap gue seakan-akan gue mau mati hari ini juga."

"DAVIN!" teriak Nala keras karena ucapannya yang tidak disaring. "Kalo ngomong baca bismillah dulu makanya!"

"Yakali, gue mau ngomong, bukan mau ngaji."

Nala menghela nafasnya lelah, "jangan bercanda! Ini bukan waktunya, plis."

Davin terdiam, matanya terus mengamati Nala yang berada di sampingnya. Jenis tatapan yang sulit diartikan. Antara sendu bercampur rindu. Rindu yang semakin lama semakin menguak. Bagai tidak bertemu setelah seribu tahun lamanya. Ah ya, dia bukan malaikat yang bisa hidup selama itu. Andaikan bisa, ia tidak mampu untuk hidup selama itu. Dunia ini memang indah, tapi tidak cukup indah buat hidup selamanya.

"Jangan ngeliatin gue kayak gitu. Lo bikin gue takut," cicit Nala.

"Maaf,"

"Hm."

"Maaf untuk semuanya."

"Ini bukan lebaran, lo gak perlu kayak gitu. Lo tau, se-fatal apapun kesalahan lo, pintu maaf gue selalu terbuka buat lo." Nala menghela nafas pelan, lalu duduk dipinggir ranjang Davin setelah dia menggeser posisi berbaringnya.

"Gue tau."

"Trus, kenapa lo masih minta maaf juga?"

"Lo ngerasain gak sih? Kita dekat, tapi terasa ada jarak yang buat kita jauh, gue merasa bersalah karena itu. Gue udah bikin hubungan kita jadi terasa jauh gini. Jadi sebelum gue-"

"Cukup, gue gak mau denger!" Pekik Nala, lalu spontan membungkukkan badan untuk memeluk Davin.

Mereka terdiam. Hanya deru nafas mereka saja yang terdengar. Nala memeluk Davin dengan hati-hati, takut menyakitinya. Sedangkan Davin menopangkan kepalanya di bahu Nala. Saling menghangatkan dan saling menyalurkan rasa rindu masing-masing.

"Plis, jangan buat gue takut." Bisik Nala lirih, lalu melepaskan pelukan mereka. "Gue gak sanggup, Dav."

"Tapi ini memang takdir kita Nal, kita gak bisa melawan atau bahkan menyalahkan takdir, karena Tuhan pasti punya rencana yang lebih indah untuk kita."

Nala menghela nafasnya, "Dav, plis jangan ngomong omongan yang seakan lo emang pengen mati."

"Emang," Davin terkekeh, kemudian sesaat wajahnya kembali muram, "gue mengidap kanker hati, Nal. Dan gue udah menyerah dengan keadaan."

Rahang Nala seperti terjatuh, jantungnya berdegup dengan keras. Seperti tersambar petir di siang bolong, ia tak menyangka. Terlalu unpredictable. Matanya menatap Davin dengan nanar, jenis tatapan tak percaya dan tak terima.

"Da-ri kapan?" Tanyanya terbata-bata.

Davin tersenyum miring, "jauh sebelum kita masuk sma. Dan kalo lo nanya kenapa gue nyembunyiin ini dari semua orang, itu karena gue benci dikasihani."

Just A Friend To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang